Masyarakat Beragama Mesti Suarakan Kebenaran tentang Kerusakan Lingkungan

Kabar Utama128 Views

Kabar Damai I Sabtu, 16 Oktber 2021

Amerika Serikat I kabardamai.id I Nana Firman Wakil Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Amerika Serikat dan aktivis senior GreenFaith US mengajak masyarakat beragama untuk menyuarakan kebenaran tentang kerusakan lingkungan.

Dilansir dari laman PP Muhammadiyah, di hadapan kader IPM dan peserta umum di webinar dengan tajuk “Hijau Imanku, Lestari Bumi” yang diadakan PP IPM bersama dengan GreenFaith, Kader Hijau Muhammadiyah, dan Rumah Baca Komunitas pada (11/10) secara daring tersebut, Nana Firman menegaskan bahwa kebenaran harus terus disuarakan.

Sebab eksplorasi dan pengembangan bahan bakar fosil masih terus berlangsung, termasuk eksploitasi ekosistem, dan deforestasi hutan terus meningkat yang mengakibatkan ancaman bagi penghuni bumi, ancaman berlipat lebih-lebih terjadi kepada pemerhati lingkungan yang berani membela kebenaran.

“Masyarakat beragama di akar rumput melihat dan mengalami sendiri bagaimana keluarga mereka, tetangga mereka, kerabat, serta komunitasnya terkena dampak langsung dari krisis iklim,” ucapnya, dikutip dari Muhammadiyah.or.id (13/10).

Kekeringan, banjir bandang, kekeringan, badai, dan kebakaran hutan menurutnya telah menjadi bentuk kiamat kecil datang silih berganti. Serta, seringkali yang menjadi korban adalah mereka kelompok-kelompok lemah seperti masyarakat miskin, anak-anak kecil, lanjut usia, dan lain-lain menjadi korban terbesar akibat bencana alam tersebut.

Sementara itu, dari sisi kebijakan Nana melihat masih ada kesenjangan antara kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan keperluan untuk mencegah maupun mengatasi krisis iklim ini. Ihwal inilah yang menyebabkan masyarakat akar rumput dengan berbagai latar belakang agama bersatu untuk menggelar aksi terkait dengan iklim global.

Baca Juga: Orang Indonesia Suka Buang Makanan: Ini Isu Kemanusiaan dan Spiritual

“Aksi iklim global multi agama untuk mengingatkan dan mengintensifkan tekanan masyarakat beragama sebagai aksi nyata menghadapi krisis iklim yang diberi nama faith for climate justice atau keimanan untuk keadilan iklim,” ungkapnya.

Gerakan tersebut diikuti kurang lebih 300 komunitas yang terdaftar dari 30 negara di seluruh dunia. Dari aksi tersebut Nana Firman berharap akan menciptakan visi yang lebih baik untuk bumi, sebagai rumah bersama. Menjaga lingkungan, katanya, selaras dengan usaha menjaga generasi mendatang untuk menyediakan dan terwujudnya iklim yang stabil.

“Inilah saatnya kita perlu melakukan peran kita sebagai umat beragama, bersama-sama, bahu-membahu, saling bergandengan untuk mewujudkannya. Tentunya sebagai muslim untuk dapat mewujudkan Islam yang rahmatan lil’alamin,” tandas Nana.

Agama dan Lingkungan Hidup

Sebelumnya, Direktur DPPAI UII, Dr. Aunur Rohim Faqih, M.Hum dalam sambutannya di acara webinar “Relasi Manusia dengan Lingkungan dalam Perspektif Islam: Upaya Membangun Eco-Theology” pada Kamis (08/04) lalu mengatakan permasalahan lingkungan dari apa sebabnya hingga bagaimana mengatasinya sesuai teologi Islam perlu diulas supaya manusia tidak terpuruk.

“Manusia adalah makhluk yang dimuliakan Allah, namun jika manusia tidak menjaga kemuliaan itu maka akan terjadi kerusakan-kerusakan lingkungan oleh karena itu kita perlu melakukan pendekatan teologi Islam”, ujarnya, dikutip dari uii.ac.id (08/04).

Di acara yang diadakan Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) UII itu TGH. Hasanain Juaini, Lc., M.H. mengulas berbagai upaya Pondok Pesantren Nurul Haramain dalam menjaga lingkungan, seperti mengelola sampah, budidaya ikan, menanam pohon, dan menjaga sungai yang ada di dekat pondok pesantren tersebut.

Menurutnya, negara yang maju bisa dilihat dari kebersihan sungainya. Negara maju biasanya sungainya bersih dan negara terbelakang sungainya kumuh. ”Kami berharap masyarakat dapat mengunjungi pondok pesantren kami terutama di dekat sungai harapannya bisa sebagai contoh untuk masyarakat,” terangnhya.

Di sisi lainnya, Dr. Wardani, S.Ag., M.Ag. mengungkapkan sebagian besar permasalahan lingkungan di Indonesia karena ulah manusia. “Perlu kajian lebih lanjut untuk memaham Eco-theology dalam Al-Quran. Karena uraian teologi dalam kitab klasik selama ini telah mengalami distorsi. Pada dasarnya eco-theology adalah tuntunan dalam Al-Quran tentang bagaimana cara manusia memperlakukan lingkungan”, ujarnya.

“Secara hirarkis, manusia memang statusnya lebih tinggi dari lingkungan, namun bukan berarti manusia dapat dengan seenaknya mengeksploitasi lingkungan, itu pemahaman yang salah,” simpul Dr. Wardani.

Senada, pemateri terakhir Dr. Hijrah Purnama Putra, M.Eng lebih menekankan pentingnya upaya menemukan terobosan pengelolaan limbah. Seperti diketahui sampah di Indonesia terus bertambah.

Setiap aktivitas yang dilakukan manusia pasti menghasilkan sampah. Sampah-sampah ini perlu diperlakukan khusus supaya tidak merusak lingkungan. Hal terpenting dalam hal ini adalah memilah sampah, karena secanggih apapun teknologinya jika sampahnya tidak dipilah akan percuma.

“Sebelum menghasilkan sampah kita perlu melakukan pencegahan supaya sampah yang dihasilkan minimum, saat sudah terpaksa harus menghasilkan sampah tidak lupa untuk memilah sampah tersebut, kemudian dilakukan pengolahan sampah setelah itu,” pungkasnya. [Muhammadiyah.or.id/uii.ac.id]

 

Editor: Ahmad Nurcholish

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *