Transformasi Peran Gereja Papua Menghadapi Tantangan Global Abad 21

Oleh : Laus Deo Calvin Rumayom

Kunjungan Wakil Presiden Republik Indonesia K.H Ma’ruf Amin selama 6 hari di Tanah Papua untuk melihat dan memantau sampai sejauh mana program-program pemerintah yang telah berjalan di Tanah Papua.

Hal ini tentu menjadi bagian terpenting bagi Gereja-gereja Se-Tanah Papua yang menjadi pilar utama dalam pelaksanaan Otonomi Khusus di Tanah Papua, dengan diadakannya Konferensi II HPI (Hari Pekabaran Injil) Pimpinan Gereja Se-Tanah Papua.

Konferensi ini bersamaan persiapan kunjungan Wakil Presiden RI di Manokwari Papua Barat hari Sabtu 15 Juli 2023. Kota Manokwari yang dikenal sebagai  kota injil  merupakan kota bersejarah bagi Orang Papua untuk dijadikan momentum transformasi dan peran Gereja dalam percepatan pembangunan kesejahteraan di Tanah Papua.

Otsus, Inpres No. 9, DOB pemekaran adalah tantangan dan Dinamika yang dihadapi oleh Gereja di Tanah Papua. Transformasi dan Peran Gereja di Tanah Papua dalam pelaksanaan Otonomi Khusus serta menghadapi tantangan abad 21, tentunya pertama harus melihat dan memahami Papua dalam dinamika lokal, nasional, internasional dan global.

Kedua adalah tantangan Gereja secara internal maupun eksternal dan ketiga adalah transformasi peran Gereja dalam milenium baru.

Papua saat ini masih diperhadapkan dengan konflik bersenjata yang berkepanjangan. Proses penyelesaian pelanggaraan HAM masa lalu. Belakangan yang terjadi dan belum terselesaikan adalah tingkat kemiskinan yang masih tinggi, dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia.

Apalagi kemiskinan yang terjadi dapat bervariasi yaitu berupa kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural di tengah sumber daya alam yang dimiliki dan melimpah.

Disinilah diperlukan eksistensi dan peran Gereja dengan transformasi yang kuat dalam menjawab keadaaan yang terjadi sesuai dengan status Otonomi Khusus yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia.

Peran kehadiran Gereja tentu sangat penting dan diharapkan dalam Otonomi Khusus Papua, ketiadaannya tentu dapat berbanding terbalik menjadi suatu paradoks yang dikenal dalam ilmu ekonomi, ketika suatu negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam ternyata justru memiliki kesejahteraan masyarakat yang buruk serta pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan negara lainnya atau dengan menggunakan istilah lainnya dalam beberapa entitas dan penganut kepercayaan adalah kutukan.

Transformasi peran Gereja adalah proses kolektif, praktik dan metodologi perubahan untuk jemaat dan gereja yang mengarah pada penemuan kembali apa yang kita sebut sebagai Gereja.

Gereja-gereja yang mengalami kemunduran sering kali perlu terhubung kembali dengan definisi tentang apa yang di sebut oleh Tuhan sebagai Penggenapan. Terputusnya hubungan dari kehendak Tuhan berarti bahwa kita kemungkinan besar telah terputus dari mereka yang berada di luar tembok Gereja dan mereka yang tidak berada dalam komunitas iman kita sendiri, Gereja hanya mengasuh saudara dan saudarinya di dalam jemaat tertentu tetapi tidak lagi peduli atau bahkan terlibat dengan orang-orang di luar.

Untuk itulah dengan Otonomi Khusus Papua berarti mutlak Gereja harus hadir dan bertransformasi dengan dinamika global bagi kemajuan kesejateraan masyarakat Orang Asli Papua (OAP) dan Tanah Papua dalam bingkai bernegara.( Penulis adalah Founder dan Ketua APS (Analisis Papua Strategis) dan APS Center for Development and Global Studies)

 

 

Sumber : https://kabardamai.id/papua-di-hati-jokowi-dan-jokowi-di-hati-papua-sebuah-refleksi-tentang-kerja-nyata-jokowi-di-antara-tantangan-harapan-membangun-peradaban-papua/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *