Kabar Damai | Selasa, 15 November 2022
Biak | kabardamai.id | Romo Johannes Hariyanto, Sekertaris Umum ICRP dalam menghadiri Forum Religion of Twenty (R20) di Bali pada 2-3 November 2022, dihadiri 400 pemuka agama dari seleruh dunia.
R20 ini menjadi gerakan secara internasional dan melibatkan semua komponen agama dari seluruh dunia, untuk merumuskan langkah bersama untuk menjadikan agama sebagai solusi dari permasalahan dunia.
Agama adalah part of the solution.
Sejak perang dunia kedua, dunia mengalami keterbukaan yang ebgitu hebat diiringi dengan tingginya mobilisasi dan lahirnya banyak negara modern. Di tengah keterbukaan ini, sebagai citizen world, yang menjadi persoalan bersama kita hari ini adalah benturan yang terjadi akibat agama.
Romo Hari menjelaskan bahwa benturan ini semakin diperkuat dengan adanya legitimasi dari praktik agama sehingga tidak adanya batasan antara agama dan negara.
Pandangan ini melahirkan satu trend baru di kalangan anak muda yang melihat agama sebagai beban. Praktik agama melahirkan banyak gerakan politik identitas seiring jaman. Tidak hanya itu, hampir sleuruh negara sekuler di dunia kini juga mengalami fenomena politik identitas yang erat kaitannya dengan negara.
Romo hari menyampaikan, politik identitas ini menimbulkan kerusakan yang lebih dalam dari sekedar konflik fisik. “Hampir seluruh dunia bahkan negara yang cukup sekuler juga merasakan politik identitas, menimbulkan kerusakan yang lebih dalam dari sekedar konflik fisik”, jelasnya.
Situasi demikian semakin disadari oleh banyak pemimpin dunia juga pemuka agama, Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Tayeb pada tahun 2019 lalu menandatangani dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama. Ini menjadi sebuah awalan yang baik dalam peran pemuka agama menjadikan agama sebagai instrumen perdamaian.
“Dalam kesepakatan Abu Dhabi, logika berfikir kita dibalik, agama yang selama ini dianggap sebagai sumber permasalahan menjadi sebuah instrumen perdamaian” jelas Romo Hari. R20 ada untuk merumuskan masalah dan langkah langkah, menjadi part of the solution.
Mengapa Indonesia memulai R20
R20 diinisiasi Nahdatul Ulama (NU) bersama Liga Muslim Dunia atau Muslim World League (MWL), guna membahas berbagai konflik berbasis agama harus berakhir dan agama menjadi solusi bagi krisis global.
Romo Hari melihat hal ini terjadi karena NU merupakan organisasi Islam yang sangat terbuka terhadap perbedaan kultural. Dalam konteks Indonesia, negara kita adalah contoh yang bisa disampaikan kepada dunia.
Selain itu, NU saat ini sedang fokus pada pembaharuan fikih sosial untuk diterjemahkan sesuai dengan konteks masyarakat hari ini. Fikih sosial yang mencari titik temu agama dalam sisi kemanusiaan bukan hanya fokus pada dogma agama saja.
Indonesia aadalah contoh bagi dunia. Romo Hari mengatakan bahwa Indonesia mampu mengatasi perbedaan kulturalnya dengan budaya menghargai dan menerima perbedaan itu, seperti dalam semboyan bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika“, yang artinya “Berbeda-beda namun tetap satu”.
Kunci dari R20 respect and acceptance karena adanya perbedaan, perlunya menghargai.
- Tataran praktikal (to know each ather)
- Tataran konseptual(fokus pada ajaran agama tentang ungkapan perdamaian)
- Dialog tataran sosial ini harus masuk pada value. Contoh sederhana adalah ketika ada transaksi, yang penting adalah trust dan deal.
Komitmen ICRP sebelum dan sesudah R20
Sejak lebih dari 20 tahun berdiri, ICRP memegang teguh komitmennya dalam membangun perdamaian di negeri bangsa ini. ICRP menemukan titik persoalan agama terdapat pada value agama tersebut. Perjumpaan dan ruang dialog yang terjadi pada tataran sosial masyarakat menjadi titik temu bangsa ini menjadi negara bangsa.
Tantangan setelah R20
Romo Hari khawatir jika R20 dilakukan secara ceremonial saja dan akan diulangi pada tahun depan di India, ada bahaya akan terjadi repetisi. “Karena yang diundang adalah prominance people“, lanjutnya.
Tantangannya bagaimana langkah ini akan menjadi satu gerakan awal apa yang akan kita lakukan kedepannya. “Saya berharap kita bertemu lagi dalam suasana saling berbagi pengalaman negara dalam menghadapi persoalan agama di masing-masing tempat”, ungkap Romo Hari.
Pada Indonesia, kita masih memiliki tantangan yang besar untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam kebhinekaan dan kebangsaan. Indonesia harus terus melestarikan unsur kompromi dalam memutuskan berbagai persoalan bangsa.
Seperti yang dilakukan para founding father dalam merumuskan sila pertama pancasila. Bunyi K”etuhanan Yang Maha Esa” adalah bentuk kompromi luasr biasa mengenai ide tentang Tuhan, bukan penyebutan Tuhan.
“Pancasila bersifat visioner, kita menjaga persatuan pada titik yang dasar, sila 1 pancasila”, jelas Romo Hari.
Penulis: Amatul Noor