Potret Kerukunan Warga Muslim-Hindu di Buleleng

Kabar Utama98 Views

Kabar Damai I Senin, 14 Juni 2021

Buleleng – Bali I kabardamai.id I Di tengah krisis toleransi, ada potret menarik yang ditunjukkan warga muslim (Islam) dan Hindu saat perayaan Tahun Baru Caka 1943 atau Perayaan Nyepi 2021 di Buleleng.

Tanpa sekat, kedua krama atau warga beda keyakinan di “Gumi Panji Sakti” inipun hidup berdampingan dan harmonis.

Mereka saling menghormati satu sama lain dan menjaga tradisi serta budaya yang diwariskan para pendahulu mereka atau leluhur.

Lalu seperti apa keharmonisan warga beda agama di Bali Utara itu?

Dirangkum dari radarbali.jawapos.com (16/3), sejak siang menjelang sore, Umat Hindu di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerogak, Kabupaten Buleleng, Bali, pada Sabtu, 13 Maret 2021 lalu terlihat lebih sibuk dari hari biasanya.

Mereka sibuk mempersiapkan upakara untuk persembahyangan. Berdasarkan kalender Bali, Sabtu lalu memang bertepatan dengan Tilem Kesanga.

Waktu inilah, menurut filosofi Hindu, bahwa bulan kesembilan ini sangat tepat untuk melaksanakan Upacara Bhuta Yadnya, yang puncaknya terjadi pada Tilem Kesanga atau jatuh pada tanggal Sabtu 13 Maret 2021 kalender masehi.

Baca Juga: Potret Toleransi di Batas Negeri Indonesia-Malaysia, Masjid dan Gereja Bersebelahan

Selanjutnya, setelah sejumlah upakara siap, mereka kemudian berkumpul di catus pata (perempatan) desa.untuk menggelar persembahyangan.

Yang menarik, di saat warga Hindu menggelar persembahyangan, tidak jauh dari lokasi persembahyangan, terlihat beberapa pemuda berpakaian loreng berbaur dengan pecalang (pengaman desa adat).

Para pemuda berbaju loreng, itu bukanlah anggota TNI.  Namun, mereka adalah para anggota Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser).

Mereka berbaur akrab meski beda agama atau keyakinan. Bahkan ditengah suasana hujan deras, dengan seragam dan pakaian basah kuyup, mereka tak beranjak dan tetap menjaga warga Hindu yang sedang melaksanakan persembahyangan hingga selesai.

Banser NU Bantu Pecalang Jaga Keamanan

Ketua Pengurus Cabang Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Buleleng, Abdul Karim Abraham saat dikonfirmasi, Selasa (16/3) mengatakan, bahwa kegiatan pengamanan yang dilakukan anggota banser dan pecalang saat perayaan hari besar termasuk salah satunya Nyepi sudah sering dilakukan di Buleleng.

“Setiap Hari Raya Nyepi, kami di Buleleng itu sudah terbiasa membantu pecalang untuk pengamanan. Baik sebelum Nyepi dalam satu rangkaian maupun pada saat hari-H Nyepi. Dan begitu juga sebaliknya,” kata Abraham kepada Radar Bali, Selasa, 15 Maret 2021 lalu.

Bahkan, kata Abdul Karim, saat Hari Raya Nyepi 2021 ini, ada sekitar 170 anggota Ansor dan Banser di Buleleng yang dilibatkan untuk pengamanan Nyepi di 5 (lima) Kecamatan di Buleleng.

“Pada saat Nyepi, kita menurunkan anggota (Ansor dan Banser) di 17 titik yang ada di 5 (lima) kecamatan. Satu titik ada sekitar 5 sampai 10 orang anggota. Jadi, kita membantu mengontrol keamanan dan pengamanan,” imbuhnya.

Bahkan kata Abdul Karim, kekompakan anggota banser dan pecalang bukan terjadi saat perayaan Nyepi semata.

Melainkan, saat hari besar keagamaan umat beragama lainnya, seperti Hari Raya Natal, Idul Fitri, dan hari besar agama lain, mereka juga selalu bersama menjaga keamanan.

Menurut Abdul Karim, pengamanan bersama antara banser dan pecalang ini awalnya dibentuk untuk menjaga wilayah masing-masing.

Tujuan kedua dan terpenting, pengamanan bersama ini digelar untuk menyampaikan pesan keharmonisan antar umat beragama di Bali khususnya di Buleleng.

“Yang ingin kita sampaikan sebenarnya lebih pada pesan mewujudkan keharmonisannya. Jadi kita melakukan itu untuk saling membantu antar kemanusiaan dan tidak melihat latarbelakang atau perbedaan agama/keyakinan. Dan ini sudah terpupuk sejak lama dan bahkan dari para orang tua terdahulu sudah dilakukan,” ujarnya.

Terpenting lagi, dari kegiatan itu, Abdul Karim ingin menyampaikan pesan, selain pentingnya keharmonisan antar umat beragama, hubungan antara Banser dan Pecalang ini juga sebagai bentuk untuk menjaga warisan budaya leluhur  dan toleransi yang sudah ada dari sejak dulu.

Dari Kerukunan Menuju Dunia yang Santi (Damai)

Dilansir dari laman Kantor Kemenang Buleleng, secara berturut turut Kantor Kemenag Kabupaten Buleleng melalui kegiatan Seksi Urusan Agama Hindu mengadakan pembinaan Kerukunan Intern Umat Beragama, yang bertujuan untuk meningkatkan kembali  kerukunan intern kita yang tampaknya sudah semakin memudar.

Pembinaan ini dengan mengambil dua tempat kegiatan yang berbeda yakni di  Desa Pakraman Penglatan Kec. Buleleng dan di Kantor Desa Adat, Desa Pakraman Temukus Kecamatan Banjar, sejak 2015 lalu.

Dalam kesempatan itu Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Buleleng,  I Made Jendra mengingatkan bahwa Bali tidak akan ajeg dan rukun serta damai apabila Banten, Adat, Lelanguan  (seni) dan Idep (pikiran suci) tidak lagi terimplementasi dengan baik di masyarakat.

Selanjutnya ia menegaskan mengenai pentingnya hidup rukun di intern umat beragama Hindu jangan sampai terjadi konflik yang merusak tatanan umat Hindu. Bali tidak akan disebut Bali apabila keramahtamahan masyarakatnya pudar.

Peran desa pakraman harus mampu memberikan jalan yang termudah kepada umatnya di dalam melaksanakan yadnya, serta tanggap dan mampu menekan dan memberikan solusi secara cepat dan tepat ketika muncul konflik agar tidak memunculkan potensi yang merusak tatanan desa pakraman dan umat Hindu lebih luas.

Sementara, Kepala Seksi Ura Hindu Kemenag Kab. Buleleng, I Ketut Rupa mengingatkan pentingnya kembali merevitalisasi dan mengimplementasikan konsep-konsep lokal genius (kearifan Lokal) yang merupakan warisan leluhur yang bernilai sosial dan religius yang sangat adi luhung sehingga mampu membimbing dan menuntun kita menuju masyarakat yang santi (damai).

Konsep-konsep lokal genius (kearifan lokal) itu seperti paras paros sarva naya, salunglung sabayantaka, tattwam asi, tri hita karana, desa kala patra, tarka witarka sawitarka nirtarka, mulat sarira, dan konsep menyamabraya.

 

Terima Perbedaan sebagai Berkah, Bukan Musibah

Antropolog dan akademisi Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A. menyebut bahwa konflik tidak mungkin tidak ada sebab manusia adalah homo confliktus, namun diusahakan konflik yang ada jangan sampai menghancurkan serta tetap usahakan preventif dan kuratif.

Banyak penyebab konflik, masyarakat harus memahami lebih awal penyebab konflik. Nengah Bawa berpesan bahwa terimalah suatu perbedaan sebagai suatu berkah bukan musibah dan kita harus mampu memposisikan diri dimasyarakat sebagai contoh yang baik di masyarakat.

Ia  juga menekankan bahwa hidup rukun itu bukan pemberian tapi itu adalah suatu proses yang diusahakan secara bersama-sama, baik di mulai dari individu, keluarga, masyarakat kemudian sampai ketingkat yang lebih luas hingga tercipta bangsa dan Negara yang damai (santi).

Hal senada juga mengenai pesan hidup rukun dalam ajaran agama Hindu oleh Ketua PHDI Kab. Buleleng, I Putu Wilasa, mengatakan bahwa selama kama (keinginan/nafsu), lobha (tamak/rakus) dan krodha (marah/emosi) yang ada dalam diri manusia tidak dikendalikan dengan baik maka potensi konflik akan tetap ada.

Ia  juga mengingatkan kembali bahwa jangan menyalahkan segala sesuatu yang terjadi akibat perbuatan buruk manusia hanya kepada Tuhan tapi yan lebih penting dipahami ialah perbaikilah karma diri sendiri.

Ditekankan juga jangan beragama hanya di tempat suci saja, haruslah beragama itu di luar tempat suci juga yaitu mampu menciptakan kerukunan sesama  umat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang dihidupi oleh Sang Hyang Atman. [ ]

 

Editor: Ahmad Nurcholish

Sumber: radarbali.jawapos.com I bali.kemenag.go.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *