Perayaan Diwali Versi Umat Sikh. Apa bedanya dengan Hindu?

Oleh Harkirtan Kaur, Pemuda Sikh , Aktivis interfaith

Tanggal 24 Oktober 2022 lalu diperingati sebagai hari Diwali di seluruh dunia. Seluruh umat, tidak hanya Hindu, melainkan umat Sikh dari berbagai belahan dunia juga ikut menyambut perayaan Diwali dengan meriah. Pada umumnya, hari Diwali disambut dengan persiapan mendekorasi rumah, berbagai kue-kue khas negeri Hindustan, musik dan lagu-lagu yang khas, kembang api, dan masih banyak lagi.

Hari Diwali juga identik dengan kebersamaan dimana pada perayaan yang sakral ini, keluarga berkumpul bersama untuk berdoa, meminta berkat, menyalakan lilin bersama, makan bersama. Tidak hanya umat Hindu, festival Diwali juga ikut dirayakan oleh seluruh lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang agama yang ada di India, termasuk para penganut Sikh.

Apa yang sebenarnya dirayakan dalam festival ini?

Seperti hari Lebaran yang memiliki makna untuk merayakan kemenangan setelah berpuasa selama sebulan, dan hari Natal untuk merayakan hari lahirnya Sang Juru Selamat, maka hari Diwali pun memiliki makna tersendiri. Secara umum, Diwali/Deepavali dimaknai sebagai festival lampu dimana pada perayaan ini, masyarakat akan memasang Diya (lilin minyak) dan Rangoli (bubuk dekorasi warna yang biasa terbuat dari beras maupun parutan kelapa) di pekarangan rumah mereka. Umat Hindu memaknai hal ini untuk merayakan kembalinya dewa Rama bersama Dewi Sita ke kerajaan Ayodhya seteleh berhasil mengalahkan si jahat Rahwana.

doc. google.com

Berbeda dengan para penganut agama Hindu, umat Sikh memaknai hari Diwali sebagai hari pembebasan. Oleh karena itu, dalam Komunitas Sikh, perayaan Diwali juga dikenal dengan istilah “Bandi Chhor Diwas” yang berarti Hari Pembebasan dari Ikatan. Ikatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah ikatan-ikatan dengan hal-hal yang bersifat duniawi yang seringkali membelenggu manusia dan menjauhkan manusia dari sang pencipta.

Sejarah dari festival yang penuh gemerlap nyala lilin 

Jika kita berbicara mengenai sejarah, maka perayaan Diwali/Bandi Chhor Diwas yang dirayakan oleh umat Sikh di seluruh dunia memiliki tonggak peristiwa yang sangat penting. Hal itu disebabkan karena di hari Bandi Chhor Diwas inilah terjadi pembebasan yang dilakukan oleh Guru ke 6 umat Sikh, yaitu Sri Guru Hargobind Sahib Ji terhadap 52 raja-raja India yang pada saat itu menjadi tahanan penguasa Mughal di Benteng Gwalior, India. Hal ini berawal dari kecemburuan dan rasa takut yang dirasakan oleh Jahangir, penguasa dari dinasti Mughal pada saat itu yang melihat Sri Guru Hargobind Sahib Ji memiliki begitu banyak umat dan pasukan yang siap melawan tirani kekuasaan Mughal demi memperjuangkan kebenaran. Rasa cemburu dan takut yang dimiliki Jahangir ini dimanfaatkan oleh Chandu, seorang penghianat yang sangat dekat dengan kerajaan Mughal untuk menghabisi Sang Guru dan Para Sikh pada waktu itu.

Baca juga : Melihat Tuhan dalam Diri Setiap Orang dengan Perspektif Sikhisme

Chandu yang licik menghasut Jahangir agar Sang Guru harus dipenjarakan di Benteng Gwalior bersama para tahanan lain. Mendengar hal ini, Sang Guru dengan senang hati menyetujui permintaan Jahangir dan pergi ke Benteng Gwalior untuk menghabiskan waktunya bersama para tahanan di Benteng tersebut. Sang Guru sudah mengetahui bahwa Ia mempunyai misi lain, yaitu misi penyelematan bagi para tahanan disana.

doc.google.com

Setelah memenjarakan Sang Guru, kondisi Kesehatan Jahangir mulai menurun. Ia jatuh sakit dan sakitnya tak kunjung sembuh. Sain Mian Mir, seorang Suci dari Muslim Sufi berkata pada Jahangir bahwa Jahangir hanya akan sembuh dari penyakitnya setelah ia membebaskan Sri Guru Hargobind Sahib Ji dari penjara. Setelah lebih dari 40 hari, atas desakan para umat Sikh dan ramalan Sain Mian Mir, akhirnya Sang Guru akan dibebaskan dari penjara tersebut. Namun, demi menyelamatkan para tahanan, Sang Guru memberikan syarat pada Jahangir bahwa jika Jahangir ingin membebaskan Sang Guru, maka ia juga harus membebaskan para tahanan lain yang berada dalam penjara tersebut. Hal ini dilakukan oleh Sang Guru karena Ia mengetahui bahwa tahanan-tahanan tersebut telah mengalami ketidak adilan. Dengan kata lain, para tahanan tersebut merupakan raja-raja yang tidak bersalah yang dipenjarakan tanpa alasan yang jelas.

Jahangir yang angkuh tidak menyetujui hal ini. Namun, karena kondisinya yang semakin memburuk dan rasa takut akibat ramalan dari Sain Mian Mir tersebut, akhirnya ia pun memberikan syarat kepada Sang Guru agar jika ingin para tahanan bebas bersamaNya, maka para tahanan tersebut harus keluar dari penjara dengan memegang jubah Sang Guru. Jahangir mengira bahwa hal ini akan mustahil dilakukan karena ada 52 raja yang ikut ditahan pada zaman itu. Namun, Sang Guru yang merupakan Cahaya Ilahi selalu memiliki cara untuk menyelamatkan umat manusia dari ketidak adilan. Sang Guru pun menyetujui syarat yang diberikan Jahangir padaNya ini dan meminta para umat Sikh untuk membuatkanNya sebuah jubah yang memiliki 52 tali/rumbai yang dapat dipegang oleh ke 52 raja tersebut agar mereka bisa bebas bersama Sang Guru.

Akhirnya, Sang Guru dan kelima puluh dua raja tersebut pun terbebas dari tahanan dan kembali ke Amritsar. Umat Sikh di Amritsar pada saat itu pun menyambut kembalinya Sang Guru dengan antusias dan kegembiraan yang sangat tinggi. Mereka memasang ribuan lilin di segala sisi untuk merayakan kembalinya Sang Guru Sejati dan bebasnya para tahanan. Peristiwa inilah yang menjadi tonggak sejarah penting yang sampai hari ini dirayakan oleh Umat Sikh diseluruh dunia yang dikenal dengan hari “Bandi Chhor Diwas”.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *