Manusia modern membangun realitas keagamaan sebagai suatu bentuk hubungan secara vertikal antara Tuhan dengan dirinya. Hasilnya adalah privatisasi kehidupan beragama.
Mereka beralih dari keyakinan untuk menyerahkan diri kepada kosmos menjadi kepada ilmu pengetahuan. Ini merupakan konsekuensi atas beralihnya pola pikir teologis ke positivis. Setiap permasalahan yang dihadapi mencoba untuk diselesaikan secara rasional menggunakan logika positivis.
Manusia mengalami krisis pada perkembangan hidupnya (life cycle). Krisis terjadi karena munculnya situasi-situasi yang tidak dapat diprediksi sehingga menimbulkan ketidakpastian. Hal ini bertentangan dengan logika rasionalitas dalam masyarakat modern, yakni daya prediksi dan kontrol.
Manusia mengandalkan kemampuannya untuk memprediksi dalam rangka mengurangi tingkat kesalahan. Namun karena ilmu pengetahuan dirasa tidak dapat memberikan kepastian, maka masyarakat mengembangkan ritus peralihan.
Ritus peralihan (rites of passage) berbentuk perayaan yang berhubungan dengan kepercayaan dan agama. Ritus ditandai dengan kekhususan serta menimbulkan pengalaman suci.
Baca juga: Mengeksplorasi Kehidupan dan Belajar Memaknainya
Agama menjadi salah satu wujud dari eksistensi moral dan spiritual. Realitas agama dalam suatu masyarakat terbentuk dari dialektika kompleks antara interpretasi individu dengan keberadaan norma yang sudah ada. Ditemukannya ritus di tengah budaya modern masyarakat kota merupakan bukti bahwa masyarakat modern tidak selalu terlepas dari teologis.
Ditemukannya ritus di tengah budaya modern masyarakat kota merupakan bukti bahwa masyarakat modern tidak selalu terlepas dari teologis. Salah satunya Pesta Tabuik di Sumatera Barat.
Tabuik adalah perayaan lokal dalam rangka memperingati Asyura, gugurnya Imam Husain, cucu Muhammad, yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau di daerah pantai Sumatra Barat, khususnya di Kota Pariaman. Festival ini termasuk menampilkan kembali Pertempuran Karbala, dan memainkan drum tassa dan dhol.
Tabuik merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi upacara tersebut. Walaupun awal mulanya merupakan upacara Syi’ah, akan tetapi penduduk terbanyak di Pariaman dan daerah lain yang melakukan upacara serupa, kebanyakan penganut Sunni. Di Bengkulu dikenal pula dengan nama Tabot.
Festival Tabuik merupakan bagian dari cara masyarakat merayakan tradisi Tabuik secara tahunan. Ketika upacara adat ini sudah diakui oleh pemerintah sebagai bagian berharga dari kehidupan berbangsa, maka festival Tabuik pun menjadi bagian dari bangsa Indonesia.
Festival Tabuik sudah berlangsung sejak puluhan tahun, disebutkan bahwa festival ini sudah berlangsung sejak abad ke-19 Masehi. Festival Tabuik ini kini tidak hanya menjadi bagian dari adat masyarakat setempat semata melainkan juga menjadi salah satu bagian dari komoditas pariwisata daerah.
Fetival Tabuik dilaksanakan dalam satu rangkaian untuk menghormati atau sebagai hari perayaan peringatan wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, yang bernama Hussein bin Ali. Peringatan ini selalu dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram sesuai dengan hari wafatnya cucu nabi Muhammad SAW Hussein Bin Ali yang meninggal dalam perang di padang Karbala.
Upacara Budaya Tabuik menarik ribuan wisatawan sehingga ditetapkan juga sebagai destinasi wisata budaya ke Pariaman. Festival ini diresmikan sebagai bagian dari pariwisata Indonesia oleh pemerintah dan pemerintah setempat. Dengan demikian, tujuan dari festival Budaya tidak hanya untuk merangkul upacara adat menjadi lebih kukuh sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia, melainkan juga untuk merangkul wisatawan domestik dan internasional.
Tujuan lebih luasnya, untuk membuat semua orang dapat mempelajari dan menggali budaya Pariaman itu sendiri. Sejak dipromosikan sebagai bagian wisata budaya dari Pariaman, kunjungan wisatawan ke daerah tersebut meningkat.
Melihat kesempatan yang baik, maka pemerintah daerah bekerjasama dengan pemerintah pusat melakukan pengembangan dan penambahan fasilitas di sejumlah objek wisata untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan di daerah sekitarnya.
Ketika festival budaya Tabuik menjadi salah satu daya tarik, maka tidak menutup kemungkinan bahwa arus turis luar negeri ke daerah ini akan semakin tinggi karena pesta budaya ini semakin populer.
Bahkan Festival Budaya Tabuik sudah ikut dipamerkan di Kota Hamburg Jerman 2016 lalu oleh Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara. Pameran itu diselenggarakan sebagai ajang promosi tempat wisata internasional.
Maka, jangan heran jika tingkat kunjungan wisatawan internasional ke daerah Pariaman makin tinggi walau sempat terhenti selama dua tahun karena pandemi Covid-19. Selain pernah dipamerkan di Jerman, Festival Budaya Tabuik juga pernah dipamerkan di Amerika Serikat pada 2005. Dirayakan pada bulan Agustus mulai tanggal 1-14, festival Tabuik 2022 bertabur pengunjung hingga 250 ribu dari seluruh pelosok Indonesia hingga dunia.
Penulis : Amatul Noor
Sumber :
Ayona . Berlian, Konstruksi Sosial Masyarakat, Surabaya : Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum.
Mustakimah, Akulturasi Islam Dengan Budaya Lokal Dalam Tradisi Molonthalo Di Gorontalo, Jurnal Diskursus Islam 289 Volume 2 Nomor 2, Agustus 2014