Urgensi Isu Lintas Iman yang Perlu Berkolaborasi dengan Isu Krisis Iklim

Kondisi lingkungan di dunia telah mendapatkan kode merah dari PBB, tak terkecuali Indonesia. Terdapat 14 ribu studi yang menemukan bahwa suhu bumi meningkat sebesar 1.1 derajat celcius (Walhi, 2021). Kenaikan suhu ini berefek sangat besar dan destruktif mulai dari siklon tropis, banjir, kebakaran hutan, hingga kekeringan yang semakin panjang. Jika dibiarkan, maka suhu bumi akan terus meningkat bahkan ditaksir hingga mencapai 3 hingga 4 derajat celcius di era Indonesia emas 2045, Jika ini terjadi, tentu kerja-kerja perdamaian yang sudah diusahakan akan percuma jika rumah kita dalam bahaya. Agama sebagai pedoman hidup hampir 85% penduduk bumi sudah sepatutnya memasukkan urgensi isu iklim ini ke dalam agenda prioritas.

Pada dasarnya, agama melarang manusia untuk merusak keseimbangan alam. Hal ini tertulis jelas dalam beberapa kitab agama, diantaranya Islam (QS. Al-Araf 7: 56), Kristen (Amsal 3:19-22), dan Hindu dalam ajaran Tri Hita Karana. Agama dan pentingnya menjaga lingkungan masih dianggap sebagai dua hal yang berbeda (Safrilsyah dan Fitriani, 2014). Oleh karena itu, perlu adanya aksi masif dalam upaya penanggulangan iklim ini sehingga masyarakat khususnya anak muda dapat lebih sadar dan dapat memberikan aksi yang positif demi keberlangsungan hidup mereka dan anak cucu mereka di kemudian hari. Urgensi krisis iklim ini adalah sekarang, maka aksi masif ini tidak hanya menjadi upaya para ahli iklim atau sains saja; organisasi berbasi keagamaan dan lintas iman juga sangat perlu untuk masuk dan ikut berkontribusi terhadap penanggulangannya.

Baca juga : https://kabardamai.id/membawa-isu-krisis-iklim-linda-koswara-mendapatkan-beasiswa-short-course-leadership-for-interfaith-women-leaders-dari-australia-awards-indonesia/

Dalam award project Australia Awards yang saya lakukan, saya mengangkat isu iklim ini sebagai agenda prioritas. Bekerja di bawah nama besar ICRP, saya berkolaborasi dengan dua aktivis perempuan masjid Rahmatan Lil Alamin Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Depok. Masjid dipilih secara spesifik dalam project ini dengan tujuan agar dampak yang dihasilkan bisa lebih teramplifikasi, mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Secara bangungan, masjid Rahmatan Lil Alamin sudah memenuhi aturan bangunan ramah lingkungan. Namun demikian, masih ada beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti agar tidak hanya konsep bangunannya saja yang ramah lingkungan, namun juga praktik-praktik yang dilakukan dalam masjid tersebut.

Dimulai awal Mei, dua Focus Group Discussion (FGD) dilakukan dengan dua organisasi berbasis keagamaan asal Muhammadiyah yang sudah lebih dulu melakukan aksi penanggulangan terhadap krisis iklim tersebut: Eco Bhinneka dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Saya dan kedua aktivis perempuan muslim ini belajar tentang dampak kondisi iklim global, praktik baik yang sudah dilaksanakan, cara menumbuhkan kesadaran, peran orang muda untuk turut beperan serta dalam menjaga lingkungan, hingga ke aksi efektif yang dapat diamplifikasi. Project ini membawa dampak yang signifikan, terutama bagi masjid Rahmatan Lil Alamin dan UIII sendiri. Kami menyusun serangkaian rekomendasi untuk diimplementasi oleh pihak yang berwenang di universitas, antara lain:

  1. Mengurangi penggunaan alat makan dan minum plastik di setiap kegiatan masjid dengan cara mendorong para undangan untuk membawa tempat makan dan botol minum sendiri;
  2. Adanya sistem prasmanan di setiap kegiatan masjid; sehingga penggunaan kotak makan sekali pakai yang terbuat dari dus maupun plastik dapat diminimalisir;
  3. Pemanfaatan air wudhu habis pakai agar digunakan kembali untuk, misalnya, menyiram tanaman sekitar masjid dan kampus;
  4. Mendorong para penceramah di masjid untuk terus mengkampanyekan isu krisis iklim dan cara-cara penanggulangannya melalui berbagai topik ceramah dan diskusi religi;
  5. Kampanye kreatif di poster-poster dinding masjid terkait isu krisis iklim dan cara penanggulangannya;
  6. Pengadaan tempat sampah yang memisahkan sampah organik dan anorganik;
  7. Manajemen pengadaan fasilitas terkait ini akan dikolaborasikan dengan Departemen Perencanaan dan Keuangan serta Divisi Urusan Umum di universitas;
  8. Bike for Earth, sebuah project turunan untuk mendorong para mahasiswa UIII untuk bersepeda bersama satu kali seminggu sambil bersih-bersih sekitar lingkungan kampus.

Langkah selanjutnya, rangkaian rekomendasi di atas akan diberikan ke pihak universitas untuk diimplementasi di bawah supervisi kedua aktivis perempuan masjid UIII.

Project tersebut telah selesai dilakukan. Diharapkan dampaknya tidak hanya dirasakan oleh lingkungan UIII saja, namun juga bagi masyarakat yang lebih luas utamanya orang muda. Selain dapat membangun kesadaran, para orang muda seharusnya memahami aksi apa saja yang dapat dilakukan untuk menjaga bumi, dimulai dari hal-hal kecil yang dapat diri sendiri lakukan. Seluruh praktik baik dari project ini juga akan diimplementasi ICRP untuk program susulan yang tentunya menyasar lebih banyak orang muda dengan berbagai latar belakang. Kembali ditekankan bahwa urgensi isu krisis iklim adalah SEKARANG, maka seluruh aksi yang berdampak di atas pun sudah wajib diimplementasi mulai dari SEKARANG.

 

Penulis : Linda Desyana Koswara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *