Peserta PTI-12, Belajar Menyemai Kemanusiaan di Kampoeng Percik

Peacetrain74 Views

Kabar Damai I Rabu, 28 April 2021

Salatiga I Kabardamai.id I Udara dingin masuk melalui permukaan kulit dan menusuk hingga tulang malam itu, seolah menyambut kedatangan kami, peserta Peace Train Indonesia (PTI) ke-12.

Dengan tujuan menyemai perdamaian melalui belajar dari Kota Salatiga, kota paling toleran di Indonesia, peserta PTI12 memilih pilihan tepat dengan tinggal di Kampoeng Percik. Langit masih sangat pekat kala itu, tepatnya Jum’at (23/4/2021) pukul 01.00 dini hari.

Selepas sahur, mayoritas peserta memilih untuk tidur mengistirahatkan tubuh dari lelahnya perjalanan menuju Salatiga, di tendanya masing-masing. Ketika pagi tiba, ruang pernafasan kami dipenuhi dengan udara segar di sertai nyanyian serangga ladang. Panorama nuansa perkampungan terasa meneduhkan perasaan dan menyejukan hati. Bahkan di hari pertama kami di Kampoeng Percik kami sudah merasakan kedamaian.

Agung Ari Mursito, atau kerap dipanggil Mas Agung, staff Administrasi Lembaga Percik, membawa peserta PTI12 berkeliling Kampoeng Percik mengenalkan kearifan lokal yang bersemayam disana.

 

Tempat Kerja dari Rumah Tradisional Jawa

Kampoeng Percik dibangun secara bertahap sejak tahun 2002. Kampoeng Percik sendiri dibangun untuk mengembangkan tempat kerja Lembaga Percik. Tempat kerja ini terletak di kota Salatiga berjarak sekitar 1 km dari pusat kota.

Di atas tanah seluas 1.25 ha, dan terdiri dari 6 rumah tradisional Jawa dari kayu jati tua yang semula merupakan rumah-rumah penduduk di pedesaan, rumah-rumah tersebut dipindahkan dari tempat asalnya tanpa mengubah bentuk aslinya. Rumah-rumah tersebut kini difungsikan sebagai kantor administrasi, ruang kerja staf, ruang perpustakaan, aula seminar, kantin, dan rumah tamu.

Dengan lokasi yang berada ditengah persawahan, lingkungan pepohonan yang hijau, udara yang sejuk dan segar, Kampoeng Percik memberi suasana yang akrab dengan alam, nyaman untuk bekerja dan berseminar.

 

Percik, Lembaga Penelitian Sosial

Selepas berkeliling dikenalkan dengan sejarah dan keindahan Kampoeng Percik, peserta PTI 12 berkumpl di Aula untuk dikenalkan dengan pendiri Kampoeng Percik yaitu Lembaga Percik. Haryani Saptaningtyas, Direktur Eksekutif Percik lalu memaparkan tentang apa iu Lembaga percik.

Baca Juga : Walikota Salatiga: Semailah Perdamaian di Manapun Berada

“Percik sendiri, akronim dari Persemaian Cinta Kemanusiaan, merupakan lembaga independen yang diperuntukan bagi penelitian sosial, demokrasi dan keadilan sosial. Lembaga ini didirikan pada awal tahun 1996 (1 Pebruari 1996) oleh sekelompok ilmuwan di Salatiga yang terdiri dari sejumlah peneliti sosial, pengajar universitas, serta aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang bantuan hukum serta pengorganisasian masyarakat.” Papar Haryani yang akrab di sapa Yani.

Para pendiri ini merupakan sebagian dari staf akademik sebuah universitas di Salatiga yang terpaksa keluar dari universitas tersebut karena menolak beberapa kebijakan dari pengurus yayasan dan pimipinan universitas yang dinilai tidak demokratis, bertentangan dengan  nilai-nilai kemanusiaan, dan  tidak menjunjung tinggi kebebasan akademis serta otonomi kampus. Berdirinya Lembaga Percik merupakan wadah  baru untuk mewujudkan idealisme mereka mengenai masyarakat yang demokrastis dan berkeadilan sosial.

Yani melanjutkan “Kelahiran Percik juga tidak dapat dilepaskan dari tuntutan yang semakin luas dalam masyarakat Indonesia tentang perlunya proses demokratisasi  dilaksanakan dengan segera di berbagai bidang kehidupan bermasayarakat dan bernegara. Tuntutan tersebut muncul sebagai bagian dari keprihatinan yang meluas di masyarakat terhadap sistem politik yang semakin sentralistik, hegemonik, opresif, dan tidak toleran.”

Sistem politik yang tidak sehat tersebut berakibat pada rendahnya kesadaran dan partisipasi politik rakyat, tiadanya ruang publik yang memungkinkan terjadinya pertukaran wacana publik secara bebas, tidak berkembangnya lembaga-lembaga demokrasi, lemahnya penegakan hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM), serta birokrasi pemerintahan yang korup. Di lain pihak perkembangan masyarakat menunjukan kecederungan kearah masyarakat plural yang tersekat-sekat yang di dalamnya mengandung potensi konflik horisontal yang besar.

Kondisi politik yang tidak sehat tersebut melanda kehidupan politik baik pada aras nasional, maupun pada aras lokal. Keterlibatan panjang staf Percik dalam berbagai penelitian dan studi pada aras lokal yang dimiliki secara individual  oleh staf Percik dan dilandasi pula oleh keyakinan bahwa bagi  masa depan Indonesia arena politik pada aras lokal ini justru semakin penting dan menentukan, maka lahirnya Percik merupakan perwujudan dari keinginan untuk ikut menggulirkan proses demokratisasi politik pada aras lokal.

 

Perpustakaan Kampoeng Percik

Lembaga Percik mengembangkan Perpustakaan dengan koleksi khusus di bidang politik lokal, perkembangan civil society, demokrasi, keadilan sosial, Hak Asasi Manusia, serta praktek-praktek keagamaan lokal. Hingga saat ini koleksi buku-buku pada perpustakaan  telah mencapai lebih dari 3500 judul.

Perpustakaan ini selain dimanfaatkan oleh staf Percik untuk mendukung program-programnya, juga dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Para pengguna perpustakaan ini sangat bervariasi, meliputi para peneliti, mahasiswa (diantaranya mahasiswa S2 dan S3 yang sedang melakukan penelitian), aktivis LSM, anggota DPRD, tokoh masyarakat, dsb. Hingga saat ini tercatat 722 anggota  dari dalam maupun luar Kota Salatiga.

Menurit Yani tidak hanya buku, Percik juga melakukan diskusi buku dan memiliki unit publikasi yang menerbitkan publikasi lain selain buku, “Disamping pengembangan koleksi buku serta penambahan jumlah anggota, bagian perpustakaan sebagai unit penunjang juga memfasilitasi diadakan diskusi bedah buku yang  dilaksanakan setiap 2 bulan sekali,” beber Yani.

Pustaka Percik sebagai Unit penerbitan telah menerbitkan beberapa publikasi, diantaranya adalah, Renai Jurnal Politik Lokal dan Sosisal-Humaniora. Jurnal ini mengutamakan hasil-hasil penelitian dan terbit empat kali setahun. Seri monografi, terbitan sementara dari laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Percik  ataupun artikel lepas.

Penerbitan buku-buku Percik dilakukan melalui kerjasama Pustaka Percik dengan penerbit umum seperti LKIS dan Pustaka Pelajar. Buku-buku tersebut antara lain: 90 Menit Bersama Gus Dur, Desentralisasi Dalam Perspektif Lokal, Yang Pusat dan Yang Lokal, Civil Society Pada Aras Lokal, Konflik dan Kekerasan Pada Aras Lokal, dan sebagainya.

 

Penulis: Ai Siti Rahayu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *