Sekolah Humanitas sebagai Bekal Kader Muhammadiyah yang Toleran

Opini65 Views

Oleh: Kenneth Sulthon Alafi Al-Hallaj

Sekolah humanitas merupakan gagasan yang muncul dari penulis dan telah diterapkan dalam kaderisasi pada salah satu organisasi otonom Muhammadiyah yaitu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Sekolah humanitas ini muncul dan berangkat dari nilai-nilai kemanusiaan, sehingga dalam kegiatan sekolah humanitas ini penuh dengan materi-materi yang syarat akan nilai-nilai kemanusiaan.

Seperti yang telah dijelaskan pada awal paragraf di atas, sekolah humanitas ini telah dilaksanakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai salah satu implementasi dari ideologi IMM tiga kompetensi dasar yaitu Religiusitas, Intelektualitas, dan Humanitas.

Humanitas menjadi hal yang dijunjung tinggi dalam IMM sebagai implementasi nilai-nilai dasar kemanusiaan.

Materi yang disuguhkan dalam kegiatan tersebut tidak lain merujuk pada berbagai materi humanitas yang ditekankan dalam Muhammadiyah.

Beberapa materi diantaranya adalah Tauhid Sosial, Teologi Al-Ma’un, Integrasi Interkoneksi, dan fungsi Mahasiswa dalam masyarakat.

Keempat materi tersebut disampaikan oleh pemateri kemudian dilanjutkan dengan Forum Group Discussion (FGD) untuk memperdalam pemahaman kader atau peserta dalam memahami materi-materi yang telah disampaikan.

Baca Juga: Peace Education Sebagai Upaya Menciptakan Generasi yang Inklusif dan Humanis

Untuk materi pertama yaitu materi Tauhid Sosial menjadi materi dasar sebelum menerima materi selanjutnya.

Tauhid sosial sudah menjadi hal yang umum dalam kalangan Muhammadiyah, dalam tauhid sosial kader diajarkan bagaimana ketika muslim bertauhid maka seharusnya muslim tersebut dapat menghadirkan Allah kepada setiap manusia yang ada di sekitar.

Muslim yang bertauhid secara tidak langsung telah menjadi khalifatullah (wakil Allah) di dunia, sehingga Allah tidak mungkin langsung memberikan pertolongan secara langsung, akan tetapi melalui perantara Khalifah-nya yang ada di dunia. Hal ini berkaitan dengan materi kedua yaitu Teologi Al-Ma’un.

Seperti yang sudah khalayak umum ketahui, K.H. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah mendirikan persyarikatan Muhammadiyah dengan salah satu dasarnya yaitu surat Al-Ma’un.

Surat Al-Ma’un yang isinya syarat akan nilai-nilai kemanusiaan diantaranya yang terpenting adalah menolong orang-orang kurang mampu, dan anak yatim menjadi hal yang penting diajarkan pada kader Muhammadiyah.

Seperti yang pernah ditulis oleh Ir. Soekarno “Tuhan Bersemayam di Gubuknya si Miskin”, orang tidak akan bisa mengabdi kepada Tuhan apabila manusia tidak mengabdi kepada sesama manusia. Hal tersebut berkesinambungan dengan materi pertama, sebagai wakil Allah maka manusia harus menolong ciptaan Allah lainnya, tanpa memandang golongan.

Dalam surat Al-Ma’un pun tidak disebutkan harus menolong sesama muslim, akan tetapi sesama manusia, sehingga teologi Al-Ma’un sangat relevan dengan internalisasi nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi.

Materi ketiga yaitu integrasi interkoneksi, teori ini dikemukakan oleh Amin Abdullah. Integrasi interkoneksi merupakan sebuah paradigma yang menjelaskan bahwasanya ayat atau wahyu itu saling terintegrasi dan terkoneksi dengan sains, sehingga tidak ada pertentangan antara keduanya.

Hal ini sangat penting diberikan, karena memang banyak terjadi tindakan intoleran yang mengatasnamakan agama, dan orang-orang seperti ini cenderung menolak keberadaan sains dan menganggap bahwa agama dan sains adalah dua hal yang berbeda dan tidak saling terkoneksi. Maka dari itu materi ini penting untuk disampaikan demi terbentuknya kader yang open minded dan toleran.

Fungsi mahasiswa dalam masyarakat menjadi materi terakhir yang disampaikan. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus paham akan hal ini. Sebagai mahasiswa, kader IMM harus memahami dua fungsi utama mahasiswa yaitu agent of change dan agent of social control.

Sebagai agent of change maka mahasiswa harus melakukan perubahan mindset dan kebiasaan dari masyarakat, sebagai contoh yang sesuai dengan tema adalah bagaimana mengubah mindset masyarakat kearah masyarakat yang humanis dan penuh dengan toleransi.

Ketika hal tersebut sudah diubah, maka hal yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah fungsi kedua yaitu kontrol sosial. Maka ketika kedua fungsi tersebut dijalankan sebagaimana mestinya dengan tetap memegang teguh tujuan awal yaitu nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi, maka tujuan tersebut akan terealisasi dengan baik.

Sekolah humanitas ini sebagai bekal kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah khususnya fakultas Ushuluddin dan Filsafat UINSA sebelum terjun ke masyarakat.

Pasalnya setelah agenda sekolah humanitas ini kader diajak untuk mendirikan kampung binaan di daerah Kenjeran yang bertepatan di daerah Pogot.

Pemberdayaan tersebut akan terealisasi dengan baik ketika nilai-nilai yang ada pada tiap poin materi di atas dipahami oleh kader dengan baik, maka goals yang harus dicapai berupa toleransi dan tolong-menolong sesama manusia tersebut dapat terwujud dengan sempurna.

Kenneth Sulthon Alafi Al-Hallaj, Mahasiswi Studi Agama-Agama UIN Sunan Ampel Surabaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *