Revitalisasi Pela Gandong Pasca Konflik Maluku 1999

Kabar Utama21 Views

Kabar Damai | Jumat, 27 Mei 2022

Jakarta I Kabardamai.id I Setelah terjadinya konflik Maluku pada tahun 1999, kearifan lokal pela gandong yang merupakan suatu aspek yang biasanya digunakan sebagai sarana mengedepankan persaudaraan antar desa atau agama kemudian direvitalisasi. Hal ini membuat pela gandong mengalami perkembangan dan lebih baik secara implementasi hingga saat ini.

Revitalisasi pela gandong ini dijelaskan oleh Pdt Jacky Manuputty dalam takshow seri II bersama dengan Setara Institute yang ditayangkan pada kanal Suara Setara.

Seperti diketahui sebelumnya, Pdt Jacky Manuputty, ia adalah seorang pendeta yang juga pegiat perdamaian. Dalam upaya menyemai perdamaian, ia mendirikan dan menginisiasi gerakan peace provocator dan juga mendirikan berbagai model pemajuan perdamaian seperti model manajemen dialog lintas agama dan manajemen dialog lintas komunitas.

Ia menjelaskan perihal revitalisasi pela gandong, kata dia, terutama pada pela yang dilihat dinamikanya dalam berelasi bersama gandong kemudian berkembang melebihi situasi sebelum konflik.

“Ada pencaharian bersama, ada pergulatan untuk mencari titik-titik jumpa. Mereka mencari kearifan lokal masa lalu yang dihadirkan ulang yang disebut pela gandong,” ujarnya.

Baca Juga: Mengapa Pela Gandong Tak Mampu Cegah Konflik Maluku 1999?

Ia juga menambahkan, perihal persoalan dari luar juga sama banyaknya, namun bagi masyarakat Maluku, yang paling penting adalah kembali pada identitas didalam yang solid terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan melaksanakan kembali seluruh ritual-ritual dan juga ketentuan yang ada pada pela gandong.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa agama memiliki dua sisi. Agama dapat menjadi fakto elemen integrasi sosial jika itu berada dalam suatu desa sendiri, oleh karena pada situasi desa muslim atau Kristen sangatlah homogen. Namun, jika relasinya sudah keluar dan menyangkut relasi persaudaraan maka haruslah lebih heterogen dan lebih inklusif.

Ritual agama dan budaya kembali pasca konflik dan setelah ada masa pencarian tadi, saat ada pembanguna rumah ibadah, pela dari kampung yang lain bisa saja datang dan juga membawa makanan misalnya, atau saat pembangunan rumah ibadah juga kemudian music dimainkan oleh anak-anak sembari melihat orang tuanya melakukan pembangunan dan sebagainya.

Ditanya tentang bagaimana masyarakat pasca konflik dapat kembali sadar akan kearifan lokal dan merevitalisasi keunikan budaya pela gandong, Pdt Jacky  menjelaskan bahwa pasca konflik, masyarakat tiba pada satu masa bahwa kemudian dalam konflik yang ada tidak ada yang menang dan juga tidak ada yang kalah. Bahkan, banyak korban yang kemudian mengalami kesiasiaan, kerusakan dan lain sebagainya yang kemudian disadari sebagai suatu yang diakibatkan oleh kebodohan mereka sendiri.

“Ada semacam rasa malu dan orang kemudian berlomba-lomba untuk kembali pada kearifan lokal,” tuturnya.

 

Penulis: Rio Pratama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *