Kabar Damai | Sabtu, 05 Maret 2022
Pontianak I Kabardamai.id I Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang berbicara tentang kerja-kerja dan upaya Komnas Perempuan dalam rangka memutus kasus dan kerja-kerja pendampingan korban KS yang ada di Indonesia.
Pemaparan ini dilakukan secara daring dan diberikan kepada para perempuan muda serta transpuan yang ada di Pontianak. Dilakukan secara daring melalui media zoom meeting.
Diawal pemaparannya, ia menyatakan bahwa kerasan berbasis gender sering disebut dengan kekerasan terhadap perempuan. Berdasarkan Deklarasi Anti kekerasan Terhadap Perempuan, 1993 bahwa KBG adalah perbuatan berdasarkan perbuatan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis termasuk ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum ataupun dalam kehidupan pribadi.
Ia juga menjelaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia, yang terjadi ruang publik, domestik dan oleh negara
Bentuk-bentuk kekerasan seksual antara lain:
– Kejahatan seksual
– Eksploitasi seksual
– Pemaksaan kontrasepsi (biasanya dipaksakan pada perempuan)
– Pemaksaan aborsi
– Pemaksaan perkawinan
– Pemaksaan pelacuran
– Perbudakan seksual
– Penyiksaan seksual
Ia memaparkan bahwa jumlah KS di Indonesia dalam 1 dekade sebanyak 2.775.042 kasus. Setiap jam, 32 perempuan menjadi korban KS. Selama pandemi, Kekerasan berbasis cyber semakin meningkat. Tahun 2020 naik 350% menjadi 1452 kasus.
“Salah satu contoh Kekerasan cyber yaitu penyebaran foto atau video pribadi. Tips agar tidak terjadi kekerasan Cyber: menjaga kerahasiaan password, dengan kode yang tidak mudah dipahami, agar tidak mudah diretas. Pengalaman KS sering dianggap aib, dan enggan melaporkan,” paparnya.
Baca Juga: Akademisi Dukung Ranperda: Upaya Toleransi Kehidupan Masyarakat di Pontianak
Veryanto juga mengakui ditengah tingginya kasus, Komnas Perempuan memiliki keterbatasan didalamnya, oleh karenanya pihaknya senantiasa bekerjasama dengan berbagai pihak dalam upaya penegakan hukum yang ada.
“Banyak keterbatasan dalam penegakan hukum kita. Komnas Perempuan juga bekerja sama dengan media. Kita bisa membuat media alternatif. Media seperti pisau bermata dua. Kita harus mengawal penegakan hukum,” tambahnya.
Lebih jauh, ia menambahkan bahwa Komnas Perempuan belum memiliki kantor perwakilan daerah. Komnas Perempuan tidak memiliki kewenangan secara langsung mendampingi. Tapi bisa merujuk kepada lembaga layanan yang dikelola masyarakat atau pemerintah setempat.
Ia mengajak siapa saja untuk tidak ragu melaporkan diri kepada Komnas Perempuan, terlebih akses layanan yang tersedia juga beragam dan dapat digunakan oleh siapa saja dan dimanapun berada.
“Komnas Perempuan juga menerima pengaduan kasus lewat medsos, Komnas Perempuan bisa diminta sebagai saksi ahli. Pelaku kekerasan yang seharusnya bertanggungjawab atas tindakannya. Jangan menyalahkan korban. Solusi atas masalah kekerasan adalah tindakan pribadi dan dukungan sekitar,” pungkasnya.
Penulis: Rio Pratama