Kabar Damai | Rabu, 10 November 2021
Sumber Jakarta I Kabardamai.id I Belum lupa akan rasa pilu akibat terjadinya peristiwa diskriminasi di Sintang, Kalimantan Barat berupa perusakan masjid dan bangunan yang dimilikinya pada awal September 2021 lalu, kini semakin terasa pilu yang ada karena adanya rencana pembongkaran masjid yang sebelumnya telah dirusak oleh massa tersebut.
Hal tersebut membuat banyak kelompok toleran dan lembaga turut bersuara dan menyampaikan keberatan akan hal tersebut. Satu diantanya Tim Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Melalui petisinya mereka menyatakan keberatan dan menyayangkan tindakan yang terjadi pada JAI Sintang.
“Kami menyayangkan tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sintang dalam memberlakukan tindakan diskriminatif dan merenggut hak atas kebebasan beragama kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI),” tulisnya.
Baca Juga: SETARA Institute: Pemkot Depok Perburuk Diskriminasi Terhadap JAI di Indonesia
Sedikit mengingat peristiwa yang mungkin sudah terlupa diingatan kita bahwa sejak 2005 lalu, telah terjadi rentetan peristiwa persekusi terhadap kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Tindakan tersebut diawali dengan perobohan masjid yang tengah dibangun oleh JAI dan pemukulan terhadap mubaligh yang bertugas saat itu, yaitu Mln. Nandar Hidayat hingga mengalami luka parah.
Tidak berhenti sampai disana, pada 2011, seorang tokoh agama melakukan provokasi melalui dakwahnya di masjid setempat yang berimplikasi pada timbulnya ancaman kepada JAI yang disampaikan melalui Polres setempat agar mubaligh Ahmadiyah meninggalkan Balai Gana. Tahun 2021 menjadi puncak berbagai rentetan peristiwa pelanggaran hak atas kebebasan beragama yang harus diterima oleh JAI Sintang, dimulai dari penerbitan Surat Keputusan Bersama oleh Pemerintah Kabupaten Sintang pada April 2021 lalu yang pada intinya melarang JAI Sintang untuk menyebarluaskan penafsiran atau aliran mereka.
Selanjutnya, pada tanggal 12 Agustus 2021, Aliansi Umat Islam mendeklarasikan penolakan terhadap JAI di Kabupaten Sintang dan mengintimidasi dengan mengatakan bahwa Pemerintah Kabupaten memiliki waktu 3 (tiga) hari untuk melakukan tindakan terhadap JAI. Hal tersebut memicu Pemerintah Kabupaten Sintang untuk mengeluarkan Surat Edaran terkait rencana penyegelan sementara masjid JAI di Balai Gana dengan alasan keamanan pada 14 Agustus 2021 dan berakhir pada adanya penyegelan masjid JAI di Dusun Harapan Jaya, Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang yang dilakukan oleh pejabat dari Kesbangpol Sintang yang dikawal oleh aparat keamanan dan perwakilan dari Aliansi Umat Islam. Tidak hanya berhenti pada tindakan penyegelan, pada tanggal 3 September 2021 lalu sekelompok masyarakat intoleran melakukan perusakan masjid milik JAI.
Belum hilang rasa trauma yang dialami warga Ahmadiyah Sintang akibat penyerangan dan perusakan masjid Miftahul Huda milik Jemaat Ahmadiyah di Desa Balai Harapan lalu, kini mereka harus dihadapkan pada rencana pembongkaran masjid menyusul terbitan surat perintah dari Plt. Bupati Sintang. Di dalam surat tersebut, Bupati meminta Jemaat Ahmadiyah Sintang melakukan pembongkaran tempat ibadahnya dan jika hal itu tidak dilaksanakan maka pembongkaran akan dilakukan oleh Pemkab Sintang.
Tindakan arogan Pemerintah Kabupaten Sintang dalam menyegel dan membiarkan terjadinya perusakan masjid JAI tersebut telah melanggar hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan JAI mengingat JAI merupakan entitas sosial-keagamaan sehingga keberadaannya harus dilindungi dan dihormati serta tidak dapat dikurangi dan/atau dibatasi oleh siapapun serta dalam keadaan apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 E ayat (1) dan (2), Pasal 29 Ayat (1) dan (2), Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD) RI, Pasal 18 ayat (1) dan (2) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Pasal 50 dan Pasal 77 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Warga JAI Sintang harus merasakan kehilangan rasa aman karena berbagai diskriminasi yang dialami. Selain menerapkan tindakan yang merampas hak asasi yaitu hilangnya rasa aman, tindakan Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang tersebut juga melampaui kewenangannya mengingat berdasarkan Pasal 10 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang tidak berwenang dalam menerbitkan SKB yang berkaitan dengan urusan keagamaan karena merupakan kewenangan absolut pemerintah pusat.
JAI Sintang bukan satu-satunya korban dari perenggutan hak atas kebebasan beragama di Indonesia. Tindakan demikian seharusnya tidak boleh lagi berlanjut atau bahkan mendapatkan toleransi karena hanya akan menunjukan bahwa perlindungan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia hanya berupa cangkang kosong yang tidak dapat dijadikan payung keadilan dan memberikan rasa aman bagi masyarakat dalam memeluk agamanya.
Maka, atas hal tersebut kami mendorong Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang dan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan barat untuk segera membatalkan rencana pembongkaran Masjid JAI oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang, serta menjamin tidak terulangnya pelanggaran serupa serta memberikan kepastian hukum melalui akses kebenaran, keadilan, dan pemulihan bagi korban pelanggaran.
Penulis: Rio Pratama