Thina-Middha

Mimbar Agama387 Views

Oleh: Buddha Wacana

Yo ca vassasataṁ jīve, kusīto hīnavīriyo, ekāhaṁ jīvitaṁ seyyo, vīriyaṁ ārabhato daḷhaṁ. Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi malas dan tidak bersemangat, maka sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang berjuang dengan penuh semangat. (Dhammapada, Syair 112)

Ciri khas dari kehidupan spiritual beragama Buddha dan merupakan praktik keagamaan yang tidak pernah ditinggalkan adalah meditasi atau bhavana. Meditasi sebenarnya dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Namun demikian, lebih banyak umat Buddha yang tidak melakukannya, bahkan saat mereka sedang melaksanakan pujabakti di mana dalam praktik ritual tersebut selalu ada sesi meditasi.

Beberapa justru terlihat bersandar di dinding, bahkan mengantuk dan tertidur saat meditasi atau saat mendengarkan ceramah dhamma. Fenomena tersebut disebabkan karena kemalasan (thina) dan kelambanan (middha). Mereka hanya setengah hati, kehilangan gairah dalam melaksanakan meditasi dan biasanya cenderung ingin mengakhiri meditasi dengan segera.

Thina-Middha merupakan satu dari lima halangan (pañca nivarana) yang diutarakan Buddha dalam praktik meditasi. Kelima halangan tersebut yakni: nafsu-indriawi (kamacchanda), kehendak-jahat (byapada), kelambanan dan kemalasan (thina middha), keresahan dan kekhawatiran (uddhacca kukkucca), dan keraguan (vicikiccha).

Baca Juga: Pendidikan Humanistik dalam Agama Khonghucu

Thina sebagai keadaan batin yang lemah dan middha sebagai corak batin yang tidak sehat, bukan merupakan kelelahan jasmani. Kedua hal itu merupakan faktor mental yang timbul apabila seseorang selalu mengalah dan mengikuti rasa malas, rasa lelah, dan mengantuk. Kelambanan dan kemalasan (thina middha) tidak dapat diatasi hanya dengan beristirahat sebagaimana dilakukan untuk memulihkan tubuh yang kelelahan karena olah raga atau bekerja. Karena itu diperlukan latihan dan kedisiplinan untuk melawan rasa malas, rasa lelah, dan mengantuk tersebut. Melalui viriya atau semangat batinlah seseorang dapat mengatasi kedua kondisi yang buruk itu.

Dalam kondisi kekinian, seseorang yang malas dan tidak memiliki keinginan untuk bekerja dapat dikatakan berada di bawah pengaruh thina-middha. Terlebih-lebih dalam menyikapi masa PPKM saat ini, di mana seseorang harus bekerja dari rumah (Work from Home). Demikian pula bagi mereka yang pernah terinfeksi Covid-19, langsung atau tidak langsung sangat berpengaruh terhadap kesamaptaan tubuh dan semangat untuk beraktifitas kembali seperti semula. Pemulihan akan berlangsung lama, bahkan mungkin bertahun-tahun.

Namun, kita tidak boleh kehilangan gairah, menjadi lamban dan malas melakukan aktifitas apapun. Sebagaimana Buddha memberi petuah kepada Moggallana saat Mogallana mengantuk, untuk selalu fokus pada perhatian terhadap pikiran malas yang menimpanya dan tidak tinggal-berdiam dengan pikiran malas itu.

Marilah kita atasi kelambanan dan kemalasan yang muncul dalam diri dengan kekuatan semangat agar kebajikan yang kita lakukan tidak berkurang nilainya. Kebajikan yang dilakukan tepat pada waktunya dan terhindar dari kelambanan atau kemalasan akan membawa manfaat bagi kemajuan batin.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *