RUU Sisdiknas Perlu Partisipasi Bermakna dan Akomodasi Keragaman Agama atau Kepercayaan

Kabar Damai | Kamis, 14 Oktober 2022

Jakarta | kabardamai.id | Badan Legislasi (Baleg) DPR tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (RUU Sisdiknas) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2022.
Meskipun tidak masuk Prolegnas Prioritas Perubahan tahun ini, RUU Sisdiknas berpeluang
diajukan kembali di tahun mendatang.

Sejumlah organisasi dan tokoh masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli
Pendidikan Keragaman mengapresiasi Baleg DPR RI yang telah mendengarkan aspirasi
masyarakat untuk menunda pembahasan RUU Sisdiknas dalam Prolegnas Prioritas Perubahan
2022.

Selain apresiasi tersebut, aliansi juga memberikan catatan penting sebagai berikut:

1. UU Sisdiknas merupakan regulasi yang melandasi kebijakan pendidikan di Indonesia.
Karena itu, seluruh penyusunannya – mulai dari kajian kekurangan, kelebihan UU
Sisdiknas dan regulasi sebelumnya – sampai pelaksanaannya, harus sungguh-sungguh
membuka partisipasi publik yang bermakna, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi No.
91/PUU-XVIII/2020 (hal. 393). Putusan itu menegaskan bahwa partisipasi masyarakat
yang lebih bermakna memenuhi tiga prasyarat, yaitu: pertama, hak untuk didengarkan
pendapatnya (right to be heard); kedua, hak untuk dapat dipertimbangkan pendapatnya
(right to be considered); dan ketiga, hak untuk mendapat penjelasan atau jawaban atas
pendapat yang diberikan (right to be explained). Partisipasi publik tersebut terutama
diperuntukkan bagi kelompok masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki
perhatian (concern) terhadap rancangan undang-undang yang sedang dibahas.

2. Pemerintah perlu membuka partisipasi publik yang lebih luas, bermakna, dan dialogis,
tidak hanya meminta masukan publik secara elektronik di situs web, secara satu arah.
Pemerintah sebaiknya tidak sekadar merapikan naskah RUU Sisdiknas, namun
memberikan akses publik terhadap draft resmi yang rapi, jelas versi dan tim
penyusunnya. Serta menjamin keterlibatan beragam pemangku kepentingan pendidikan
dalam tim kerja penyusunan RUU Sisdiknas, mulai dari penyusunan naskah akademik.
Penyusunan naskah akademik mestinya menangkap pandangan dari beragam kalangan.
Naskah akademik harus logis berdasar telaah kekurangan dan kelebihan UU Sisdiknas,
strategi, dan implementasinya. Naskah akademik yang mengulas pijakan berpikir,
tantangan pendidikan, dan mempertimbangkan realitas Indonesia merupakan modal
penyusunan RUU.

Baca juga : Keselamatan dalam Dhamma

3. Aliansi secara khusus memberi perhatian pada pasal-pasal mengenai tujuan, fungsi, dan
prinsip penyelenggaraan pendidikan dalam UU Sisdiknas. Latar belakang rumusan ketiga
hal ini perlu dikaji secara serius dan tidak menimbulkan bias. Selanjutnya, perlu
memastikan tujuan, fungsi dan prinsip termanifestasi dalam pasal-pasal lain yang ada
dalam UU Sisdiknas maupun dalam praktik penyelenggaraan pendidikan. Secara
substantif tujuan, fungsi, dan prinsip penyelenggaraan pendidikan di RUU Sisdiknas
semakin kompleks, namun belum menunjukkan perbaikan bermakna.

4. RUU Sisdiknas belum memberikan solusi dan kepastian terkait hak pendidikan agama
atau kepercayaan yang non-diskriminatif. Termasuk hak pendidikan agama atau
kepercayaan di luar Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha dan Konghucu. Aliansi
berpendapat pendidikan agama atau kepercayaan harus dilaksanakan secara
demokratis, berkeadilan dan non-diskriminatif.

5. RUU Sisdiknas perlu memberikan perhatian khusus untuk menjawab tantangan
keragaman di dunia pendidikan. Persoalan intoleransi dan diskriminasi berdasarkan
agama dan kepercayaan masih sering terjadi di dunia pendidikan. Pemerintah juga
menyatakan bahwa kekerasan seksual, perundungan dan intoleransi merupakan
persoalan serius. Naskah RUU Sisdiknas belum menjawab hal ini.

Dari catatan di atas, maka pemerintah dan DPR harus memberikan perhatian serius terhadap
isu-isu keragaman dalam revisi UU Sisdiknas. Membuka ruang partisipasi bermakna kepada
masyarakat terdampak dalam proses penyusunannya.

Demikian pernyataan ini kami buat dengan keyakinan bahwa kita sama-sama menginginkan
pendidikan Indonesia yang memerdekakan dan memanusiakan, dengan menjunjung keragaman,
kebangsaan, dan kemanusiaan.
Kami yang menyatakan sikap:
1. Yayasan Cahaya Guru (YCG)
2. Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK)
3. IMPARSIAL
4. Abdani Solihin (LK3 Banjarmasin)
5. Ahmad Baidhowi AR (Yayasan Sukma – Jakarta)
6. Ahmad Nurcholish (Indonesian Conference on Religion and Peace)
7. Anggi Afriansyah (LIPI)
8. Baihajar Tualeka (Yayasan LAPPAN Maluku)
9. Dhitta Puti Sarasvati R. (Akademisi)
10. Doni Koesoema A. (Pemerhati Pendidikan)
11. Elga Sarapung (Institut DIAN/Interfidei)
12. Febi Yonesta (Pengacara KBB)
13. Franky Tampubolon (Indonesian Conference on Religion and Peace)
14. Husni Mubarok (Akademisi)
15. Ibe Karyanto (Sanggar Anak Akar)
16. Ifa H. Misbach (Psikolog)
17. Indra Charismiadji (Vox Populi Institute Indonesia)
18. Iwan Pranoto (Akademisi)
19. Ismail Hasani (Setara Institute)
20. Iva Hasanah (KPS2K Jawa Timur)
21. Jo Priastana (Akademisi Buddhis)
22. Juwita Jatikusumah Putri (AKUR Sunda Wiwitan)
23. Lilik Indrawati (Sekolah Perempuan Jawa Timur)
24. Listia Suprobo (Pappirus)
25. Mayling Oey (Akademisi)
26. Maria Hartiningsih (Penulis, Jurnalis, Penekun Ajaran Leluhur)
27. Misiyah (Institut KAPAL Perempuan)
28. Myra Diarsi (Psikolog)
29. Muhamad Isnur (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia)
30. Nia Sjarifudin, Seknas Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI)
31. Pipit Aidul Fitriyana (MAARIF Institute)
32. Ratna Saptari (Akademisi)
33. Rose Merry (YKPI)
34. Samsul Maarif (CRCS UGM)
35. Sulistyowati Irianto (Akademisi)
36. Suraji (Jaringan Gusdurian)
37. Susilo Adinegoro ( Pergerakan Pendidikan Nusantara)
38. Tri Noviana (Yayasan LKiS)
Narahubung:
Muhammad Mukhlisin 085711086857 (Hanya WA) / klisin1@gmail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *