Kabar Dmai I Selasa, 27 Juli 2021
Ankara I kabardamai.id I Komite Warisan Dunia dari badan kebudayaan PBB, UNESCO, telah meminta Turki untuk menyerahkan laporan pada awal tahun depan tentang status Hagia Sophia. Ini mengungkap keprihatinan besar atas konsekuensi perubahan status Hagia Sophia menjadi masjid.
UNESCO, dalam sebuah pernyataan sebagaimana dilansir Republika Online, mengharapkan Turki untuk menyerahkan laporan tentang kedua gereja pada 1 Februari 2020. UNESCO juga sangat menyesalkan kurangnya dialog dan informasi atas niat pemerintah Turki untuk mengubah status Hagia Sophia dan Chora.
“Keprihatinan besar tentang dampak potensial dari perubahan pada komponen-komponen utama ini pada nilai Universal yang Luar Biasa dari properti dan mendesak Turki untuk terlibat dalam kerja sama dan dialog internasional sebelum perubahan besar lebih lanjut diterapkan di properti tersebut,” kata UNESCO, dilansir dari The Greek Herald, Senin, 26 Juli 2021.
Baca Juga: Jerman Disebut Belum Tangani Islamofobia dengan Baik
Namun Turki menolak kritik badan kebudayaan PBB itu sebagai bias dan politis. Kementerian luar negeri Turki menolak keputusan Komite Warisan Dunia UNESCO tentang situs bersejarah Istanbul yang dipahami didorong oleh motif prasangka, bias, dan politik.
“(Pemerintah Turki) sepenuhnya menyadari hak, hak prerogatif, dan tanggung jawabnya terhadap propertinya di Daftar Warisan Dunia UNESCO,” tambah pernyataan kementerian Turki itu.
Langkah Turki tahun lalu untuk mengubah katedral Hagia Sophia era Bizantium yang dihormati dari museum menjadi masjid memicu kemarahan masyarakat internasional dan menambah ketegangan dengan Yunani. Sebulan kemudian, Ankara memerintahkan gereja Ortodoks kuno lainnya, Juru Selamat Suci di Chora, untuk juga diubah menjadi masjid.
Kecaman oleh UNESCO ini datang satu tahun setelah Hagia Sophia dibuka kembali sebagai masjid. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut struktur abad ke-16 yang ikonik itu sebagai simbol kebangkitan peradaban Turki dan membagikan video sholat Jumat pertama di Hagia Sophia tahun lalu.
Dalam postingannya, Erdogan juga mengatakan bahwa dia berharap azan dan Alquran umat Islam tidak pernah meninggalkan bangunan yang telah diubah itu sampai akhir zaman.
Setahun Kembali Menjadi Masjid
Masjid Agung Hagia Sophia di Istanbul tepat satu tahun ini dibuka lagi sebagai masjid. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan curhat di media sosial.
Melansir detik.com, setahun Masjid Agung Hagia Sophia itu kembali menjadi masjid jatuh pada Sabtu, 24 Juli 2021. Waktu itu, pembukaan ditandai dengan sholat Jumat. Sekitar 2.000 muslim, termasuk Presiden Erdogan, hadir dalam sholat Jumat pertama tersebut.
Dalam sebuah unggahan Twitter dan Instagram-nya, Erdogan mengatakan Hagia Sophia sebagai simbol kebangkitan peradaban Islam.
“Segala puji bagi Allah, yang menunjukkan kepada kita hari ini … Saya berharap suara-suara azan, salawat (doa) dan Al-Qur’an tidak akan hilang dari kubah tempat suci yang agung ini sampai akhir zaman,” kata Erdogan seperti dikutip kantor berita Turki, Anadolu Agency.
Erdogan juga mengunggah video yang menunjukkan momen sholat Jumat pertama di Masjid Agung Hagia Sophia pada 24 Juli tahun lalu.
Hagia Sophia memang mengalami sejumlah perubahan fungsi sejak didirikan. Masjid itu tercatat menjadi gereja selama 916 tahun dan 86 tahun sebagai museum. Tetapi, bangunan itu memang paling lama–antara 1.453 hingga 1.934, hampir 500 tahun-dimanfaatkan sebagai masjid.
Pada tahun 1985, Hagia Sophia dimasukkan ke Daftar Warisan Dunia UNESCO. Hagia Sophia juga menjadi salah satu tujuan wisata utama Turki dan tetap dibuka untuk pengunjung domestik dan asing.
Arti Hagia Sophia
Dalam bahasa Turki, Hagia Sophia disebut Aya Sofya, dan di bahasa Latin: Sancta Sophia. Hagia Sophia juga pernah dikenal sebagai Gereja Kebijaksanaan Suci (Church of the Holy Wisdom) dan Gereja Kebijaksanaan Ilahi (Church of the Divine Wisdom).
Sebagaimana makna kata sophia dalam bahasa Yunani adalah kebijaksanaan, maka arti lengkap dari Hagia Sophia adalah tempat suci bagi Tuhan. Sejak pertama kali didirikan, Hagia Sophia dianggap sebagai lambang ekumenisme.
Ia, melansir tirto.id, adalah gereja besar sebagai simbol kerja sama dan saling-paham antar-kelompok keagamaan, baik itu dalam badan agama sendiri ataupun singgungannya dengan agama lain.
Hal ini dibuktikan dari asal Hagia Sophia sendiri, sebagaimana dilansir dari ensiklopedia Britannica, bahwa bangunan Hagia Sophia pertama kali didirikan di atas pondasi atau tempat kuil pagan pada 325 Masehi, atas perintah Kaisar Konstantinus I.
Kemudian, oleh Konstantius II, Hagia Sophia dijadikan gereja Ortodoks pada tahun 360. Saat itu, ia menjadi gereja tempat para penguasa dimahkotai dan menjadi katedral paling besar yang beroperasi sepanjang periode Kekaisaran Bizantium.
Sekitar satu milenium setelahnya, saat Muhammad Al-Fatih atau Sultan Mehmed II menaklukkan Konstantinopel (sekarang Istanbul), nama Hagia Sophia sendiri tidak diubah. Hal ini dirujuk dari bahasa Yunani, yang maknanya: Hagia Sophia adalah tempat suci bagi Tuhan.
Sultan Mehmed II, saat itu mempertahankan kesucian Hagia Sophia dan hanya mengubah status fungsinya dari gereja menjadi tempat ibadah umat Islam.
Alasannya tertera dalam Hagia Sophia from the Age of Justinian to the Present (1992) yang ditulis Robert Mark dan Ahmet S. Cakmak. Keduanya mengutip Diegesis, saat alih fungsi Hagia Sophia dari gereja ke masjid: “Tuhan yang disembah umat Kristen dan Islam adalah Tuhan yang sama,” (Hlm. 201).
Simbol dan Lambang di Hagia Shopia
Lambang ekumenisme Hagia Sophia bertambah di masa Kesultanan Ottoman ini. Kendati ornamen kekristenan ditutup dan diplester, karena alih fungsinya jadi masjid, Hagia Sophia memperoleh sentuhan arsitektur Islam, mulai dari tambahan menara, mihrab, tempat adzan, serta guratan kaligrafi indah di masanya.
Lantas, saat Mustafa Kemal Ataturk menjadi presiden pertama Turki, pada 1935, Hagia Sophia dikonversi menjadi salah satu museum unik di dunia. Ketika plester penutup dibuka, maka tampaklah lukisan Bunda Maria dan bayi Yesus, yang ternyata berjejer dengan kaligrafi Allah SWT dan Muhammad SAW.
Lantaran lambang dan simbol ekumenis inilah Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis mengutuk keputusan Presiden Erdogan mengenai alih fungsi itu. Menurut Kyriakos Mitsotakis, konversi Hagia Sophia dari museum menjadi masjid merupakan penghinaan terhadap karakter ekumenis Hagia Sophia.
Bantahan atas hal tersebut, Otoritas Keagamaan Turki, Diyanet menyatakan bahwa Hagia Sophia tetap menjadi bagian dari sejarah dunia. Lambang dan ornamen kekristenan masih akan dipertahankan dan Hagia Sophia tetap dibuka untuk wisatawan umum di luar waktu salat.
“Dari perspektif agama untuk Masjid Hagia Sophia, ia boleh terbuka bagi pengunjung di luar waktu sholat,” sebagaimana dikatakan Diyanet, diwartakan dari Arab News. [republika/detik/tirto]
Editor: Ahmad Nurcholish