Oleh: Rif`atus Sholikhah
Negara Indonesia adalah negara yang memiliki hukum terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. UUD 1945 ini telah di atur dengan sangat baik dengan segala peraturan-peraturan yang untyk mengakomodir setiap kepentingan dan hak warga negara dalam konstitusinya. Sebagaimana dasar negara hukum yang tertuang dalam pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Kebebasan beragama juga telah diakui oleh dunia internasional, yang dalam praktiknya tidak lepas dari bagian Hak Asasi Manusia. Adanya HAM dalam dunia internasional memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Dan kewajiban setiap negara harus menghormati, memajukan, memenuhi, melindungi, dan menegakan HAM tidak hanya didasarkan pada kewajiban atas suatu peraturan perundangan, tapi juga didasarkan pada moralitas untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Sebagaimana yang diketahui bahwa kebebasan beragama adalah salah satu hak asasi manusia yang melibatkan hak seorang individu untuk dapat memilih dan memoraktekkan agama atau kepercayaan sesuai dengan yang diyakininya tanpa adanya paksaan atau semacamnya, ini sudah tertulis jelas dalam undang-undang.
Sebab kebebasan dalam menentukan sikap beragama adalah hak etika orang yang sudah terjamin oleh UUD NKRI 1945, yang terkandung dalam pasal 28 E ayat (1) yang disebutkan bahwa “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.
Prinsip itu juga selain diakui dalam hukum undang-undang negara, diakui juga dalam berbagai dokumen dan deklarasi hak asasi manusia seperyi yang terkandung dalam DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Kebebasan beragama ini juga ada beberapa aspek penting yang harus diketahui, pertama; individu mempunyai hak untuk dapat memilih agamanya yang ingin dianutnya tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak manapun, baik pemerintah, keluarga, atau masyarakat.
Baca Juga: Inklusifitas di Opening Gereja Mawar Sharon Rooftop
Hal ini juga ditegakan dalam undang-undang dalam Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Kedua; kebebasan beragama juga dapat melibatkan hak mempraktikkan agamanya atau kepercayaan tersebut dlam kehidupan sehari-hari, seperti beribadah, mengenakan simbol keagamaan, dan melakukan praktik keagamaan lainnya sesuai apa yang diyakininya, sebagaimana terkandung atau tertulis dalam pasal 28E ayat (1). Namun, perlu diingat bahwa kebebasan beragama juga harus mempertimbangkan segala hal yang menyangkut hak-hak orang lain yang tidak boleh digunakan untuk merugikan atau membataso hak-hak orang lain.
Kepentingan oaling mendasar yang diinginkan oleh warga negaranya adalah perlindungan terhadap hak-hak sebagai manusia, ini sudah tercantum dalam undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Baik dalam bentuk hukum nasional maupun internasional, kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi, dibatasi, atau diintervensi siapapun, dalam keadaan bagaimanapun.
Dengan adanya beberapa undang-ndang yang sudah tercantum tentang kebebasa beragama dan berkeyakinan sebagai Hak Asasi Manusia, perlu juga dihubungkan dengan ketentuan UUD RI tahun 1945 yang termuat dalam pasal 28D ayat (1) tentang pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum. Artinya bahwa dengan adanya aturan tersebut menjadikan lebih tegas lagi bahwa sudah tidak ada alasan bagi peerintah mempunyai peran, wewenang, dan tangggung jawab untuk dapat menjamin perlindungan kepastian hukum. Jika peraturan sudah ada maka yang menjadi persoalan praktis adalah pelaksanaan jaminan kepastian dalam melaksanakan hukum itu.
Kewenangan negara hanya sebatas pada pemberian jaminan dalam perlindungan terhadap pemeluk agama dan mengaplikasikan ibadahnya sesuai dengan keyakinan atau kepercayaannya masing-masing setiap individu seseorang. Dalam hal ini negara tidak berkewenangan dalam menentukan agama yang baik dan menyimpang. Negara juga tidak bisa menentukan kaitannya dengan kepercayaan atau keyakinan seseorang, yang mana hal ini berhubungan dengan vertikal antara manusia kepada Tuhannya.
Seperti yang sudah tercantum atau diatur dalam Pasal 18 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM) tentang “Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama ata kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan menaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dimuka umum maupun sendiri“. Jika ditafsirkan bahwa pemilihan agama, melaksanakan sebuah peribadatan adalah hak sepenuhnya dari seorang indivdu. Oleh sebab itu negara harus bisa memberikan jaminan dan perlindungan kepada warganya untuk dapat menentukan pilihan hatinya pada sebuah agama.
Jaminan konstitusional mengenai hak-hak ini juga diperkuat beberapa undang-undang dibawah ini antara lain Undang Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terutama pasal 2, pasal 4 dan pasal 22.Pasal 22. Jaminan ini ditegaskan bahwa adanya wilayah internal dalam beragama tidak dapat seorangpun yang bisa mengintervensi bahkan oleh negara sekalipun. Jikalau negara telah memasuki wilayah ini maka secara otomatis negara sudah membatasi hak kebebasan beragama seseorang.
Otorisasi negara yang diwajibkan harus memenuhi kewajiban dibawah berbagai konvenan internasional tersebut yang sudah dirativikasi dan diwajibkan memajukan dan melindungi Hak Asasi Manusia seperti yang terkandung atau termuat dalam UU HAM. Negara juga memiliki kewenangan untuk melakukan pengaturan berdasarkan standar hak asasi manuis dan prindip yang dibenarkan dalam standar hak asasi manusia. Prinsip tersebut seperti menacangkup kesetaraan dan non-diskriminasi, perlindungan kepada kelompok minoritas, langkah, langkah affirmatif action demi kesetaraan dalam pemenuhan hak asasi manusia, dan pemulihan kepada korban (jika mengalami diskriminasi).
Maka dari itu, perlindungan hukum atas kebebasan beragama khususnya pada agama lokal telah terjamin oleh pancasila, undang-undang Negara Rerublik Indonesia 1945, dan juga hukum internasional yang terkandung dalam DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Meskipun begitu, jika dilihat dalam realitasnya pelaksanaan hak kebebasan beragama masih belum memuaskan, terbuktinya masih banyak kasus mengenai pelanggaran hak kebebasan beragama terutama kelompok minoritas pada agama lokal yang beragam bentuknya serta konflik antar umat beragama.
Pelanggaran terhadap hak kebeasan beragamanya seseorang untuk dapat berkeyakinan dan beribadah sesuai dengan kepercaannya masing-masing adalah tindakan yang tidak dibenarkan oleh hukum. Dari situlah peran negara untuk melindungi dengan hukumnya atas pelanggaran yang dilakukan dalam hal kebebasan beragama terutama kepada kelompok minoritas agama lokal. Dan kewajiban setiap negara harus menghormati, memajukan, memenuhi, melindungi, dan menegakan HAM tidak hanya didasarkan pada kewajiban atas suatu peraturan perundangan, tapi juga didasarkan pada moralitas untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Penulis: Rif`atus Sholikhah Studi Agama-Agama UIN Sunan Ampel Surabaya