Oleh: Indah Riyani
Teknologi luar angkasa adalah teknologi yang digunakan untuk pergi, dan mengambil objek dari luar angkasa. Sedangkan luar angkasa atau dikenal juga dengan istilah antariksa adalah bagian luar dari atmosfer, yang merupakan hamparan kosong dan hampa udara. Pada masa perang, teknologi luar angkasa erat kaitannya dengan persenjataan. Hal ini karena secara spesifik pengembangan teknologi luar angkasa bermula dari penemuan roket yang digunakan untuk menyerang musuh dari jarak jauh.
Sejarah teknologi luar angkasa dimulai oleh Jerman pada tahun 1930-an dibawah pimpinan Wernher Von Braun, seorang insinyur dan ilmuwan roket. Wernher Von Braun dan timnya berhasil menciptakan roket V-2 atau Aggregat-4 (A4) yang digunakan sebagai senjata Jerman pada Perang Dunia II.
Jerman juga membuat Amerika Bomber Project, sebuah upaya membangun pesawat yang dapat lepas landas dari Jerman kemudian menjatuhkan bom di Amerika (Sekutu). Selain itu Jerman merancang Silbervogel, roket bersayap yang dapat terbang berulang dan mampu meluncur melewati Atlantik secara lebih cepat.
Walaupun Jerman sempat menyerang kota-kota besar Eropa yang dikuasai Sekutu, namun pada akhirnya Jerman harus mengakui kekalahannya dari pihak Sekutu. Secara terbuka maupun tersembunyi melalui Paperclip Operation, ilmuwan-ilmuwan hebat dan peralatan-peralatan canggih yang dimiliki Jerman dipindahkan ke Amerika Serikat. Tujuannya adalah agar mereka berkontribusi bagi penelitian-penelitian di Amerika Serikat dan mencegah mereka agar tidak jatuh ke tangan Uni Soviet.
Terbukti para tenaga ahli Jerman yang pindah ke Amerika Serikat berhasil mengembangkan Heavy Water melalui Manhattan Project, mereka kemudian menciptakan bom atom dengan kode nama Little Boy dan Fat Man yang dijatuhkan di Kota Hirosima dan Nagasaki, Jepang. Tercatat beberapa nama ilmuwan Jerman yang bekerja untuk Amerika Serikat yaitu:
- Wernher Von Braun, ia bekas anggota SS Nazi Jerman yang menciptakan roket V-2 bagi Jerman. Di Amerika Serikat ia menciptakan roket Saturnus V untuk membantu misi Apollo tahun 1969.
- Hubertus Strughold, ia dikenal sebagai bapak kedokteran luar angkasa karena merancang system penyokong kehidupan di luar angkasa. Ia mengawalinya dengan meneliti efek dari temperatur yang sangat rendah pada tubuh manusia di Camp Dachau, Jerman. Di Amerika Serikat ia menduduki beberapa jabatan tinggi di Angkatan Udara dan NASA.
- Herbert A. Wagner, la menemukan rudal Henschel Hs 293 yang digunakan Jerman. Di Amerika Serikat ia bekerja sebagai penasihat teknik bidang pertahanan Amerika Serikat.
- Kurt Blome, ia seorang dokter yang ahli dalam pengembangan senjata biologi, baik ketika bekerja untuk Jerman maupun Amerika Serikat.
Teknologi luar angkasa semakin dikenal luas dunia pada masa Perang Dingin. Informasi dan propaganda yang disebarkan oleh Uni Soviet maupun Amerika Serikat membuat perbincangan mengenai luar angkasa menarik untuk diikuti.
Pada tanggal 4 Oktober 1957 Uni Soviet meluncurkan satelit pertama di dunia (Sputnik 1). Tidak lama kemudian pada 31 Januari 1958 Amerika Serikat meluncurkan satelit pertamanya (Exploler 1). Tanggal 12 April 1961 Uni Soviet meluncurkan astronot pertama ke luar angkasa mengelilingi orbit bumi (Yuri Alekseyevich Gargarin) menggunakan kapsul Vostok I.
Amerika Serikat mengikutinya dengan meluncurkan astronot (Alan B. Shepard) menggunakan kapsul Mercury 1. Penerbangan ini hanya bersifat naik dan turun serta tidak mencapai orbit bumi. Uni Soviet kembali mengungguli Amerika Serikat dengan mengirim astronot (Mayor German Stephanovich) dalam penerbangan 25 jam 18 menit mengelilingi orbit bumi menggunakan Vostok II. Amerika Serikat pada akhirnya mampu melakukan tiga kali orbit dalam penerbangan 4 jam 56 menit diawaki oleh astronot (Letkol Jhon Herschel Glenn) menggunakan kapsul Friendship 7.
Setelah berlomba keluar angkasa dan mengelilingi orbit bumi, Uni Soviet dan Amerika Serikat melanjutkan rivalitasnya, kali ini bulan dipilih sebagai objek persaingannya. Pada tanggal 14 September 1959 Uni Soviet mengawalinya dengan mengirimkan satelit tanpa awak (Lunik II). Satelit ini tercatat sebagai satelit pertama yang mendarat di permukaan bulan. Selang tujuh tahun kemudian, Uni Soviet berhasil melakukan pendaratan lunak melalui satelit (Lunik IX). Tanggal 17 Juli 1969 Amerika Serikat mengejutkan dunia karena meliput pendaratan manusia pertama di bulan menggunakan satelit (Apollo-11) yang di awaki oleh Neil Amstrong dan Edwin Adrin. Total sejak pertama kali mendarat di bulan sejak tahun 1969 sampai tahun 1972 Amerika Serikat sudah mengirim tujuh kali misi ke bulan.
Perkembangan dunia luar angkasa semakin meneguhkan Uni Soviet dan Amerika Serikat sebagai sebuah Negara yang mampu mengakses, mengeksplorasi dan mengeksploitasi luar angkasa yang pada periode itu masih jarang Negara lain untuk melakukannya. Pasca Perang Dingin berakhir, prinsip untuk mengembangkan luar angkasa secara lebih lanjut dibangun dengan beberapa cara yaitu:
- Mengirim manusia keluar angkasa
- Mengembangkan pesawat ruang angkasa
- Mengembangkan askses keruang angkasa dengan proses mudah dan lebih murah
- Menggunakan pesawat ruang angkasa untuk membangun stasiun ruang angkasa, Mars, dan planet-planet lainnya
- Menghuni stasiun ruang angkasa dan menggunakannya sebagai dasar untuk memulai ekspedisi ke bulan
Pada akhirnya Uni Soviet dan Amerika Serikat bersama-sama dengan Negara maju lainnya bahu-membahu membangun serta mengembangkan stasiun luar angkasa Internasional. Kini, perkembangan teknologi luar angkasa tidak hanya menjadi monopoli Uni Soviet dan Amerika Serikat saja. Cina, Jepang, India dan Negara-negara Uni Eropa lainnya tercatat serta terbukti telah berhasil mengembangkan hal yang sama. Di Indonesia perkembangan teknologi luar angkasa memang berjalan agak lambat.
Tahun 1963 didirikan Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN) yang difokuskan untuk pembuatan roket dan satelit, dilanjutkan tahun 1976 Indonesia berhasil meluncurkan Sistem Komunikasi Satelit Domestik Palapa (SKSD Palapa). Pada masanya itu Indonesia menjadi Negara ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Kanada yang menggunakan satelit komunikasi. Rentang beberapa puluh tahun kemudian baru pada tahun 2012 Indonesia mampu menciptakan satelit sendiri yang dinamakan Lapan A2/Orari, yang pada tahun 2015 untuk pertama kalinya berhasil diluncurkan ke luar angkasa.
Baca Juga: Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia
Para ahli mengatakan bahwa ancaman terbesar bagi kemampuan berbasis ruang angkasa adalah kegiatan alami, tidak disengaja, atau disengaja yang menghambat atau menolak akses ke lingkungan ruang angkasa. Beberapa ancaman yang jelas terhadap aset berbasis ruang angkasa meliputi peningkatan jumlah serpihan ruang angkasa, gangguan yang disebabkan cuaca ruang angkasa, semakin mudahnya akses ke ruang angkasa dan potensi serangan kinetik/peperangan dunia maya/elektronik pada ruang angkasa dan aset darat yang mendukung ruang angkasa.
Serpihan ruang angkasa memberikan risiko bagi teknologi berbasis satelit. Angkatan Udara Amerika Serikat melacak lebih dari 23.000 benda buatan manusia di orbit yang berukuran kira-kira sebesar bola kasti atau lebih besar dan kemudian memperingatkan operator di seluruh dunia mengenai tabrakan yang mungkin segera terjadi, diungkap oleh Marsekal Madya John Raymond, wakil kepala staf divisi operasi, Angkatan Udara Amerika Serikat kepada surat kabar Defense News pada Januari 2016. Ia mengatakan bahwa atas dasar informasi tersebut, operator satelit memosisikan kembali satelitnya lebih dari dua kali seminggu.
Ada ratusan ribu serpihan tambahan yang disebut sampah antariksa yang terlalu kecil untuk dilacak tapi cukup besar untuk merusak satelit atau bahkan Stasiun Luar Angkasa Internasional menurut National Aeronautics and Space Administration (NASA) Amerika Serikat. Fragmen-fragmen itu dapat meluncur dengan kecepatan hingga 35.900 kilometer per jam.
Pada tahun 2007, Tiongkok menguji kemampuan anti-satelitnya (ASAT) dengan sengaja menghancurkan satelit cuaca yang tidak berfungsi. Pengujian ini menciptakan lebih dari 2.300 buah serpihan yang besarnya lebih dari 10 cm dan 150.000 partikel serpihan, menurut Kantor Program Serpihan Orbit NASA. Lebih dari sepertiga serpihan tersebut bisa tetap berada di orbit selama lebih dari 20 tahun. Kemudian pada tahun 2013, Tiongkok meluncurkan roket yang mendekati tempat aman satelit geosinkron strategis.
Potensi ancaman terhadap satelit selama konflik semakin meningkat. Banyak negara termasuk Tiongkok, Rusia, India, dan Amerika Serikat dilaporkan mengembangkan kemampuan untuk menolak akses ke satelit selama konflik. Beberapa pejabat memperingatkan bahwa konflik bisa dimulai di ruang angkasa dari domain udara, laut, darat, dan elektromagnetik.
Cakupan perang luar angkasa meliputi perang darat ke antariksa, seperti menyerang satelit dari Bumi, serta perang antariksa ke antariksa, seperti satelit menyerang satelit. Hingga 2019 tak ada perang sebenarnya yang pernah terjadi di antariksa, meskipun sejumlah uji coba dan demonstrasi telah dilakukan. Perjanjian-perjanjian internasional dilakukan untuk mengatur konflik-konflik di luar angkasa dan membatasai pemasangan sistem-sistem senjata antariksa, khususnya senjata nuklir.
Donald Trump mengatakan, pada 2019 bahwa luar angkasa adalah domain perang baru dan diikuti oleh pembentukan Angkatan Luar Angkasa Amerika Serikat, sebagai komitmen dominasi negaranya di luar angkasa. Negara lainnya yang merasa takut dengan percepatan perlombaan senjata di luar angkasa khawatir dengan hal itu
Pada pertemuan terakhir Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Penggunaan Luar Angkasa yang Damai, banyak negara menyatakan dengan waspada bahwa mencegah konflik di luar angkasa dan menjaga luar angkasa agar tetap tenang telah menjadi hal lebih penting dari sebelumnya. Terpilihnya Joe Biden dan Kamala Harris sebagai presiden dan wakil presiden Amerika Serikat berikutnya, menunjukkan adanya harapan. Masa depan antariksa mungkin lebih mirip dengan peluncuran misi SpaceX Crew-1 NASA ke Stasiun Luar Angkasa Internasional baru-baru ini.
Pemerintahan Biden-Harris tampak lebih tertarik pada kerja sama internasional dalam luar angkasa. Sejak 1967, aktivitas manusia di luar angkasa telah dipandu oleh prinsip-prinsip yang diterima secara universal, tertanam dalam Perjanjian Luar Angkasa. Itu memastikan bahwa tidak akan ada konflik militer di luar angkasa dan eksplorasi serta penggunaan luar angkasa untuk kepentingan semua negara.
Di sisi lain, perang luar angkasa tidak akan memiliki pemenang yang jelas. Dalam arena yang kompleks dan digunakan bersama secara global seperti luar angkasa, negara-negara harus mematuhi aturan yang diterima dan praktik yang ditetapkan.
Sebagai tanda yang menjanjikan, tim peninjau NASA Biden-Harris terdiri dari sekelompok ilmuwan luar angkasa serta mantan astronot. Pemerintahan saat ini mendirikan kembali Dewan Antariksa Nasional yang diketuai oleh wakil presiden.
Menurut David Kuan-Wei Chen, direktur eksekutif Pusat Penelitian Hukum Udara dan Luar Angkasa di Universitas McGill, untuk memastikan domain luar angkasa tidak menjadi arena konflik, aturan yang berlaku untuk setiap penggunaan luar angkasa oleh militer perlu dipahami, dihormati, dan dikembangkan lebih lanjut.
Jika terjadi kegagalan, itu dapat menyebabkan kehancuran, gangguan, dan dampak pada kehidupan sipil, terutama di negara seperti Amerika Serikat, yang ekonomi dan masyarakatnya sangat bergantung pada infrastruktur luar angkasa.
Steven Freeland, profesor Hukum Internasional di Universitas Western Sydney mengatakan bahwa luar angkasa adalah area yang kompetitif, di mana terdapat kepentingan ilmiah, komersial, dan ekonomi, serta masalah keamanan nasional dan militer.
Teknologi luar angkasa memiliki manfaat dalam kehidupan manusia yaitu dapat memajukan bidang informasi dan komunikasi dengan penggunaan satelit komunikasi, berkembangnya ilmu astronomi, memajukan sistem penginderaan jauh dengan penemuan Global Positioning System (GPS). Selain itu, teknologi luar angkasa juga berdampak bagi peralatan yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-harinya, seperti :
- Komunikasi dan Navigasi
Internet, TV satelit dan GPS yang digunakan manusia adalah pencapaian industri luar angkasa. Satelit diluncurkan dan berfungsi sebagai jembatan antara Bumi dan luar angkasa.
- Alat-alat Listrik Nirkabel
Melalui teknologi luar angkasa, alat-alat listrik nirkabel telah memasuki kehidupan manusia sehari-hari. Misi luar angkasa Apollo, menggunakan bor portabel untuk mengekstraksi tanah dari permukaan bulan. Black & Decker mengembangkan program komputer untuk mengoptimalkan desain motor bor dan memastikan konsumsi energi minimal. Program ini telah mengarah pada pengembangan berbagai alat nirkabel portabel konsumen, medis dan industri, termasuk penyedot debu Dustbuster yang populer.
- Scratch Proof Lenses
Di luar angkasa, banyak partikel debu bergerak dengan kecepatan luar biasa dan dapat merusak kaca helm astronot. Pada tahun 1970-an, Pusat Penelitian Lewis mengembangkan lapisan khusus berdasarkan pada struktur karbon intan. Lapisan ini 10 kali lebih tahan terhadap goresan daripada kaca biasa, yang memungkinkan untuk digunakan dlam astronautika. Saat ini, teknologi ini digunakan dalam produksi berbagai macam kacamata biasa.
- Pakaian Medis
Di era penerbangan luar angkasa berawak, menjelaskan bahwa di bawah gravitasi nol, sistem tubuh manusia akan sangat terganggu. Atrofi otot, volume tulang menurun dan koordinasi tubuh terganggu. Untuk mencegah konsekuensi negatif berada di gravitasi nol, dokter ruang angkasa dan ahli fisiologi Soviet mengembangkan pakaian beban yang memberi tekanan pada sistem alat gerak astronot. Banyak pakaian medis seperti misalnya Penguin, Regent, Adelie sekarang digunakan untuk merawat orang-orang dengan gangguan sistem alat gerak, celebral palsy dan penyakit Parkinson. Dengan adanya kostum ini, dokter membantu anak-anak dengan cerebral palsy untuk berjalan dan meningkatkan mobilitas. Kostum ini juga digunakan untuk merehabilitasi penderita stroke.
- Kawat Gigi Tidak Berwarna
Kawat gigi tidak berwarna muncul berkat industri luar angkasa. Bahannya terbuat dari alumina polikristalin, yang diciptakan oleh NASA bersama dengan Ceradyne untuk melindungi kepala rudal yang dipandu inframerah, karena bahan ini transparan terhadap radiasi inframerah.
- Teflon dan Velcro
Teflon dan Velcro adalah penemuan paling terkenal yang sering dikaitkan dengan teknologi ruang angkasa. Kedua teknologi ini ditemukan jauh sebelum manusia terbang ke luar angkasa, tetapi menyebar luas hanya setelah masuk ke industri luar angkasa.
- Refleksi
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan teknologi luar angkasa tidak hanya digunakan untuk penerbangan luar angkasa saja, bahkan juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Seiring berjalannya waktu, manusia semakin mahir dalam menciptakan teknologi-teknologi baru dan canggih. Teknologi luar angkasa semakin berkembang setiap tahunnya. Tidak hanya berhasil mendaratkan manusia di bulan, satelit komunikasi dan navigasi juga diluncurkan oleh Amerika untuk mendukung berjalannya program-program televisi, telepon komunikasi, dan internet.
Tidak hanya di Amerika dan Uni Soviet, dalam perkembangannya teknologi luar angkasa juga diminati oleh banyak negara, seperti Kanada, Jepang, Perancis, Belgia, Denmark, Britania Raya, Italia, Belanda, Norwegia, Swedia, Spanyol, Swiss dan bahkan Indonesia juga meluncurkan satelit komunikasi pertama pada tahun 1976 yaitu Palapa A1 dan Palapa B1. Hingga saat ini, perkembangan teknologi luar angkasa terus mengalami perkembangan dan perubahan menjadi semakin canggih. Banyak astronot yang bergantian datang dan pergi untuk meneliti luar angkasa, dan banyak juga satelit-satelit komunikasi yang diluncurkan bertujuan untuk membantu proses kehidupan manusia.
Oleh: Indah Riyani, Siswi SMAN 1 Pontianak