Oleh Trisna Novianti
“Generasi muda era milenial harusnya berevolusi menjadi agen perubahan dalam menghadapi tantangan kebinekan dengan sikap toleran yang semakin hari kian menipis”
Generasi Milenial merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut mereka yang lahir tahun 1981 hingga 1996. Generasi milenial juga seringkali disebut dengan generasi Y. Saat ini rata-rata generasi milenial adalah 25 hingga 40 tahun. Genersi Milenial merupakan generasi yang sangat spesial dan berbeda dari
generasi yang lain atau sebelumnya. Kelahiran Generasi Milenial sering dikaitkan dengan teknologi, pendidikan, moral, budaya bahkan cara bersosialisasi di kalangan masyarakat.
Generasi Milenial di Negara Indonesia berkisar 32% dari populasi penduduk Indonesia. Genarasi Milenial juga merupakan agen perubahan yang tentunya sangat diharapkan untuk lebih mengedepankan suri teladan dalam segala hal sehingga bisa mewujudkan sebuah kehidupan yang lebih baik sesuai dengan
harapan yang diamanahkan oleh UUD 1945. Peran Generasi Milenial diharapkan mampu menumbuh-kembangkan nilai-nilai yang ditanamkan dalam kehidupan bernegara. Salah satu nilai yang akan saya bahas adalah pentingnya nilai toleransi dikalangan generasi milenial.
Ingin Berteman dengan Non-Muslim
Nama saya Trisna Novianti, Saya terlahir dari keluarga muslim, tapi saya memiliki keluarga yang non muslim dan kami hidup dengan harmonis. Ayah dari ibu saya beragama Kristen. Setelah menikah dengan nenek saya beliau memutuskan untuk menjadi seorang mualaf. Saya sejak kecil hidup berdampingan dengan saudara yang berbeda agama. Kemudian saya masuk salah satu SD (Sekolah Dasar) di Cirebon, Jawa Barat. Semua teman-teman saya muslim dan kami semua berteman dengan baik.
Setamat SD saya melanjutkan ke jenjang SMP, yakni di Madrasah Tsanawiyah. Sama ketika saya masih SD semua teman saya beragama Islam dan kami semua berteman baik. Lulus dari Tsanawiyah ibu saya menyekolahkan saya di Madrasah Aliyah Cirebon. Sebenarnya saya tidak ingin masuk Madrasah Aliyah karena saya merasa sejak saya SMP bahkan sampai saya SMA saya sekolah di Madrasah, Saya ingin masuk sekolah umum saja, karena saya ingin mencari suasana baru dan saya saat itu ingin sekali memiliki teman yang berbeda agama.
Saya memiliki pengalaman buruk pada saat duduk di bangku SMA (Madrasah Aliyah). Guru saya sangat kasar kepada siswanya karena perihal masalah kecil. Saat itu saya berpikir bahwa guru tersebut tidak pantas berbuat kasar kepada siswanya.
Pengalaman lain yang pernah saya alami,
Saat saya lulus SMA teman saya pernah mengatakan kepada saya bahwa saya
sudah pindah agama karena kala itu saya memajang foto tak berhijab di salah satu media social.
Ini merupakan salah satu yang sangat membuat saya sakit hati. Saya berfikir tindakan teman saya ini termasuk tindakan intoleran yang tak menghargai pilihan orang lain dalam berbusana.
Jujur, selama saya sekolah saya tidak pernah tahu apa itu toleransi, apa itu keberagaman. Selepas lulus SMA saya kuliah di salah satu kampus swasta di Cirebon, di mana kampus saya ini adalah kampus yang menghargai keberagaman. Di kampus itu pula saya bergabung dengan komunitas toleransi dan keberagaman, yakni Komunitas Inspiration House Cirebon. Dari komunitas inilah saya mendapat info adanya Sekolah Kepemimpinan Pemuda Lintas Agama (SKPLA) yang diselenggarakan oleh Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP).
Di SKPLA inilah saya mempunyai teman dari berbagai agama yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, saya memiliki wawasan luas mengenai keberagaman dan bagaimana kita harus bersikap tolerans terhadap teman yang berbeda. Ini merupakan cerita singkat tentang perjalanan hidup saya. Saya memiliki satu Quotes yang saya tanamkan pada diri saya yaitu:
“Tanamlah Sifat Toleran dalam Hatimu dan Jiwamu Maka Kamu Akan Tumbuh Menjadi Pribadi yang Menghargai Setiap Perbedaan
yang Ada”
Memahami Toleransi dan Intoleransi
Toleransi adalah adalah sikap manusia untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan, baik antar individu maupun kelompok. Untuk menghadirkan perdamaian dalam keberagaman, perlu menerapkan sikap toleran. Secara etimologi, toleransi berasal dari bahasa Latin, tolerare, yang artinya sabar
dan menahan diri. Sedangkan secara terminologi, toleransi adalah sikap saling menghargai, menghormati, menyampaikan pendapat, pandangan, kepercayaan kepada antarsesama manusia yang bertentangan dengan diri sendiri.
Berdasarkan arti secara bahasa, toleransi dapat dimaknai sebagai kemampuan setiap orang untuk bersabar dan menahan diri terhadap hal-hal yang tidak sejalan dengannya. Banyak orang menyebut toleransi sebagai kunci utama perdamaian yang patut dijaga. Hal itu penting untuk diperhatikan mengingat bangsa Indonesia mempunyai latar belakang perbedaan yang beragam, mulai keyakian, suku, ras, hingga warna kulit.
Salah satu bentuk toleransi adalah toleransi beragama, yang merupakan sikap saling menghormati dan menghargai antar penganut agama lain, seperti: (1) Tidak memaksakan orang lain untuk menganut agama kita; (2) Tidak mencela/menghina agama ain dengan alasan apapun; (3) serta Tidak melarang ataupunmengganggu umat agama lain untuk beribadah sesuai agama/ kepercayaan masing-masing.
Sedangkan intoleransi beragama adalah suatu kondisi jika suatu kelompok (misalnya masyarakat, kelompok agama, atau kelompok non-agama) secara spesifik menolak untuk menoleransi praktik-praktik, para penganut, atau kepercayaan yang berlandaskan agama.
Contoh sikap toleransi secara umum antara lain:
Menghargai pendapat atau pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita, serta saling tolong-menolong antar sesama manusia tanpa memandang suku, ras, agama, dan antar golongan
Namun, pernyataan bahwa kepercayaan atau praktik agamanya adalah benar sementara agama atau kepercayaan lain adalah salah bukan termasuk intoleransi beragama, melainkan intoleransi ideologi. Intoleransi adalah kebalikan dari semua prinsip yang terdapat dalam toleransi. Ada setidaknya 3 komponen intoleransi; (1) ketidak-mampuan menahan diri tidak suka kepada orang lain,
(2) sikap mencampuri dan atau menentang sikap atau keyakinan orang lain, dan (3) sengaja-mengganggu orang lain.
Toleransi di Kalangan Generasi Milenial
Generasi Milenial termasuk generasi yang beruntung, karena sudah banyak menggunakan media dan teknologi digital. Menariknya generasi yang satu ini selalu dianggap spesial dan berbeda dari generasi yang lain atau sebelumnya. Kelahiran mereka selalu dikaitkan dengan teknologi. Mereka lahir di saat kecanggihan teknologi diperkenalkan dan ini membuat generasi ini selalu menjadi perbicangan hangat di kalangan masyarakat. Mulai dari soal pendidikan, moral, budaya, dan cara mereka bersosialisasi di kalangan masyarakat.
Di Indonesia sendiri penduduk yang termasuk generasi milenial berkisar 81 juta penduduk atau sekitar 32% dari total penduduk indonesia. Namun bukan jumlah kaum milenialnya yang perlu kita bahas saat ini akan tetapi, apakah mereka mampu menyatukan keberagaman yang ada di negeri ini dengan sikap tolerans yang semakin hari kian hilang di tengah masyarakat kita? Inilah tantangan terberat bagi generasi milenial saat ini.
Perkembangan kehidupan membuat generasi muda tidak akrab terhadap lingkungan yang mana melalui teknologi manusia jaman sekarang tidak lagi membutuhkan bantuan orang lain. Sikap individualistis menjadi sangat tinggi di kalangan masyarakat sekarang ini. Mereka juga rentan terhadap paparan paham-paham intoleran, ekstrimis dan radikal yang mudah sekali mereka akses di internet.
Generasi muda era milenial harusnya berevolusi menjadi agen perubahan dalam menghadapi tantangan kebinekaan dengan sikap toleran yang semakin hari kian menipis.
Adanya sikap intoleran dikarenakan karena minim informasi yang didapat dan
pada akhirnya menyerap informasi yang salah sehingga timbul sikap antipati. Anggapan mampu hidup sendiri atau hanya bergabung dengan kaum sendiri membuat jiwa atau sikap toleransi masyarakat menjadi sangat rendah. Di era milenial disertai kecanggihan teknologi harusnya mampu mengubah tantangan dan peran mereka.
Pentingnya Komunitas Toleransi untuk Generasi Milenial
Di tengah gejolak konflik yang terjadi saat ini, yang menjadi tugas penting bagi kaum milenial Indonesia ialah bagaimana menumbuhkembangkan jiwa nasionalisme di kalangan masyarakat agar sikap tolerans antar masyarakat kembali tumbuh. Kehadiran teknologi membuat kita menghadapi perbedaan yang luar biasa namun berjiwa tolerans yang tinggi merupakan rumus ampuh memecahkan berbagai persoalan yang timbul karena adanya perbedaam. Toleransi bukan hanya tentang mengetahui perbedaan namun suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau individu dalam masyarakat atau lingkungan lainnya.
Generasi Milenial harus menyadari pentingnya moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dengan latar belakang agama, sosial dan budaya yang berbeda-beda. Moderasi dalam beragama dapat terlihat melalui 4 indikator diantaranya (1) adanya komitmen kebangsaan yang kuat, (2) sikap toleran terhadap sesama, (3) memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan baik secara fisik maupun verbal (4) serta menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragam.
Baca Juga: Tak Seperti Hijrah yang Kubayangkan
Penting pula bagi generasi milenial untuk bergabung ke dalam komunitas yang bergiat dalam uya merawat kebinekaan dan menumbuhkan sikap toleran. Adanya komunitas tersebut kita dapat memanfaatkan waktu dengan baik, mengikuti kegiatan yang positif, menambah teman dan relasi dari berbagai latar belakang yang berbeda, bertukar pikiran dengan teman, melatih diri untuk menjadi pemimpin, melatih public speaking, mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan masih banyak lagi.
Pengalaman Mengikuti Kegiatan di Komunitas Toleransi
Saya bergabung ke dalam komunitas Inspiration House tahun 2021. Komunitas Inpiration House Cirebon merupakan komunitas sosial yang bergerak di bidang pendidikan dan keberagaman yang didirikan pada tahun 2015 oleh Cici Situmorang. Inspiration House menjadi komunitas yang mengajarkan anak-anak tentang pentingnya toleransi dan keberagaman dan juga belajar Pancasila, bahkan Matematika dan Bahasa Inggris. Inspiration House saat ini ada 200-an anak yang belajar bersama di dalamnya.
Saat ini Komunitas Inspiration House memiliki 12 pengajar dari berbagai agama. Saya salah satu pengajar di komunitas tersebut. Banyak hal yang sudah saya lalui setelah saya bergabung di Komunitas Inspiration House. Memiliki banyak teman dengan latar belakang yang berbeda seperti agama dan budaya, saya belajar bahasa inggris dengan Kak Cici selaku founder.
Di komunitas itu saya mengajar bahasa inggris dan matematika. Saya belajar
menjadi pemimpin, saya bisa belajar melatih public speaking saya, bisa bertukar pikiran dengan teman saya.
Di komunitas ini pula saya memiliki pengetahuan dan wawasan yang baru mengenai toleransi, keberagaman, moderasi beragama dan juga memiliki satu kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap hari yaitu doa lintas iman.
Saya mengikuti berbagai kegiatan seperti berbagi kepada orang lain dan masih banyak lagi.
Perubahan yang rasasakan setelah bergabung di Komunitas Toleransi, antara lain: saaya menjadi banyak teman dari berbagai latar belakang agama dan budaya, wawasan saya menjadi luas, menambah rasa percaya diri, public speaking sayamenjadi lebih baik, dam memiliki jiwa pemimpin. []
Penulis : Trisna Novianti, Komunitas Inspiration House, Cirebon – Jabar