Aksi Iklim Masih Tak Sejalan dengan Sains yang Ada

Kabar Utama258 Views

Kabar Damai | Selasa, 04 Juni 2023

Jakarta | kabardamai.id | Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) berkolaborasi dengan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) menyelenggarakan Indonesia Net-Zero Summit (INZS) 2023. Acara yang diselenggarakan pada hari Sabtu, 24 Juni 2023 dan bertempat di Djakarta Theater XXI. Tujuan diadakan acara ini yaitu untuk keluar dari situasi masalah iklim yang mendesak hingga dapat mencapai kemajuan ekonomi, kemajuan sektor teknologi informasi, pertumbuhan ekonomi yang pesat, serta masyarakat yang hidup sejahtera dan untuk mencapai visi Indonesia Emas di tahun 2045.

Acara Indonesia Net-Zero Summit 2023 ini terbagi dalam beberapa sesi yang menghadirkan beberapa narasumber ahli di bidang tersebut. Salah satu sesinya ialah Melindungi Indonesia Emas 2045: Kenapa Aksi Iklim itu Now or Never. Dalam sesi ini ada lima pembicara yang tergabung dan fokus dalam menangani masalah ini, yaitu bapak Alue Dohong, Ph.D. (Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI), Dr. Vivi Yulaswati (Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/Bappenas RI), Mercy Chriesty Barends, ST (Anggota Komisi VII DPR RI; dan Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI), dan Melissa Kowara (Aktivis Extinction Rebellion Indonesia).

Terkait sesi Melindungi Indonesia Emas 2045: Kenapa Aksi Iklim itu Now or Never, Mercy mengungkapkan bahwa tantangan paling pertama saat ini ialah rezim fosil yang masih sangat kuat di parlemen sampai hari ini. Mereka yang ada di internal parlemen sendiri membahas tentang Undang-Undang Energi, yang kemudian beberapa kali mengalami perubahan sebutan.

“Terlepas dari semuanya itu prinsipnya ialah ada pondasi fundamental yang ingin dibangun, bahwa transisi energi tidak sekedar menjadi wacana  dan gerakan sosial tanpa payung legal standingnya. Mereka berharap sebelum 2024, RUU ini sudah bisa disahkan,” ungkap Melissa, Sabtu (24/06/2023).

Melissa Kowara, aktivis Extinction Rebellion ikut berpendapat bahwa krisis iklim adalah krisis ekonomi, juga pendidikan, kesehatan dan segala aspek kehidupan.

“Saat ini banyak bahkan jutaan orang yang hak asasi manusianya sudah terlanggar, dan ini bukan lagi menjadi masalah di tahun 2050 ataupun 2045 namun ini merupakan masalah sekarang.  Jelas jika ada situasi yang melanggar HAM, ia berpendapat bahwa kita dan negara harus punya tanggung jawab untuk melakukan segala hal yang bisa dilakukan untuk keluar dari situasi ini,” tambahnya.

Melihat komitmen yang sudah diambil dan rencana yang telah tersusun oleh pemerintah masih memperlihatkan bahwa komitmen tersebut tidak sejalan dengan sains (pengetahuan) yang ada. Melissa juga berbicara mengenai Net zero dan didukung juga oleh para saintis yang mana net zero ini harus dicapai ditahun 2050 paling lama sedangkan Indonesia sendiri memiliki estimasi waktu ditahun 2060. 2060 merupakan tahun yang cukup lama dan Melissa juga berpendapat bahwa kita juga butuh dengan cepat menurunkan emisi  namun pada kenyataannya endisi yang terjadi masih meningkatkan  emisi sampai tahun 2030, hal ini juga di perkuat berdasarkan data IPCC report yang meminta untuk menurunkan emisi dibandingkan tahun 2010, karena sampai saat ini emisi masih meningkat 40 -50%, hal ini memperlihatkan bahwa masih relative salah arah dari segi komitmen.

Terlepas dari komitmen beralih pada aksi-aksi yang dilakukan pemerintah seperti, pensiun dini PLTU Batu Bara, namun realitanya pemerintah masih memperbolehkan membangun PLTU Batu Bara baru di tempat- tempat skeptis seperti Kaltara yang di bangun oleh Adaro. Pemerintah juga memperlihatkan aksi untuk memproteksi hutan mangrove dan penanaman kembali, tetapi disisi lain yang menjadi pertanyaannya mengapa pemerintah masih memperbolehkan membabat hutan mangrove yang ada,  untuk terminal gas alam cair (LNG) , yang mana ini menghasilkan gas fossil di Bali, selain itu pemerintah juga  masih menjatahkan deforestasi hampir enam juta hektar sampai tahun 2050, padahal yang dibutuhkan ialah sebaliknya yaitu meningkatkan stok hutan bukan malah menurunkan menurunkan.

Memperjuangkan masalah perubahan iklim  di Indonesia ini, bukan hanya sekedar  komitmen maupun beragam kebijakan untuk di perjuangkan namun hal ini juga harus diimbangi dengan  konsistensi dari sebuah komitmen yang telah diambil, kemudian hal ini bisa diperlihatkan melalui aksi nyata.

Penulis: Diny Diantini, Mahasiswa Universitas Kristen Duta Wacana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *