Piagam Madinah: Kerjasama Islam dan Non Muslim

Kabar Utama60 Views

Kabar Damai I Sabtu, 29 Januari 2022

Jakarta I Kabardamai.id I Sebagai negara yang besar, Indonesia terbentang luas dari Sabang hingga Merauke yang mana didalamnya terdiri dari berbagai jenis keberagaman masyarakatnya. Keberagaman ini adalah berkat dari Tuhan yang harus senantiasa dijaga dan dirawat agar keharmonisan selalu terjaga kapanpun dan dimanapun berada.

Dalam merawat keberagaman, perlu adanya kesadaran dan aksi bersama dari semua golongan dalam rangka mewujudkannya. Tidak hanya lintas suku dan etnis namun juga lintas agama. Apalagi mengingat Indonesia tidak hanya terdiri dari 6 agama saja namun juga kepercayaan yang telah ada sejak lama adanya.

Implementasi kerjasama lintas agama sebenarnya sudah lama penerapannya, tidak hanya di Indonesia. Bahkan sejak adanya Piagam Madinah di Timur Tengah sana, kerjasama antara Islam dan Yahudi telah terselenggara.

Dr. KH. Abdul Moqsith Ghazali, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail – Pengurus Besar Nahdatul Ulama (LBM-PBNU 2015-2021) dalam kanal NU Online menjelaskan tentang bentuk kerjasama dalam Piagam Madinah tersebut.

Baca Juga: Teladan Nabi Muhammad SAW dalam Membangun Bangsa: Belajar dari Piagam Madinah

Diawal pemaparannya, ia menjelaskan bahwa agama memerintahkan dalam menjaga kerukunan. Tidak hanya kepada sesama agamanya saja namun juga kepada agama yang lainnya pula.

Ia menyatakan bahwa perintah untuk rukun adalah perintah agama, bahkan didalam Al-quran dinyatakan yang artinya “Allah tidak melarang kita berbuat baik kapada orang lain sejauh orang lain tersebut tidak memerangi kamu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari tempat tinggal kamu,”.

“Kalau itu tidak terjadi, perang urusan agama dan tidak mengusir kalian dari tempat tinggal kalian maka tidak ada halangan untuk bekerjasama dibidang sosial, ekonomi dan juga politik,” ungkapnya.

Lebih jauh, ia menuturkan Piagam Madinah itu adalah hasil kerja kolektif antara umat Islam yang diwakili oleh nabi, orang-orang Yahudi di Madinah dan orang musyrik Madinah. Hanya sayangnya oang Yahudi Madinah tidak dalam kurun waktu lama melakukan pelanggaran terhadap konstitusi yang menyebabkan mereka keluar dari kota Madinah.

“Yang tidak diperbolehkan itu mengoplos ajaran agama, misalnya akidah di Islam kemudian dioplos dengan akidah yang ada di Kristen,” terangnya.

Lebih jauh, ia menyatakan bahwa akidah oplosan itu tidak diperbolehkan. Karena akidah itu privat, tidak bisa diobjektifkan. Karena akdiah itu privat maka mengikat kepada pribadi yang diyakininya itu.

Penulis; Rio Pratama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *