Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia berarti tata nilai bangsa Indonesia yang diyakini kebenaran sebenarnya sehingga menimbulkan tekad dan kekuatan secara instrinsik, untuk membimbing bangsa Indonesia mempertahankan keberadaannya sekaligus dalam mengejar kehidupan lahir batin yang baik (Toyyibin dan Djahiri, 1997, 36).
Menurut Daroeso dan Suyahmono (1991, 26) pancasila sebagai jiwa bangsa berarti dapat menghidupkan bangsa Indonesia. Artinya nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dapat memberikan semangat, pendorong atau motivasi kepada bangsa Indonesia sehingga pada akhirnya terproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Sebagai jiwa bangsa, Effendy (1995, 45) mengartikan pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia yang telah dilaksanakan berabad-abad lamanya dalam masyarakat Indonesia. Sebelum itu pancasila telah terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai dasar negara. Hal ini disebabkan unsur-unsur pancasila diserap dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri.
Selain itu pancasila berfungsi sebagai pemersatu bangsa, yang di dalamnya terdapat cita-cita bangsa Indonesia dalam bernegara, yaitu menyatukan semua subsistem dalam sistem sosial yang ada (Bakry, 1997, 48).
Pancasila juga sebagai pandangan hidup bangsa yang dapat mempersatukan segala macam perbedaan dalam mencapai kesejahteraan bersama dalam masyarakat Bhineka Tunggal Ika (Tukiran Taniredja, 2015, 77).
Menurut Hatta (Swarsono, 2014, 8) yang dimaksud “persatuan” adalah adanya “persatuan hati” yang membuat kita “berdiri sebaris”. Soeharto dalam pidato pada peringatan hari lahir Pancasila di Jakarta 1 Juni 1967 menegaskan bahwa kita mengagungkan Pancasila, bukan sekedar karena ia ditemukan kembali dan dirumuskan oleh seseorang dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang terpendam sejak lama, melainkan pancasila telah mampu membuktikan kebenaran yang telah diuji sejarah perjuangan bangsa.
Baca juga : APS Menyoroti Skenario Pembangunan SDM Papua Belum Optimal
Dengan berpegang teguh pada pancasila inilah amka kemerdekaan, persatuan, dan kesatuan bangsa telah mampu kita pertahankan baik dalam menghadapi bahaya-bahaya musuh dari luar maupun dalam menghadapi segala pemberontakan dan penghianatan dari dalam.
Pancasila adalah konsensus terbaik yang menyatukan berbagai pandangan, keragaman suku, etnis, dan agama yang ada di Indonesia (Denny JA, 2018, 62). Lewat pancasila, warga dengan agama, etnis dan suku yang beragam bersepakatan untuk mempunyai dasar negara yang sama.
Kita bisa bayangkan apabila pancasila tidak ada, maka negara indonesia akan goyah. Warga beragama Islam akan menjadikan agamanya suatu landasan dasar negara, hal yang sama pun dilakukan oleh kristen atau hindu. Pancasila adalah titik temu, dimana semua warga negara saling menerima segala perbedaan dan mengakui sebuah dasar negara yang mengikat semua perbedaan tersebut.
Syahrul kirom menjelaskan bahwa pancasila sebagai pilar bangsa Indonesia sejatinya harus mampu dipahami oleh seluruh bangsa Indonesia dan umat Islam di Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia ini tentunya, diharapkan mampu menyelesaikan persoalan terorisme di Indonesia. Pancasila adalah petunjuk, pandangan hidup masyarakat Indonesia dalam bertindak dan berbuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam pidato kursus pancasila yang diadakan di Istana negara pada tanggal 26 Mei 1958, Soekarno mengatakan “kejadian akhir-akhir ini saudara-saudara, membuktikan sejelas-jelasnya bahwa jikalau tidak di atas dasar pancasila kita sudah terpecah belah, dengan ini terbukti dengan jelas bahwa hanya pancasilalah yang dapat tetap mengutuhkan negara kita, tetap dapat menyelamatkan negara kita” (Panitia Kongres IX, 2017).
Pancasila Senjata Ampuh dalam Menangkal Terorisme
Pancasila sebagai ideologi bangsa juga jiwa bangsa Indonesia mampu mempersatukan yang bercerai berai menjadi satu padu. Lalu bagaimanakah bila Pancasila kita gunakan sebagai senjata dalam menangkal terorisme? Efektifkah Pancasila untuk mencabut akar terorisme di negeri ini?
Kita tahu bahwa negara kita adalah negara demokrasi. Radikalisme dan terorisme merupakan masalah bagi demokrasi. Persoalan ini merupakan persoalan yang serius bagi negeri. Karena selain bertentangan dengan ideologi bangsa (Pancasila), radikalisme dan terorisme tidak memiliki tempat di tanah air ini.
Sebab, radikalisme dan terorisme tidak sesuai dengan watak ataupun karakter bangsa Indonesia yang ‘perikemanusiaan yang adil dan beradab’. Selain itu, tentunya radikalisme dan terorisme bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Untuk menangkal radikalisme serta terorisme, pancasila hadir dalam membentuk masyarakat bebas, tertib, adil dan sejahtera. Dengan mengembangkan sikap kritis-prinspil dan kepekaan hati nurani, masyarakat akan membentuk sikap kritis terhadap dirinya sendiri.
Hal tersebut dilakukan melalui proses pembelajaran yang tiada berhenti. Seperti critical thinking problem solving, inquiry, reflective thinking, analisis masalah, menjelaskan, mengidentifikasi dan melakukan evaluasi pada setiap masalah ataupun pemahaman baru yang didapat.
Seperti yang tertera dalam lirik lagu milik Franky Sahilatua, pancasila merupakan rumah kita bersama. Ibaratkan rumah, yang kita ketahui adalah orang yang berada dalam satu rumah merupakan keluarga yang saling bahu membahu membangun keharmonisan dalam rumah.
Franky menggambarkan pancasila sebuah rumah, di mana semua anggota keluarga memiliki kewajiban dan hak yang sama. Semua keluarga harus saling mencintai, menghormati dan toleransi.
Selain itu, dalam rangka membentuk watak yang teguh sebagai bangsa Indonesia, penghayatan nilai-nilai utama menjadi patut untuk diperhatikan. Seperti penghayatan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kebenaran, dan kejujuran dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.