Tak Seperti Hijrah yang Kubayangkan

Oleh Muhammad Raihan

“Semoga tidak ada lagi anak-anak muda yang gampang termakan propaganda suatu kelompok yang selalu menjanjikan Khilafah. Ada baiknya kita kritis dalam menanggapinya karena pengalaman pribadi saya yang tak kritis, jadilah saya terjerumus ke dalam ajaran yang salah”

Salam kenal dariku, Raihan. Ingin berbagi cerita kepada orang lain, karena mungkin sebagian dari kita tidak ada yang mengalaminya dan semoga jangan ada yang mengalaminya lagi. Saya adalah mantan seorang simpatisan sebuah kelompok  radikal yang menjuluki dirinya sebagai Khilafah Islamiyah atau Daulah Islamiyah. Saya dan keluarga bahkan sudah sampai pergi berhijrah dari Indonesia menuju ISIS (Islamic State of Irak and Syria) di Suriah tahun 2015 dan pulang tahun 2017.

Awalnya saya belajar normal seperti kebanyakan orang, tentang sholat, puasa, kisah-kisah Nabi dan Rasul, dll. Tapi lama kelamaan seiring berjalan waktu mulai pelan-pelan belajar Hijrah dan Jihad. Definisi Hijrah adalah berpindah dari suatu yang bathil atau salah, kepada sesuatu yang baik. Itu yang saya pahami dulu, dan Hijrah yang paling besar adalah pindah tempat, dari tempat yang bathil kepada tempat yang baik. Timbul pertanyaan memangnya Indonesia dalam pandangan saya bathil atau salah? Kalau dulu sebelum berangkat ke ISIS, ya memang dalam pandangan saya Indonesia adalah negeri Thagut. Karena bagi saya dulu, Indonesia tidak menjalankan syariat Allah, tapi menjalankan hukum buatan manusia.

Ya, itu karena ajaran dari orang tua. Tapi tidak sepenuhnya juga salah orang tua, karena juga saya cukup yakin pada saat itu, walaupun masih tetap ada keraguan dalam hati saya, apakah benar seperti yang dijanjikan?

Kehidupan Sebelum Berhijrah

Saya menempuh pendidikan formal hanya Sekolah Dasar (SD), selanjutnya Homeschooling, karena dulu orang tua saya menghindari upacara hormat bendera, sehingga ketika saya baru masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), saya diHomeschoolingkan. Saat Homeschooling-pun hanya awalan saja, semakin lama tidak belajar sama sekali hanya belajar agama saja.

Propaganda ISIS pada saat itu sangat massive di Media Sosial, belum seketat sekarang. Kenapa bisa dikatakan belum seketat sekarang? Percaya gak percaya keluarga saya dapat kontak orang ISIS dari Media Sosial. Benarbenar
belum seketat sekarang. Bersyukur saat ini sudah sangat ketat, jadi semoga tidak ada lagi anak-anak muda seperti saya yang mudah termakan propaganda dari mereka yang memperjuangkan Khilafah.

Dalam propagandanya ISIS selalu mengklaim diri mereka sebagai Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah (Khilafah yang berpedoman Manhaj Nabi).

Pimpinannya pada saat itu Abu Bakr al-Baghdadi, mengajak kepada seluruh kaum Muslimin untuk berhijrah ke negeri mereka. Karena setelah ISIS mendeklarasikan kekhilafahan mereka, mereka menjudge semua negeri adalah kafir. ISIS melalui propagandanya yang massive pada saat itu dan aksinya yang kejam membuat dunia terpaku padanya. Saya selalu nonton video-video ISIS ketika mereka update video terbaru mereka melalui websitenya. Mulai dari video ‘kehidupan indah di bawah naungan Daulah’ sampai video eksekusi dan bom bunuh diri.

Dalam propagandanya ISIS selalu menunjukkan kehidupan yang indah dalam naungannya, dan selalu menjanjikan kebaikan karena Syam adalah negeri yang dijanjikan. Mulai dari semua fasilitas gratis, seperti rumah, sekolah, biaya rumah sakit, transportasi, bahkan sampai ada kulkas dipinggir jalan, orang bebas ngambil sesukanya saking melimpahnya rezeki di tanah Daulah Islamiyah, sungguh menarik memang propagandanya. Satu sisi dapat rahmat karena berhijrah, dan satu sisi dapat nikmat kehidupan dunia. Pikir saya waktu itu.

Berangkat dan Bergabung ISIS

Pada bulan Agustus 2015, kami berangkat dari Indonesia menuju Turki. Kami jalan-jalan seperti orang liburan lainnya, sambil kami pelan-pelan mengarah ke perbatasan Turki-Suriah. Saya dan keluarga menyeberang melalui Kilis, nama sebuah kota di Turki. Kami menyeberangi perbatasan, saat malam hari dengan berjalan kaki melalui ladang-ladang. Seinget saya kurang lebih berjalan kaki 3 jam.

Setelah berhasil masuk wilayah ISIS, saya pribadi sangat senang. Karena, saya telah berhijrah seperti pada zaman Rasulullah dulu. Setelah sampai di ISIS, paspor, Kartu Tanda Penduduk (KTP), telepon selular, dan barang elektronik lainnya disita. Setelah kami didata, kami dibawa ke kota Raqqa, ibu kota ISIS. Karena ternyata laki-laki dan perempuan dipisahkan tempatnya. Saya bersama keluarga saya yang laki-laki dan keluarga saya yang perempuan dengan perempuan lainnya dari negara-negara lain. Yang katanya ketika bangun tidur sudah berlomba-lomba berbuat kebaikan, ternyata tidak seperti itu juga. Yang katanya kebersihan sebagian dari iman, malah kebanyakan tidak seperti itu, ini baru hal kecil.

Baca Juga: 100 Tahun Nahdlatul Ulama Membangun Bangsa

Saya waktu itu memaklumi karena mungkin hanya segelintir orang. Saya di tempat penampungan laki-laki kurang lebih 1 bulan. Setelah itu kami (semua muhajir laki-laki) dibawa ke suatu tempat dimana kita belajar agama versi ISIS. Apa aja yang diajarkan? Yang paling saya ingat adalah meraka merasa umat terpilih. Jadi mereka menanamkan kepada para muhajir bahwa kita adalah umat pilihan, dan semua negara itu kafir. Hanya kita yang sah. Semua penduduk negara lain halal darahnya. Selain itu, dibangkitkan semangatnya dengan diceritakan pengalaman ‘ajaib’ para mujahidin ISIS di medan pertempuran.

Misal pernah diceritakan pasukan musuh dipukul mundur, karena ditembak berkali-kali tapi tidak tahu siapa yang menembak. Seperti itu contohnya. Yang paling sering disampaikan adalah mati syahid mendapatkan 72 bidadari di Surga nanti.

Setelah sampai ISIS ternyata tidak sesuai dengan yang selalu mereka sampaikan dalam propagandanya, semua gratis, semua terjamin. Kita akan mendapatkan fasilitas itu semua jika kita menjadi petempur atau kombatan.

Karena saya dan keluarga niatnya pergi untuk berhijrah, kami tidak pernah terpikirkan untuk berperang. Karena ketika dulu dipropaganda bahwa kita bisa menjadi apapun yang kita mau ketika sudah sampai di ISIS, tidak wajib menjadi petempur. Jika kita memilih untuk tidak berperang, maka tidak mendapatkan apa-apa. Berbeda dengan apa yang mereka sampaikan bahwa kita berhijrah saja pun tetap akan mendapat semuanya.

Banyak hal lain yang tidak sesuai dengan apa yang mereka sampaikan pada propaganda mereka di Media Sosial. Bahkan yang saya kira mereka meng-eksekusi orang adalah orang kafir alias orang di luar Islam tapi ternyata banyak juga orang Muslim yang mereka bunuh hanya karena mereka tidak mau menuruti ISIS dan dicurigai sebagai mata-mata.

Memutuskan Pulang ke Indonesia

Banyak ketidak-adilan antara rakyat sipil dengan para kombatan ISIS. Rakyat sipil di sana sangat dinomor duakan. Prioritasnya adalah orang ISIS. Mulai dari sekolah, rakyat sipil tidak boleh sekolah. Yang boleh sekolah adalah anak-anak dari para kombatan ISIS.

Bahkan terkadang mereka (ISIS) mempertontonkan mayat orang ‘yang katanya adalah mata-mata’ kepada khalayak umum, untuk memberikan rasa takut kepada orang-orang untuk tidak macam-macam kepada ISIS. Masih banyak lagi, hingga akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Kami membulatkan tekad untuk kembali karena ternyata tidak seindah yang mereka gambarkan dalam propaganda mereka. Dalam mencari jalan pulang ke Tanah Air kurang lebih memakan waktu 1 tahun lebih, karena kami susah mencari orang jujur yang mau membantu kami untuk keluar dari ISIS.

Yang membuat sulit adalah adanya ancaman, “barangsiapa yang keluar dari negeri Daulah dan yang membantu keluar, halal darahnya”. Itu juga faktor yang membuat kami sangat lama mencari jalan keluar dari ISIS. Akhirnya pada Juni 2017 kami berhasil keluar dari wilayah ISIS dengan menyerahkan diri kepada SDF (Syirian Democratic Forces). Kami ditahan selama 2 bulan di SDF. Laki-laki dipenjara dan perempuan dipengungsian ‘Ain ‘Isa di bawah Kurdi. Setelah 2 bulan akhirnya kami dijemput oleh Pemerintah Indonesia, dan dibawa pulang ke Tanah Air pada bulan Agustus 2017.

Refleksi Diri

Saya merasa waktu saya di ISIS, saya menjadi paham apa yang Allah maksud di dalam Al-Qur’an, tentang “berbangsabangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” Al-Hujurat ayat 13. Bahwa memang perbedaan itu sengaja diciptakan agar kita saling mengenal dan bisa saling menghargai satu sama lain. Bukan malah merasa diri yang paling baik dan pemahaman yang paling benar.

Harapan saya semoga tidak ada lagi anak-anak muda yang gampang termakan propaganda suatu kelompok yang selalu menjanjikan Khilafah, Khilafah dan Khilafah. Ada baiknya kita kritis dalam menanggapinya karena pengalaman pribadi saya tidak kritis. Jadilah saya terjerumus ke dalam ajaran yang salah.

Segala sesuatu yang baik datangnya dari Tuhan dan sesuatu yang tidak baik datangnya dari diri saya sendiri. Allaahu a’lam.

 

Penulis: Muhammad Raihan
Peserta SKPLA Angkatan 1, Pernah “Hijrah” ke Afganistan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *