ToT Tepelima 3: Upaya Ciptakan Fasilitator Keberagaman yang Baik

Kabar Damai | Sabtu, 01 Mei 2021

 

Pontianak I Kabardamai.id I Bertemu dan melakukan diskusi tentang tema spesifik sejatinya menjadi cara bersama dalam belajar dan mendalami suatu hal. Lewat pertemuan, tidak sekedar interaksi sosial yang kemudian dapat terjalin, namun sharing knowledge dan perspektif juga dapat terjadi. Kini, ruang-ruang diskusi terus menjamur, hal ini menandakan kesadaran banyak orang tentang pentingnya berbagi perspektif, menyelesaikan masalah hingga meredam ego dan etika berbicara.

Banyak komponen penting yang harus ada dalam diskusi. Tidak hanya tema namun juga orang sebagai pelakunya. Sadar akan pentingnya hal tersebut, penyelenggara Temu Pemuda Lintas Iman (Tepelima) Kalimantan Barat ke-3 yang terdiri dari Komuitas Satu Dalam Perbedaan (SADAP) Indonesia, Gus Durian Pontianak, Yayasan Suar Asa Khatulistiwa (SAKA) dan Perhimpunan Mahasiswa Kristen Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Sungai Raya menyelenggarakan diskusi. Ruang ini ditujukan guna menciptakan para peer fasilitator dalam pelaksanaan Tepelima nantinya.

Menghadirkan empat pemateri dalam pelaksanaan kegiatan diskusi sekaligus Training of Trainer (TOT) kali ini. Diantaranya Dian Lestari, Koordinator Serikat Jurnalis Keberagaman (SEJUK) Kalbar yang memaparkan tentang Keberagaman Identitas dan Problemnya. Ada pula Subandri Simbolon, Dosen Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri (StakatN) Pontianak yang memaparkan tentang Pluralisme Keberagaman dalam konsep 3 RE ,dan juga Ivan Wagner Bakara, Dosen Hukum Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak yang memaparkan tentang Forum Eksternum dan Internum dalam Keberagaman. Terakhir ialah Nings Sepniar Lumbantoruan, Repersentasi Partisipasi Publik SAKA yang menjelaskan bagaimana menjadi seorang peer fasilitator yang baik. Dilaksanakan di Sekolah Tinggi Agama Katolik Pontianak. Jumat-Minggu, 25 April 2021.

Baca Juga : Dian Lestari: Keberagaman Sebagai Tempat Transfer Pengetahuan

Tepelima 3 merupakan kegiatan anak yang mempertemukan anak muda lintas iman dan suku dan bertemu guna belajar bersama dalam isu kebhinekaan. Kegiatan ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2018 dan terus berlangsung hingga kini. Tepelima ke-3 dilaksanakan pada Jumat-Minggu, 30 April dan 1-2 Mei 2021 di Pontianak. Hingga kini, telah terjaring 20 peserta dari berbagai latar belakang yang akan mengikuti kegiatan ini.

Awalnya, Tepelima dipelopori oleh SADAP, berangkat dari kesadaran melihat kondisi Kalimantan Barat yang merupakan daerah rawan konflik. Setidaknya, sebagaimana data yang dihimpun Yayasan Suar Asa Khatulistiwa,  konflik pernah terjadi pada tahun 1997 hingga 2017 di Sanggau Ledo, Sambas hingga Pontianak.

Kisruh pada tahun 2017 yang bertepatan dengan pelaksanaan Pekan Gawai Dayak (PGD)  ke-32 dan Bela Ulama 502  serta kerusuhan pasca pilpres pada tahun 2019 yang melibatkan orang muda menjadi keprihatinan tersendiri.

 

Daerah Rawan Konflik

Sementara itu, Ejournal.unisba.ac.id menuliskan Kalbar adalah daerah yang rawan konflik. Secara khusus konflik etnis Dayak dan Madura. Arafat (1998) mencatat sejak 1993 sampai dengan 1997, telah terjadi setidaknya 10 kali konflik dengan kekerasan. Alqadri (1999) mencatat sejak 1962 sampai 1999  telah terjadi 11 kali dan Petebang et al (2000) mencatat sejak 1952 sampai 1999 telah terjadi 12 kali konflik. Ketiganya  mencatat frekuensi konflik yang berbeda, namun mengabarkan realitas atau fakta yang sama bahwa konflik terjadi relative sering dan selalu berulang. Hal ini menunjukkan setiap 4-5 tahun setidaknya terjadi sekali konflik.

Beberapa hal yang mendasari konflik antara lain karena prasangka buruk terhadap kelompok lain. Hal ini berdampak pada anak-anak muda, tidak bisa dielakkan banyak kemudian kalangan muda yang menjadi tersegregasi dan berteman dengan sesame sukunya maupun agamanya saja.

Mengingat kegiatan yang ditujukan kepada anak muda, peranan peer fasilitator sangatlah diperlukan dalam pelaksanannya nanti. Oleh sebab itu, ToT ini dimaksudkan guna mensukseskan tujuan tersebut. Fasilitator merupakan istilah yang tentu taka asing di telinga kita bersama. Peranannya dalam memanajemen waktu serta mengolah diskusi dan menciptakan perbicangan yang konstuktif sangatlah diperlukan dengan melalui pendekatan teman sejawat.

Isa Oktaviani, Ketua Umum SADAP Indonesia menyatakan, peer fasilitatator ini akan membantu mengakomodir diskusi hingga proses berbagi pengetahuan dan perspektif dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan.

“Peer fasilitator ini akan menjadi teman bicara baik bagi peserta didalam kelompok kecil pada kegiatan Tepelima, untuk membincang soal keberagaman. Keberadaan peer fasilitator menjadi sangat strategis untuk menjembatani diskusi sesama  peserta Tepelima memahami keberagaman,” terangnya.

Anak muda diharapkan dapat menjadi pendamai dan perekat agar prasangka tidak terus berkembang. Oleh karena itu, Tepelima diselenggarakan.

“Orang mudalah yang nantinya akan memimpin masa depan khususnya di Kalimantan Barat. Oleh karena itu, perlu adanya wadah perjumpaan bagi orang muda sebagai upaya merawat persaudaraan linta latar belakang,” tegas Isa.

 

Penulis: Rio Pratama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *