Vaksinasi Berbayar: Antara Percepatan Herd Immunity dan Hak Sehat Rakyat

Kabar Utama410 Views

Kabar Damai  | Selasa, 12 Juli 2021

Jakarta | kabardamai.id | Sejumlah pihak mengkritik pemerintah lantaran vaksin gotong royong (VGR) berbayar bagi warga. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun memberi jawaban terhadap kritik itu.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) khawatir program vaksinasi gotong royong individu berbayar akan membebani buruh.

Melansir Kompas.com (12/7), Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan pihaknya khawatir akan ada komersialisasi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu dalam program tersebut.

Ia mencontohkannya dengan kebijakan rapid tes yang awalnya banyak diberikan gratis perusahaan akhirnya dibebankan secara mandiri pada para pegawainya.

“Bahkan perusahaan yang awalnya menggratiskan rapid tes bagi buruh di tempat kerja masing-masing akhirnya setiap buruh harus melakukan secara mandiri,” tuturnya melalui keterangan tertulis, Senin, 12 Juli 2021.

Baca Juga: 1,389 Juta Dosis Vaksin Siap Pakai AstraZeneca Kembali Tiba di Indonesia

“Ini yang disebut komersialisasi. Tidak menutup kemungkinan program vaksinasi gotong royong dan vaksin berbayar secara individu juga terjadi hal yang sama. Awalnya dibiayai perusahaan, tapi ke depan biaya vaksin gotong royong akan dibebankan pada buruh,” ungkap Said, kutip dari kompas.com.

Said juga khawatir bahwa program vaksinasi gotong royong yang akan dibebankan pada perusahaan untuk para buruhnya tidak akan berjalan efektif saat ini.

Menurutnya, jika progam vaksinasi gotong royong dijalankan, hanya ada 20 persen perusahaan yang mampu menjalankannya.

“Maka ujung-ujungnya akan keluar kebijakan pemerintah bahwa setiap pekerja buruh harus membayar sendiri biaya vaksin gotong royongnya,” paparnya.

Dalam pandangan Said dengan adanya vaksinasi berbayar, pemerintah telah mengabaikan hak kesehatan masyarakat.

“Dengan vaksin berbayar individu berarti hak sehat untuk rakyat telah diabaikan oleh negara karena vaksinasi tidak lagi dibiayai pemerintah,” kata dia.

Terakhir Said menegaskan bahwa KSPI mendesak agar pemberian vaksin pada masyarakat tidak dibebankan biaya.

“Karena sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Karantina, vaskinasi Covid-19 adalah tanggung jawab negara,” imbuh Said.

FITRA dan PSHK Desak Pemerintah Cabut Kebijakan Vaksin Berbayar

Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) mendesak pemerintah untuk mencabut aturan vaksin berbayar. FITRA mendorong pemerintah mendistribusikan vaksin secara gratis.

“Pemerintah mencabut kebijakan VGR berbayar, karena vaksinasi merupakan hak warga yang paling asasi rakyat, hak untuk hidup. Harusnya bila pemerintah bisa memproduksi vaksin sendiri, segara didistribusikan secara gratis ke rakyat untuk menambah keterbatasan vaksin yang ada,” kata Sekjen FITRA, Misbah Hasan, kepada wartawan, Minggu, 11 Juli 2021.

Melansir detikcom (12/7), FITRA juga mendesak pemerintah mempercepat serapan anggaran kesehatan untuk vaksinasi dan perbaikan layanan penanganan COVID-19 di rumah sakit dan layanan kesehatan yang ditunjuk.

“Anggaran PEN untuk BUMN, termasuk Kimia Farma, harusnya dialokasikan untuk memproduksi dan mendistribusikan VGR secara gratis ke masyarakat,” ujar Misbah.

“Pemerintah memastikan ketersedian oksigen, ventilator, dan ruang perawatan layak bagi penderita COVID-19,” imbuhnya.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia atau PSHK meminta pemerintah membatalkan Permenkes 19/2021. Aturan tersebut mengatur vaksin berbayar bagi warga.

“Pemerintah melalui Menteri Kesehatan harus mencabut Permenkes 19/2021 serta membatalkan rencana pelaksanaan VGR individu,” kata Direktur Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Penelitian PSHK, Rizky Argama.

Pemerintah diminta mengevaluasi kembali efektivitas pelaksanaan vaksin berbayar untuk badan hukum/badan usaha sebagaimana diatur dalam Permenkes 10/2021 dan perubahannya Permenkes 18/2021.

“Pemerintah harus memfokuskan dan hanya melaksanakan pelayanan vaksinasi program bebas biaya sebagaimana diatur dalam Permenkes 10/2021 dengan cara memaksimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memastikan perluasan jangkauan vaksinasi sesegera mungkin,” ujar Rizky.

“Pemerintah harus berfokus pada penanganan situasi darurat kesehatan masyarakat dengan cara memastikan ketersediaan fasilitas kesehatan, seperti membuka rumah sakit lapangan, mengendalikan harga obat-obatan dan oksigen, serta menegakkan aturan protokol kesehatan dengan konsisten,” sambungnya.

Pemerintah juga diminta melibatkan ahli di bidang kesehatan masyarakat, kedokteran, maupun ahli-ahli di bidang lain yang relevan, serta mengedepankan pendekatan berbasis bukti ilmiah dalam setiap proses pengambilan kebijakan terkait penanganan kondisi darurat COVID-19.

“DPR harus menggunakan fungsi pengawasannya untuk mengevaluasi kebijakan vaksinasi berbayar serta mendesak Presiden untuk memerintahkan Menteri Kesehatan membatalkan Permenkes 19/2021 sebelum dilaksanakan di lapangan,” terangnya.

Tanggapan Kemenkes

Jubir vaksinasi COVID-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan seiring lonjakan kasus yang terjadi saat ini, Kemenkes memperoleh banyak masukan dari masyarakat untuk mempercepat vaksinasi melalui jalur individu.

“Vaksinasi Gotong Royong individu ini sifatnya hanya sebagai salah satu opsi untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi,” kata Nadia kepada detikcom (12/7).

Nadia menjelaskan bahwa dari sisi pelaksanaan, vaksinasi gotong royong individu tidak akan mengganggu vaksinasi program pemerintah. Sebab mulai dari jenis vaksin, fasilitas kesehatan, dan tenaga kesehatannya akan berbeda.

“Vaksinasi Gotong Royong individu ini tidak wajib dan juga tidak akan menghilangkan hak masyarakat untuk memperoleh vaksin gratis melalui program vaksinasi pemerintah,” ujarnya.

“Vaksinasi Gotong Royong individu hanya akan menggunakan vaksin merek Sinopharm, sementara vaksin pemerintah akan menggunakan vaksin merek Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Novavax,” imbuhnya.

Resmi Ditunda

Perusahaan BUMN pelaksana Vaksinasi Gotong Royong individu, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) memutuskan untuk menunda waktu pelaksanaan program vaksinasi berbayar tersebut.

Belum jelas sampai kapan penundaan ini akan dilakukan, setelah sebelumnya program tersebut sedianya mulai diterapkan pada Senin, 12 Juli 2021.

Melansir CNBC Indonesia (12/7), Corporate Secretary Kimia Farma Ganti Winarno mengatakan penundaan ini dilakukan lantaran perusahaan memperpanjang proses sosialisasi program tersebut.

Kemudian, perusahaan juga perlu melakukan pengaturan pendaftaran calon peserta vaksinasi.

“Kami mohon maaf karena jadwal Vaksinasi Gotong Royong Individu yang semula dimulai hari Senin, 12 Juli 2021 akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya,” kata Ganti kepada CNBC Indonesia, Senin ini.

“Besarnya animo serta banyaknya pertanyaan yang masuk membuat manajemen memutuskan untuk memperpanjang masa sosialisasi Vaksinasi Gotong Royong Individu serta pengaturan pendaftaran calon peserta,” jelasnya lagi.

Adapun vaksin yang akan digunakan dalam program Vaksinasi Gotong Royong Mandiri ini adalah Sinopharm. Penggunaan jenis vaksin ini sesuai dengan keputusan pemerintah tentang jenis vaksin yang digunakan untuk vaksinasi gotong royong.

“Vaksin yang digunakan adalah vaksin Sinopharm sesuai dengan keputusan Pemerintah tentang jenis vaksin yang digunakan untuk vaksinasi gotong royong,” kata Ganti saat dikonfirmasi CNBC Indonesia, Minggu, 11 Juli 2021.

Harga Vaksin Sebesar Rp 643 ribu

Diperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk setiap orang menyelesaikan tahapan vaksinasinya sekitar Rp 879.140. Dengan rincian tarif pembelian vaksin ditetapkan sebesar Rp 321.660 per dosis dan tarif layanan sebesar Rp 117.910 per dosis.

Untuk kebutuhan suntikan dua dosis, harga vaksin sebesar Rp 643 ribu. Sementara tarif vaksinasi untuk dua kali Rp 253.820 untuk dua kali vaksinasi.

Tarif vaksin individu ini diatur Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021 tentang Penetapan Besaran Harga Pembelian Vaksin Produksi Sinopharma.

Sebelumnya manajemen KAEF menyatakan mulai Senin (12/7/2021) masyarakat bisa melakukan vaksinasi secara individu.

Harga vaksinasi telah ditetapkan oleh Keputuan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021 tentang Penetapan Besaran Harga Pembelian Vaksin Produksi Sinopharm.

Harga satu dosis harus merogoh Rp321.660 dan juga tarif layanan senilai Rp117.910 per dosis. Jadi perkiraan biaya untuk menyelesaikan dua dosis adalah sekitar Rp 879.140.

Penyunting:  Ahmad Nurcholish/dari berbagai sumber

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *