Kabar Damai | Sabtu, 19 Maret 2022
Jakarta I Kabardamai.id I Pemerintah saat ini turut perlahan memfasilitasi pendidikan bagi para penghayat. Hal ini diimplementasikan pada Permendikbud tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada Satuan Pendidikan. Hal ini turut diungkapkan Engkus Ruswana, Ketua Presidium I MLKI Pusat dalam bincang series kedua yang diselenggarakan dalam kanal Suara Setara.
Diawal pemaparannya, ia mengatakan bahwa eberagaman dari kepercayaan nusantara ini sudah alami, nilai dasarnya hampir semua etnis memiliki agama sehingga disebut sebagai agama suku, agama lokal atau agama leluhur. Namun dari keberagaman itu ada beberapa kesamaan yang lebih menonjol, satu rasa kecintaan dan penghormatan kepada leluhur yang sangat kuat. Kedua adalah kecintaan atau penghormatan kepada tanah air dan terhadap alam yang dituangkan dalam upacara-upacara yang berkaitan dengan alam dan ketiga soal kebudayaan yang sangat lekat dengan kebudayaan.
Ia juga menambahkan, jika didalami semuanya, ada sisi-sisi yang sama seperti menghargai leluhur dengan berangkat dari pemahaman tentang asal-usul keberadaan. Sehingga jika dilihat dalam situs purba misalnya kerap disaksikan batu yang berdiri dan atau batu datar yang melambangkan ibu. Itu melambangkan atau manifestasi bahwa keberadaan manusia ada dari ibu bapak, kakek dan nenek dan seterusnya yang disebut leluhur sehingga muncul pemahaman bahwa perlu dan harus menghormati leluhur karena tanpa ada leluhur kita tidak akan ada saat ini.
Selanjutnya kajian tentang diri, tentang asal-usul diri muncul pemahaman bahwa raga ini berasal dari saripati api, saripati angin, sari pati air dan saripati bumi. Ini sesuatu yang tidak dapat dipisahkan sehingga alam ini harus dijaga, karena jika alam rusak maka kita juga akan rusak.
“Jadi hubungan antar alam dan diri sangat kuat sehingga kita dalam leluhur sangat mencintai dan menghormati alam. Makanya ada tata cara merawat alam dan ada tata cara ruwat bumi, ruwat air, ruwat laut, tata cara dalam pertanian yang penuh dengan izin dan sebagainya,” ungkapnya.
Baca Juga: Penerimaan dan Tantangan Diskriminasi Penghayat di Indonesia
Perihal banyak aspek diatas, penghayat juga terdiri dari lebih dari 190 komunitas yang kini tersebar dibanyak wilayah. Hal ini menjadi sebuah tantangan dalam implementasi pendidikan baginya. Namun, dari kesamaan-kesamaan yang ada menjadikan ikhtiar guna mewujudkannya terus dilakukan.
“Kesamaan-kesamaan ini yang kemudian dipakai sebagai kurikulum dan dibagi dalam lima besar. Pertama tentang Kemahaesaan Tuhan, kedua soal budi pekerti, ketiga soal sejarah kepercayaan, kelima tentang larangan dan kewajiban dan kelima soal martabat kepercayaan. Masing-masing penjabaran lebih lanjut pada masing-masing komunitas,” tambah Engkus.
Perihal kurikulum ini, Engkus menyatakan bahwa secara pelaksanaan kini sudah bagus tapi memang tidak semua komunitas dapat terwakili secara penyuluhnya. Masalah lain juga karena penyebaran komunitas penghayat seperti yang berada didaerah kemudian menjadi sulit mengakses mereka karena sedikit pengikutnya dan tersebar dengan jarak yang tidak dekat. Selain itu, penyuluh juga tidak digajih sehingga tergantung pada pengabdiannya masing-masing seperti apa.
Walauun demikian, menurutnya pula rogres dari adanya Permendikbud bagi penghayat kepercayaan saat ini sudah cukup baik. Penghayat juga mengucapkan terima kasih kepada pemerintah dan juga negara khususnya Kemendikbud karena implementasi dari Permendikbud benar-benar didorong untuk segera dilaksanakan sehingga penuluh difasilitasi dan kemudian pendataan murid juga dilakukan sehingga bertemu antar kebutuhan.
Menuju Hadirnya Pendidik Bagi Penghayat
Engkus menyatakan bahwa guru dan dosen bagi penghayat tentu sangat penting, hal ini kemudian dalam rangka mencukupi kebutuhan guru dan dosen tersebut membuat Kementerian Dikbud bekerjasama dengan Universitas Tujuh Belas Agustus di Semarang membentuk prodi khusus yaitu penghayat kepercayaan sehingga diharapkan nantinya lulusannya dapat mengajar dan statusnya dapat diangkat menjadi guru karena saat ini ada baru pada sebatas penyuluh yang tidak dapat diangkat oleh UU.
Selain itu, mahasiswa yang berasal dari Universitas Tujuh Belas Agustus juga dari penghayat yang juga dalam menjalankan pendidikan diberi atau difasilitasi beasiswa. Setiap komunitas ini terbuka bagi seluruh paguyuban organisasi kepercayaan yang masing-masing mengusulkan mahasiswa sehingga dapat diseleksi dan sudah ada pada angkatan pertama.
Sementara itu, tantangan juga pasti ada. Tantanga tersebut seperti untuk memenuhi kebutuhan guru dan dosen, paling tidak harus menunggu 4 hingga 5 tahun lagi sehingga selama itu status yang bertugas masih saja penyuluh.
Penulis: Rio Pratama