Toleransi Ala Nabi

Kabar Utama14 Views

Kabar Damai I Rabu, 05 Januari 2022

Jakarta I Kabardamai.id I  Quraish Shihab dalam program Shihab & Shihab menjelaskan bagaimana pemaknaan toleransi yang sebaiknya dilakukan oleh seorang manusia dalam kehidupannya. Ia menyatalan bahwa toleransi itu intinya menghormati pendapat pihak lain, sikap pihak lain, ajaran pihak lain walaupun kita tidak setuju.

Toleransi itu adalah mundur selangkah demi mencapai hubungan harmonis, mundur tetapi tidak mengorbankan prinsip. Menyeleweng dalam tanda petik tapi demi mencapai yang jauh lebih baik dan tidak mengorbankan prinsip.

Ia juga menambahkan bahwa toleransi juga lekat dengan ajaran Islam dan juga prinsip yang sudah ada sejak masa nabi dahulu.

“Nabi seperti itu, bahkan Islam ini beliau namai ah-hanafiyyah al-samhah. Ajaran yang lurus tapi penuh toleransi. Jadi terkadang ada sesuatu yang tidak terlalu lurus menurut keyakinan seseorang tapi sebenarnya itu bisa,” tambahnya.

Ia memberi contih contoh waktu terjadi Nabi bersama sahabat-sahabat beliau, pergi ke Mekkah dari Madinah untuk umrah. Sebelum masuk Mekkah beliau dihadang tidak boleh masuk, tidak boleh pergi umrah maka terjadi dialog untuk perdamaian.

Baca Juga: Memperkuat Altruisme di Era New Normal

Lalu dalam dialog itu disepakatilah perlunya perdamaian misfire selama sepuluh tahun. Tetapi ketika hendak ditulis perjanjian nabi memerintahkan ditulis kata bismillahirahmanirahim, namun ditolak oleh pemimpin kaum musyrik dan disepakati oleh nabi.

Kemudian, nabi mendiktekan lagi tulislah ini perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan tokoh-tokoh dan kaum musyrik tidak mau ditulis Rasulullah yang kemudian dituruti oleh nabi dan diganti dengan Muhammad putra Abdillah.

Sampai ada butir dimana Sayidina Umar sampai sulit untuk menerimanya yang mana butir itu menyatakan bahwa siapa orang dari Mekah yang datang ke Madinah untuk memeluk Islam harus dikembalikan ke Mekah. Siapa orang Islam yang pergi ke Mekkah tidak boleh dikembalikan ke Madinah. Sata Sayidina Umar itu tidak adil namun menurut nabi kita terima itu demi perdamaian.

Indonesia sebagai negara yang besar dan juga beragam melalui para tokoh pendiri bangsa dahulu juga telah menerapkan toleransi yang sama dalam perumusan kebijakan pada masanya.

“Menarik saat kita di Indonesia tokoh-tokoh Islam waktu ditolak oleh sementara masyarakat kita tentang kewajiban syariat Islam bagi pemeluknya yang juga dihapus seperti meneladani. Bagaimana kita bisa mencapai suatu tujuan yang lebih besar, kita bisa untuk memberikan dan bertoleransi. Itu saya kira toleransi yang diajarkan nabi,” jelasnya.

Terakhir, ia menuturkan bahwa bertoleransi sama saja melakukan aksi dan berakhlak luhur.

“Toleransi itu sebenarnya mencerminkan akhlak luhur. Jadi jika kita ingin bertoleransi, kita berdoa menyangkut akhlak luhur,” pungkasnya.

Penulis: Rio Pratama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *