Tabayun dalam Menghapus Stigma Ekstrimis Perempuan Berhijab

Kabar Utama44 Views

Kabar Damai | Kamis, 28 April 2022

Jakarta I Kabardamai.id I Perempuan bercadar kerap mendapatkan stigma sebagai ekstrimis. Karenanya, upaya untuk menghapus stigma tersebut terus dilakukan agar terjadi penerimaan.

Ainun Jamilah, founder @cadargarislucu dalam program Ngaji Ramadan kanal GUSDURian TV menceritakan pengalamannya dalam saling tabayun dan saling menerima satu sama lain antara dirinya yang bercadar dan perbedaan-perbedaan yang ia temui dalam masyarakat.

Ia menuturkan, perempuan bercadar di Indonesia masih kurang mendapatkan tempat dimasyarakat, terlebih dengan banyaknya kasus yang terjadi baik itu serangan bom, kelompok-kelompok ekstrimis, teroris hinggga radikal yang beberapa darinya bercadar lalu dijadikan sebagai generalisir terhadap perempuan bercadar bahwa semua perempuan bercadar sudah pasti terlibat dalam kelompok ekstrim, eksklusif dan sebagainya.

Selama Ainun bercadar sejak pertengahan 2015 hingga saat ini mengaku tidak pernah terbebas dari stigma masyarakat terkait cadar.

‘Saya salah satu perempuan bercadar yang sangat sering mendapatkan stigma-stigma seperti itu mulai dicap dari salah satu dari kelompok teroris, kemudian dicurigai ketika terjadi serangan dan bom bunuh diri dan sebagainya,” tuturnya.

Ia menambahkan bahwa ia tidak memungkiri dan menyangkal bahwa para pelaku ekstrimis bercadar memang saudara secara muslim, suadara seiman namun secara pilihan terdapat sesuatu yang yang berbeda.

“Walaupun kami sama-sama bercadar dan kami sama-sama perempuan, tetapi tentu dalam memahami agama dan bertindak mengaplikasikan dari apa yang kami pelajari dari ajaran agama tentu berbeda,” tambahnya.

Lebih jauh, menurut Ainun yang membedakan sesama perempuan bercadar ialah ketika bertindak, dalam berfikir dan juga dalam berargumentasi.

Baca Juga: Spirit Moderasi Beragama untuk Penguatan Demokrasi Indonesia

Sejak bercadar, Ainun senantiasa belajar dalam melihat realitas masyarakat. Kadangkala, perempuan bercadar kerap menyangka bahwa dirinya tidak diterima dalam masyarakat dan dikucilkan.

Namun, sepanjang pengalaman Ainun ia merasa bukan masyarakat yang menolaknya, walaupun terjadi sebagian kelompok memiliki stigma dan kemudian menolak simbol cadar dalam kehidupannya. Ainun justru mendapatkan pengalaman yang berbeda, dengan tidak melihat model pakaian dan keyakinan justru membuatnya lebih diterima dalam masyarakat.

“Saya punya anggapan hari ini bahwa bukan masyarakat yang menolak keberadaa  saya, pakaian saya tapi saya yang masih sulit menerima perbedaan itu,” terangnya.

Darisana, ia semakin menerima perbedaan dan mampu memahami perbedaan yang ada lalu merayakan perbedaan tersebut maka lingkungan juga dengan terbuka menerimanya. Ia dapat membuktikan dengan berbagai hal yang dilakukan dalam organisasinya dan belajar serta mendapatkan pengalaman yang berharga.

Pada usia tujuh tahunnya bercadar, Ainun merasa sangat berbahagia dan suka cita karena dengan  cadar ia mendapatkan banyak pembelajaran dimana ia berada dalam posisi yang didiskriminasi kemudian tidak membuatnya berkecil hati namun kemudian membuatnya belajar untuk tumbuh dan menyampaikan kepada masyarakat bahwa tidak semua perempuan bercadar terlibat dalam tindakan terorisme dan memiliki pandangan buruk pada negara ini.

Ada banyak perempuan bercadar yang begitu cinta pada negara, cinta pada Indonesia dan ingin melihat Indonesia tumbuh dengan peran yang ada dan kemudian harmonis satu sama lain.

Penulis: Rio Pratama

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *