Perusakan Rumah Warga Penghayat Kepercayaan di LAROMA, Sulawesi Utara

Kabar Utama34 Views

Kabar Damai | Kamis, 30 Juni 2022

Jakarta | kabardamai.id | Aksi perusakan Wale Paliusan sebagai rumah tinggal sekaligus tempat berkumpulnya penghayat kepercayaan LAROMA (Lalang Rondor Malesung) di Desa Tondei Dua, Motoling Barat, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara kembali menederai semangat toleransi di Indonesia.

Tim Kabar Damai kemudia mewawancarai Iswan selaku sekretaris di MLKI Dewan usyawarah Wilayah Sulawesi Utara. Dalam wawancaranya, Iswan menerangkan tentang kronologi peristiwa tersebut.

Kronologi Perusakan Rumah Warga Penghayat Kepercayaan di LAROMA, Sulawesi Utara

“Aksi perusakan dilakukan sekitar pukul 10.30 WITA oleh pelaku bernama Frengky Sual alias Kengky. Pelaku merupakan warga Desa Tondei Satu. Pelaku datang dari Desa Tondei Satu menuju ke rumah tempat berkumpul penghayat kepercayaan di Desa Tondei Dua pada saat pemilik rumah sedang makan bersama keluarganya. Pelaku datang dengan tiba-tiba dan memberitahukan bahwa dia akan melakukan pembongkaran rumah tersebut. Kemudian seisi rumah tersebut sontak terkejut karena pelaku langsung melancarkan aksinya dengan menggunakan balok yang diambil dari sekitar rumah”, jelas Iswan selaku sekretaris di MLKI Dewan usyawarah Wilayah Sulawesi Utara.

Pelaku menggunakan balok untuk membobol setiap sisi tembok rumah, dimulai dari belakang, depan kemudian sisi kanan dan diri rumah. Pelaku melakukannya sendirian tanpa bantuan siapapun.

“Karena saya tidak berada langsung di lokasi ketika kejadian tersebut terjadi, menurut saksi, alasan pelaku melakukan aksi tersebut karena tempat tersebut telah menjadi tempat para penyembah berhala atau gereja setan atau tempat orang-orang melakukan praktik menyimpang atau sesat”, tutur Iswan, (23/06/22).

Pelaku merusak sisi-sisi tembok rumah, pelaku juga mulai melakukan perusakan pada atribut-atribut organisasi seperti bendera organisasi, spanduk organisasi, tulisan-tulisan ajaran-ajaran leluhur penghayat kepercayaan, potret-potret leluhur bahkan meja sesajian dan sesajian dirusak. Aksi perusakan murni dilakukan sendiri namun ada 2 orang yang kemudian datang mengitimidasi penghuni rumah.

“Mereka mengintimidasi melalui perkataan-perkataan, seperti ‘kalian harus bertobat’, ‘kalian ini sesat’, ‘kalian ini pengikut ajaran yang salah’ dan sebagainya”, ungkap Iswan.

Kengky sempat meminta kepada 2 orang tersebut sebuah martil dan bensin supaya mempercepat perusakan. Aksi perusakan ini berlangsung sampai sekitar pukul 13.00 WITA.

“Penghuni hanya bisa pasrah karena sang ayah sedang sakit karena sudah usia lanjut, sang ibu tidak bisa berbuat apa-apa sedangkan cucunya yang berusia 9 tahun saat sedang makan kepalanya hampir mengenai batu bata sehingga mengalami syok”, jelas Iswan ketika ditanyai mengenai keadaan penghuni rumah yang menjadi korban perusakan yang dilakukan oleh pelaku.

Setelah pelaku perusakan dan 2 orang yang mengintimidasi pulang, penghuni rumah tersebut pergi dari rumah tersebut karena rumah tersebut tidak layak lagi ditempat. Seluruh peralatan makan rusak dan berantakan serta alat-alat musik yang biasa digunakan untuk seni budaya juga rusak.

Mereka pergi mencari kendaraan untuk melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib namun agak sulit karena selain karena orang sekitar juga mengetahui kejadian yang baru saja terjadi, kondisi hujan lebat pada saat itu mempersulit mereka mendapatkan pertolongan seseorang untuk mengantarkan melapor.

Baca Juga: Hakim dan Jaksa Tidak Serius Mengadili Perkara Perusakan Masjid Miftahul Huda Milik Ahmadiyah di Sintang

“Saya begitu mengetahui hal semacam itu sedang terjadi, saya langsung menjemput pemilik rumah tersebut dari Tondano, berjarak kurang lebih perjalanan 3,5 jam menuju Desa Tondei Dua dan pergi menuju Desa Picuan ke markas kepolisian sektor”, ucap Iswan. Kurang lebih pukul 12 malam melaporkan, mereka diminta untuk pulang dan kembali lagi esok hari.

Esok hari ketika tengah melapor, terjadi kembali perusakan susulan yang dilakukan oleh pelaku. “Pelaku menebang pohon yang berada dekat dengan rumah tersebut sehingga pohon tersebut menjatuhi rumah dan rumah jadi hancur.

Pelaku juga sempat melakukan percobaan pembakaran namun gagal”, jelas Iswan mengenai kerusakan susulan yang kabarnya diterimanya melalui panggilan di telepon genggamnya ketika melapor. Iswan mengatakan bahwa kerugian rusakan sebesar 60 juta rupiah.

Perusakan susulan ini langsung dilaporkan kepada pihak kepolisian sehingga pihak berwajib langsung menuju TKP dan melihat langsung.

“Pada saat itu juga langsung dilaksanakan pemeriksaan saksi. Saksi-saksi tersebut diantaranya, bapak Steinly Ondang, bapak John Sual dan Irma Sual. Ketiganya datang ke kantor kepolisian untuk memberikan kesaksiannya”, tuturnya.

Pentingnya Peran Tokoh Agama

“Warga LAROMA terkejut dengan kejadian ini. Belakangan beredar isu ditengah masyarakat bahwa akan ada pembongkaran namun pembongkaran oleh massa bukan oleh pribadi seperti yang dilakukan oleh pelaku. Pelaku berani melakukan aksinya karena terjadinya provokasi di masyarakat dan saran-saran dari masyarakat yang justru dilakukan oleh rohaniawan-rohaniawan yang ada di kampung. Pelaku sendiri memiliki latar belakang sebagai penatua atau tua-tua gereja”, jelas Iswan ketika ditanyai mengenai reaksi dari warga LAROMA terhadap kejadian ini.

Iswan berpendapat bahwa provokasi-provokasi itulah yang mendorongnya untuk melakukan aksi tersebut.

Puncak provokasi ketika pihak Direktorat Kemendikbud Vistek menghadiri upacara tolak bala di Wale Paliusan itu. Hal tersebut mengundang penolakan karena selama ini upacara tolak bala sudah lama tidak dilakukan beramai-ramai.

Karena biasanya upacara ini agak tersembunyi, namun karena sudah difasilitasi oleh Direktorat maka ada keberanian dari warga penghayat kepercayaan sendiri untuk melakukannya agak lebih terbuka. Namun ternyata membuat marah masyarakat sekitar sehingga beredarlah isu pembongkaran oleh massa”, ujar Iswan mengenai provokasi yang beredar di tengah masyarakat.

Warga penghayat kepercayaan LAROMA yang mengalami perusakan justru tidak mendapatkan perlakuan diskriminasi dari warga sekitar.

Iswan selaku bagian dari MLKI Sulawesi Utara berharap hal seperti ini tidak terjadi lagi. Menurut beliau, peran tokoh agama atas kejadian ini menjadi hal yang penting karena perkataan mereka membawa dampak terhadap masyarakat luas terutama karena mereka adalah role model masyarakat.

Beliau berharap bahwa tokoh agama ini mampu membantu mereka untuk memberitahukan pada masyarakat luas bahwa mereka bukanlah seperti yang mereka pikirkan. Pengahayat kepercayaan bukanlah suatu sekte pemuja setan dan sejenisnya.

Pemerintah Harus Memberikan Perhatian Terhadap Penghayat Kepercayaan

Beliau juga berharap untuk pemerintah lebih mengayomi dan memberikan perhatian khusus kepada  penghayat kepercayaan agar para penghayat kepercayaan mendapatkan rasa aman dan nyaman dalam menjalankan tradisi kepercayaannya.

“Untuk menghindari kejadian serupa terjadi kembali, marilah kita para pemuda-pemudi generasi penerus bangsa untuk belajar dan mengenali penghayat kepercayaan dan agama-agama lain supaya tidak terjadi kesalahpahaman yang menyebabkan perpecahan sehingga dengan mengenali satu sama lain akan ada rasa saling menghargai dan menghormati”, ajak Iswan kepada kita generasi muda bangsa.

 

Penulis : Nissy, Mahasiswa Prodi Filsafat Keilahian UKDW

Editor: Ai Siti Rahayu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *