Polemik Unggahan Makanan di Media Sosial Pada Bulan Ramadhan

Oleh: Alisyah Salsabila

Era digital menjadi era dimana masyarakat tidak dapat terlepas dari internet termasuk sosial media di dalamnya. Saat ini sosial media terbilang telah menjadi konsumsi utama dari segala lapisan masyarakat. Sosial media sering digunakan sebagai sarana untuk mencari dan menyebarkan informasi, berhubungan antar individu dengan yang lain, ataupun hanya sekedar media hiburan untuk menghilangkan rasa jenuh dan Pelepas penat.

Begitu pula pada bulan Ramadhan, sosial media juga juga menjadi alternatif untuk menambah kesibukan agar teralihkan rasa lapar dan dahaga saat puasa. Banyaknya fitur yang disediakan pada sosial media akan membuat aktivitas killing time para penggunanya menjadi lebih menyenangkan.

Para pengguna sosial media saat ini mayoritas menggunakan sosial media sebagai media untuk berbagi momen, baik itu melalui foto video atau yang lainnya. Namun pada bulan Ramadhan momen-momen seperti ini terkadang mengundang kontroversi dari khalayak publik.

Masih banyak dijumpai silang pendapat mengenai respon untuk membagikan foto atau video makanan pada saat berpuasa. Jika beberapa tahun yang lalu di Indonesia cukup marak dengan berita mengenai peraturan untuk tutupnya rumah makan pada saat berpuasa di bulan Ramadhan, saat ini di media sosial banyak dibicarakan mengenai unggahan media sosial yang berhubungan dengan makanan pada saat berpuasa.

Meskipun beberapa umat muslim tidak masalah dengan isu ini, namun beberapa yang lain merasa terganggu dengan konten makanan yang bermunculan saat mereka berselancar di dunia maya. Dari fenomena ini muncul pertanyaan tentang kurangnya toleransi masyarakat yang tidak berpuasa atau umat yang berpuasa terkesan merasa terlalu eksklusif dengan ibadah puasanya sehingga merasa ingin dihormati. Jadi siapa yang tidak cukup toleransi disini?

Beberapa pihak yang merasa terganggu oleh konten makanan mengaku bahwa isi daripada konten tersebut dapat mengganggu kekhusyukan ibadah puasa mereka. Video atau foto yang terdapat makanan di dalamnya tersebut dianggap mengganggu orang yang sedang berpuasa yang notabene sedang menahan lapar dan haus.

Pihak ini tidak masalah apabila konten-konten tersebut diunggah semasa telah berbuka. Namun tetap saja munculnya sebuah postingan dari akun biasanya tergantung dari algoritma dari sosial media yang dipakai, maka dari itu beberapa foto atau video tersebut dapat muncul kapanpun meskipun diunggah pada malam hari.

Baca Juga: Melindungi Remaja dari Paham Radikalisme dan Ekstrimisme

Apabila berbicara mengenai pengunggah video atau foto mengenai makanan sebenarnya kita bukan hanya berbicara mengenai umat non muslim yang tidak berpuasa. Umat muslim sendiri juga terdapat di dalamnya.  Sebenarnya apabila ditelusuri Kembali unggahan-unggahan tentang makanan ini bukan dengan sengaja diperuntukkan supaya mengganggu umat muslim yang sedang berpuasa.

Aktivitas ini bagi mereka merupakan Sebagian dari kehidupan sosial media mereka. Seperti bagaimana pengguna sosial media yang pada umumnya membagikan momen keseharian mereka. Namun disamping itu dari golongan pengunggah ini juga terdapat orang yang sengaja mengunggah foto atau video tentang makanan dengan sikap yang kurang dewasa untuk membuktikan atau mungkin menurut sudut pandang mereka terkesan seperti pamer bahwa mereka sedang tidak berpuasa.

Perbedaan pendapat akan selalu ditemukan dalam lingkungan masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia. Disini sikap pluralisme akan sangat membantu apabila diterapkan untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang ada. Meskipun dalam Islam tidak ada hukum tertentu yang mengatur bagaimana ketentuan mengenai unggahan foto atau video makanan di media sosial ini, namun apabila aktivitas tersebut hanya ditujukan untuk pamer makna makruh hukum nya.

Bahkan apabila sengaja untuk menggoda umat yang berpuasa hal ini dapat juga menimbulkan dosa untuk umat islam. Apabila memandang dari perspektif pluralisme, maka toleransi dari semua pihak sangat diperlukan untuk menanggapi kasus seperti ini. Tidak ada masalah bagi orang yang ingin mengunggah momen mereka terutama itu mengenai makanan apabila tidak disertai maksud untuk mengganggu. Hal ini Kembali kepada kesadaran pribadi.

Akan lebih baik apabila golongan ini menghormati umat muslim yang sedang melakukan ibadah puasa. Untuk umat yang sedang berpuasa juga sebaiknya tidak terlalu bersikap eksklusif dan menghormati pihak yang hanya ingin menikmati momen mereka dan melakukan haknya sebagai pengguna media sosial.

Selain toleransi sikap untuk hanya fokus pada urusan masing-masing juga dapat diterapkan. Algoritma sosial media kadang bisa menjadi tidak tertebak. Bisa saja golongan yang tidak berpuasa telah mencoba untuk bersikap hormat dengan mengunggah postingannya tentang makanan pada malam hari namun sosial media membuatnya muncul pada siang hari saat berpuasa. Hanya dengan fenomena seperti ini bukan berarti akan menjadi pemisah antar golongan karena keegoisan masing-masing pihak.

 

Alisyah Salsabila, Mahasiswa Prodi Studi Agama-Agama UIN Sunan Ampel Surabaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *