Persepsi Anak Muda Terhadap Minoritas Gender Masih Rendah

Kabar Damai I Minggu, 09 Januari 2021

Jakarta I Kabardamai.id I Kelompok dengan minoritas gender masih sangat sering mengalami diskriminasi dan kekerasan dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka juga tidak mendapatkan banyak akses karena penolakan yang terjadi.

Hal ini disebabkan karena masih banyak yang minim menyuarakan toleransi terhadap kelompok minoritas gender sehingga kesenjangan terjadi dan marjinalisasi menjadi langgeng.

Generasi PINTAR dan Kantor Berita Radio menyelenggarakan gerakan bersuara lewat foto dalam rangka mengedukasi dan menghilangkan persoalan diskriminasi dan marjinalisasi terhadap kelompok minoritas gender yang ada.

Melalui tayangan Ruang Publik KBR, Geany Budiningsih Istira (Koordinator Generasi PINTAR), Produser Love Buzz KBR, Asrul Dwi dan Koalisi Rawat Hak Dasar, Jonta Saragih saling berbagi perspektifnya.

Geany

Kita dari bulan Desember 2020 sampai bulan Februari 2021 melaksanakan survey suara orang muda yang bekerjasama dengan warga muda saat pelaksanaanya. Lewat survey ini tujuannya untuk melihat respon orang muda Indonesia ketika memaknai konsep inklusifitas. Metodenya dengan menggunakan media google form melalui digital survei dan berhasil mengumpulkan total 693 sampel yang masuk dan yang menarik 82.7 persen respondennya adalah perempuan dan diisi oleh orang muda dari banyak daerah di Indonesia.

Tetapi ada note yang perlu dihighligt dimana tiga sampel terbanyak yang dikumpulkan masih didominasi di Pulau Jawa. Untuk hasil dari survey tersebut terbagi dalam beberapa segmen pertanyaan soal partisipasi orang muda soal kebebasan berusuara, keterlibatan dalam masyarakat dan konsep dalam isu-isu dimana yang paling mencolok dalam pertanyaan pendapat orang muda terkait menghormati identitas gender khususnya transgender atau minoritas gender.

Masih sebesar 48.7 persen orang muda Indonesia memiliki anggapan bahwa transgender ini adalah memiliki identitas yang menyimpang dari norma-norma sosial yang ada. Sementara pada isu yang lain, sebenarnya orang muda Indonesia secara teori atau konsep penerimaan sudah mulai menunjukkan jika mereka sudah cukup terbuka.

Jonta

Memang ada banyak sekali terutama masyarakat kita adalah masyarakat yang sudah dididik dengan nilai-nilai baik seperti nilai agama, nilai budaya timur yang sebenarnya belum tentu benar dan anggapan-anggapan ini yang sebenarnya malah membuat stigma. Jika berbicara tentang diskriminasi dan kesenjangan dimulai dari adanya stigma, ada perspektif yang tidak benar dalam tanda petik.

Ada banyak teman-teman transpuan yang mengalami tidak hanya distigma tapi juga terealisasi dalam bentuk diskriminasi. Misalnya saat mereka susah mendapatkan KTP, susah mengakses publik health dan segala macam.

Hal-hal ini juga turut dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan dalam hal ini khususnya pengetahuan masyarakat kita terhadap komunitas termarginalkan ini. Terkadang karena kita tidak tahu apa yang terjadi perihal realitas kehidupan teman-teman yang termarginalkan sehingga masyarakat menganggap bahwa persepsi yang berkembang dimasyarakat secara umum itu yang benar.

Harusnya sebelum kita bertindak ada baiknya untuk mencari tahu dulu. Kita harus berfikir secara kritis apakah benar apa yang diajarkan kepada kita sejak kecil misalnya perihal penyimpangan dan sebagainya. Padahal organisasi seperti WHO sudah mengeluarkan keberagama gender dan seksualitas bukan penyakit atau penyimpangan.

Asrul

Didalam Love Buzz kita coba menganggat kehidupan dan realita sehingga kenal orang ini dan dengar langsung dari dia sehingga terbangun simpati dan empati dari pendengar-pendengar Love Buzz.

Dari sana kita juga sekaligus ikut memberikan sumbangan pengetahuan buat pendengar sehingga lama-lama stigma itu bisa terangkat dan melihat mereka dengan apa adanya sebagai manusia bukan label atau stigma duluan ketika melihat teman-teman ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *