Rekonsiliasi Konflik Antar Suku Madura dan Melayu di Sambas Pasca Kerusuhan 1999

Oleh: Daendra Tri Warzuqi

Keberagaman masyarakat Provinsi Kalimantan Barat tidak hanya berupa suatu kekayaan, tetapi juga dapat menjadi sumber masalah sosial. Dalam perkembangannya, gesekan yang terjadi di antara masyarakat di Kalimantan Barat rentan menimbulkan konflik sosial.

Salah satu yang terparah adalah kerusuhan multi etnis yang pernah berlangsung di Kabupaten Sambas dan sekitarnya pada tahun 1999. Kerusuhan ini pecah sebagai akibat dari kejengkelan suku Melayu dan suku Dayak terhadap ulah-ulah oknum pendatang dari suku Madura. Alhasil, ribuan orang tewas dan puluhan ribu masyarakat etnis Madura mengungsi keluar dari Kabupaten Sambas.

Rekonsiliasi dan resolusi konflik merupakan beberapa solusi dari penyelesaian masalah kerusuhan yang terjadi di Kabupaten Sambas dan sekitarnya. Pemerintah sebagai pemegang kuasa memiliki peran penting dalam penerapan kebijakan penyelesaian tersebut. Upaya-upaya damai yang dilakukan, baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, perlu memperhatikan kondisi dan keadaan masyarakat setempat sehingga upaya tersebut tepat sasaran. Dilihat dari sejarahnya, berikut beberapa upaya-upaya damai yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam menyelesaikan Konflik Kerusuhan Sambas tahun 1999.

 

  1. Relokasi Masyarakat Etnis Madura ke Singkawang

Relokasi adalah proses pemindahan tempat. Dalam kasus ini artinya adalah pemindahan yang dilakukan oleh pemerintah, baik dari pusat dan daerah, kepada masyarakat etnis Madura dengan merelokasinya ke Kota Singkawang. Hal ini dilakukan karena situasi dan kondisi yang ada di Kabupaten Sambas tidak mendukung untuk ditinggal oleh orang Madura. Kemudian, muncul sebuah pertanyaan, kenapa masyarakat Madura harus direlokasi dari Kabupaten Sambas? Jawabannya adalah disintegrasi masyarakat yang terjadi sudah semakin parah.

Baca Juga: Belajar Pendidikan Perdamaian dari 23 Tahun Konflik Ambon

Ketika masyarakat pendatang dari Madura tiba di Kabupaten Sambas dalam program transmigrasi, orang-orang asli yaitu suku Melayu dan Dayak enggan hidup berbaur. Akibatnya, walaupun kerusuhan sambas dapat terde-eskalasi dengan baik oleh aparat keamanan, tetapi masyarakat Melayu maupun Dayak tidak ingin menerima kembali masyarakat Madura di tempat mereka. Sehingga, pada akhirnya relokasi masyarakat Madura adalah jawaban yang paling tepat dari penyelesaian konflik antar etnis ini agar kejadian yang sama tidak terulang lagi di masa depan.

Umumnya, penyelesaian sebuah konflik dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu peach keeping, peach building, dan peach making. Peach keeping dilakukan dengan melibatkan aparat keamanan. Peach building dengan melakukan komunikasi antar pihak yang terlibat konflik.

Adapun peach making melalui proses negosiasi antara kelompok yang memiliki perbedaan pandangan dan kepentingan. Kota Singkawang memiliki peran yang sangat besar dalam peach building sehingga tercapai sebuah resolusi konflik, yaitu keamanan yang kuat, kondisi sosial budaya masyarakatnya yang beragam, dan juga kondisi ekonomis serta geografis yang unggul. Sehingga, relokasi orang Madura ke Kota Singkawang merupakan langkah yang tepat dalam menangani kerusuhan sambas.

 

  1. Pendekatan oleh Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Penanganan Konflik

 

Kerusuhan sambas sendiri adalah konflik yang terjadi antar etnis bukan sebuah konflik agama sehingga peran tokoh agama dalam proses penyelesaian masalah kerusuhan tidak terlihat menonjol. Tokoh agama yang telibat dari kedua belah pihak melebur menjadi lembaga-lembaga lokal yang dibentuk oleh masyarakat untuk menyelesaikan konflik. Peran yang kecil dari tokoh agama ini disebabkan oleh perbedaan pandangan atau persepsi masyarakat etnis Melayu dan Madura dalam memandang seorang ulama.

Masyarakat Madura memandang tokoh agama adalah mereka yang memiliki pengetahuan agama yang luas dan mendalam dan berasal dari kampong mereka di Pulau Madura. Sedangkan, masyarakat Melayu tokoh agama justru tidak memiliki peran yang signifikan di dalam kehidupan mereka.

Orang Melayu di Sambas lebih menjunjung tinggi pihak Kesultanan Sambas dan para tokoh adat. Karena hal inilah peran tokoh agama dalam penyelesaian konflik di Sambas kurang menonjol, meskipun peran mereka tidak dapat disepelekan dalam membangun kembali interaksi sosial antara masyarakat Melayu dan masyarakat Madura pasca konflik. Berikut beberapa peran tokoh agama dalam mengembalikan kondisi sosial masyarakat pasca konflik di Sambas.

 

  1. Tekad Damai Anak Bangsa di Bumi Kalimantan

Pertemuan ini diinisiai oleh pemerintah dan dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2001 di Kalimantan Timur yang dihadiri oleh para tokoh agama dari seluruh provinsi di Pulau Kalimantan.

 

  1. Tekad Mufakat Rakyat Kalimantan

Pertemuan kali ini juga diinisiasi oleh pemerintah yang dilaksanakan pada tanggal 1-3 Februari 2002 di Batu, Jawa Timur. Pertemuan ini dihadiri oleh tokoh-tokoh sentral masyarakat, pemuka agama, pemuka adat, dan generasi mudah dari seluruh Kalimantan dengan maksud dan tujuan untuk menyamakan persepsi tentang arti pentingnya penyelesaian konflik melalui musyawarah dalam rangka memantapkan persatuan dan kesatuan nasional.

 

  1. Dialog Antar Tokoh dalam Rangka Membangun Integrasi Bangsa

Dialoh ini diselenggarakan atas inisiasi Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak dan Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Kota Singkawang, di Hotel Mahkota pada tanggal 13 Juni 2002. Dialog ini dihadiri 75 peserta dari berbagai lapisan masyarakat.

 

  1. Forum Mediasi Melayu-Madura

Lembaha ini dibentuk oleh masyarakat Kalimantan Barat untuk mewujudkan perdamaian antar etnis Melayu dan Madura yang berkonflik di Sambas. Kegiatan utamanya adalah membangun kembali perdamaian di antara kedua belah pihak melalui serangkaian pertemuan-pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 3 Agustus 2002 yang dilaksanakan secara tertutup dengan dihadiri oleh tokoh-tokoh agama dan adat dari etnis Madura dan Melayu. Kemudian, pertemuan kedua dilaksanakan pada 9 Oktober 2007 di Kesultanan Sambas.

Dalam perkembangannya, konflik sosial akan selamanya terus terjadi di masyarakat selama masih ada perbedaan kepentingan di antara mereka. Dalam kasus kerusuhan sambas, bukan tidak mungkin akan terulang kembali di kemudian hari jika masyarakat tidak dapat mengakomodasi kepentingannya yang bermacam-macam. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi yang mumpuni dari dalam masyarakat itu sendiri agar kejadian serupa tidak meletus lagi. Pembangunan strategi yang kuat ini ditujukan untuk menyulut kembali perdamaian yang bersifat komunal dengan membangun kembali kepercayaan masyarakat.

Kepercayaan masyarakat (Trust) merupakan salah satu modal sosial dalam upaya rekonsiliasi masyarakat pasca konflik dan menjadi sarana ideal untuk membangun kembali perdamain yang berkelanjutan. Kepercayaan masyarakat ini juga menjadi elemen dasar dalam menentukan modal sosial masyarakat karena kepercayaan ini mempunyai kekuatan penggerak energy kolektif yang besar dan sangat penting dalam keberlangsungan hidup bermasyarakat. Dengan kata lain, kepercayaan masyarakat adalah energi dalam menjalankan pembangunan manusia.

Selain itu, kepercayaan masyarakat (Trust) juga diyakini sebagai kekuatan sosial penting yang mampu menghidupkan dan membangun kembali sistem kekerabatan dan rasa kekeluargaan yang rusak karena konflik. Dengan demikian, urgensi dalam membangun kembali perdamaian berbasis kepercayaan masyarakat (Trust) sangat dibutuhkan untuk mendorong berlangsungnya perdamaian dan pembangunan pasca konflik komunal seperti yang terjadi pada kerusuhan sambas.

 

           OLEH: DAENDRA TRI WARZUQI, Siswa SMAN 1 Pontianak

 

Sumber:

 

Fahham, A. M. (2010). PERAN TOKOH AGAMA DALAM PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DI KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT. Kajian Vol 15 No.2, 311-342.

KBBI. (2022, February 6). Arti Kata Rekonsiliasi. Retrieved from kbbi.web.id: https://kbbi.web.id/rekonsiliasi

Nutfa, M., & Anwar, S. (2015). MEMBANGUN KEMBALI PERDAMAIAN: REKONSILIASI KONFLIK KOMUNAL BERBASIS TRUST. Jurnal Sosial Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Vol 1 No.1 , 133-142.

Suprapto, W. (2018). RELOKASI MASYARAKAT MADURA DI SINGKAWANG SEBAGAI BAGIAN DARI PROSES RESOLUSI PASCA KONFLIK ETNISITAS DI KABUPATEN SAMBAS. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Indonesia Vol 3 No.2, 33-40.

Wikipedia Bahasa Indonesia. (2021, Mey 9). Kerusuhan Sambas. Retrieved from id.wikipedia.org: https://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Sambas?wprov=sfla1

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *