Perempuan Gereja Desak Pemerintah Sahkan RUU PKS

Kabar Puan82 Views

Kabar Damai I Jumat, 12 Maret 2021

 

Sumatra Utara I kabardamai.id I Banyaknya kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anak dan perempuan di Sumatera Utara mendorong perempuan gereja di wilayah ini  menyuarakanpentingya perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.

Hal ini disampaikan dalam webinar yang dihelat oleh Peruati Tanoh Simalungun, Peruati Pasti Sumut, PWKI dan Seksi Inang Sinode  GKPS dan didukung oleh United Evangelical Mission Region Asia.

Laman Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mewartakan, webinar ini dilaksanakan dalam rangka Hari Perempuan Internasional dengan membuat dua seri webinar pada Selasa (9/3) (untuk melihat konteks Sumatera Utara) dan pada Rabu (10/3) dengan menghadirkan narasumber dari tingkat lokal dan nasional.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Simalungun, Hormauli Purba mengungkap bahwa setiap bulan mereka menerima rata-rata 2 pengaduan kasus kekerasan seksual. Umumnya korban adalah anak dan remaja putri. Pelakunya adalah orang terdekat. Olehnya kerjasama semua pihak termasuk peran gereja sangat dibutuhkan untuk penghapusan kekerasan seksual.

Pdt. Gomar Gultom, Ketua Umum PGI mengatakan memang tak dapat dipungkiri bahwa di lingkungan gereja sebagai tempat yang dianggap aman bagi siapa saja juga berpotensi menjadi tempat untuk melakukan kekerasan seksual.

“Oleh karena itu gereja berperan untuk mengkampanyekan penghentian kekerasan seksual ini. Misalnya melalui pendidikan sejak dini, membuat pedoman pencegahan kekerasan seksual saat konseling, melalui katekisasi tentang hal ini yang tujuannya untuk menjernihkan pikiran,” terang Gomar.

Dalam acara yang sama, anggota DPR RI Rike Diah Pitaloka, menyebutkan bahwa Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) ini telah masuk dalam daftar prolegnas prioritas tahun 2021. Namun harus berjuang lebih keras lagi dengan adanya upaya penolakan terhadap RUU ini terutama di ruang publik terutama pertarungan opini yang dihadapkan dengan perspektif agama.

Dua nara sumber lain dari Komnas Perempuan Veryanto Sitohang dan Ketua Badan Pengurus Nasional  Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia (BPN PERUATI) Pdt Darwita Purba mengatakan pentingnya kampanye penghapusan kekerasan seksual karena keterbatasan informasi yang diperoleh masyarakat sehingga dapat memecah kebisuan.

 

Mengapa RUU PKS Penting?

Sebelumnya, di tahun 2020, DPR mencabut RUU PKS dari daftar prolegnas prioritas dengan alasan proses “pembahasan yang sulit”.

Diwartakan BBC, DPR memasukkan RUU PKS dalam prolegnas prioritas tahun 2021 dan akan mulai membahasnya pada minggu pertama bulan April.

Meski sudah masuk Prolegnas Prioritas, Komnas Perempuan, badan yang mendesak pengesahan RUU ini secepatnya, melihat bahwa proses pengesahan aturan ini masih sangat panjang, karena DPR akan menyusun draf itu dari awal.

Padahal, RUU itu dinilai sangat urgen, mengingat saat ini kekerasan seksual baru diatur dalam KUHP, yang hanya mengkasifikasi dua jenis kekerasan, yakni perkosaan dan percabulan.

Di luar dua kategori itu, penyintas kerap kesulitan mengakses keadilan, kata Siti Aminah Tardi, komisioner Komnas Perempuan.

“Misalnya penyiksaan seksual, perbudakan seksual, pelecehan seksual nonfisik, itu belum ada ketentuannya. Ribuan penyintas yang mengalami itu tidak bisa mengakses keadilan. Mereka juga tidak mendapatkan penanganan atau pemulihan yang maksimal karena sistem peradilan pidana kita belum terintegrasi dengan sistem layanan pemulihan korban,” terang Siti Aminah, kutip bbc.com (11/3).

Pencegahan kekerasan seksual pun sulit tanpa aturan itu, lanjut Siti, seraya memberi contoh tentang kasus perempuan-perempuan yang diremas payudaranya saat sedang berjalan atau berlari di daerah Tangerang Selatan.

Peristiwa itu terus berulang dan menurut pemberitaan Kompas.com, hanya ada satu pelaku yang terungkap karena menurut polisi, petunjuk dan alat bukti yang ada sangat minim.

“Secara tak langsung itu dipengaruhi oleh infrastruktur daerah itu, misalnya daerah rumahnya tak memiliki sistem pengamanan publik seperti CCTV. Itu contoh pelecehan yang terjadi karena ada ruang tak aman,” ungkapnya.

 

Baca juga: UNESCO Adakan Kampanye Kesadaran Tentang Kekerasan Online Terhadap Jurnalis Perempuan

Mengapa Pembahasan Alot?

Ledia Hanifa, anggota Fraksi PKS di DPR, partai yang sebelumnya kerap menyampaikan penolakan terkait sejumlah pasal RUU, mengatakan ia berharap di draf yang baru, pasal-pasal yang sebelumnya disebutnya kontroversial tidak lagi dimasukkan.

“Kemarin-kemarin yang menimbulkan kontroversi, bertentangan sama agama, norma-norma ketimuran, Indonesia, itu enggak boleh masuk lagi,” kata Ledia kepada BBC.

Partainya pun menyarankan nama RUU itu diubah, sehingga tak menyebut “kekerasan seksual” tapi “kejahatan seksual” sehingga hanya fokus pada tindak kejahatan seksual, yaitu pemerkosaan, penyiksaan seksual, penyimpangan perilaku seksual, pelibatan anak dalam tindakan seksual dan inses.

Merujuk pada draf tahun 2016, fraksi PKS, kata Ledia, juga mempermasalahkan frasa seperti “persetujuan untuk melakukan hubungan seksual” atau sexual consent, yang menurutnya harusnya tetap dilarang untuk mereka yang belum resmi menikah.

Partai itu juga mempermasalahkan naskah akademik RUU itu, yang menjelaskan mengenai kekerasan seksual atas dasar pilihan orientasi seksual berbeda.

Mereka juga keberatan dengan pasal mengenai pemaksaan aborsi dan pemaksaan perkawinan.

Sejumlah kelompok, dalam laporan BBC juga menentang RUU ini yang mereka sebut “mendukung zina dan LGBT”.

Anggapan seperti ini sudah berulang kali dibantah oleh pengusul RUU PKS juga Komnas Perempuan.

 

Bagaimana Tindakan Lanjut para Pengusul?

Sejumlah kekhawatiran mengenai RUU PKS, dinilai Luluk Hamidah, seorang anggota Partai PKB, yang mengusung RUU itu, sebetulnya tak relevan.

“Jadi apa yang mereka khawatirkan itu kan hanya kekhawatiran, itu tak berarti bahwa itu ditujukan untuk hal itu. Menurut kami ini jelas.

“Tapi kami terbuka, kami mengundang ahli bahasa sekali lagi untuk bener-benar memastikan substansi tertulis dengan sangat jelas, sehingga orang membaca bisa jelas mengerti apa yang dituliskan dengan apa yang dimaksudkan,” ujarnya, kutip BBC (11/3).

Ia mengatakan ke depan, pengusung akan segera melakukan pemetaan pokok persoalan dan menggencarkan lobi-lobi demi mengesahkan aturan itu secepatnya.

Sekjen Kaukus Perempuan Parlemen itu menambahkan berbagai kelompok masyarakat sudah mengirimkan petisi berkali-kali, mendesak agar RUU ini disahkan.

Sebelumnya, pemerintah, melalui Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, mengatakan, pengesahan RUU PKS tidak dapat ditunda lagi.

Bintang Darmawati mengatakan undang-undang semacam ini sangat penting dan mendesak disahkan karena kekerasan seksual tidak hanya memberikan dampak kepada korban, tetapi pada pola pikir masyarakat secara luas. [ ]

 

Penulis: A. Nicholas

Editor: –

Sumber: pgi.or.id I bbc.com I kompas.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *