Penting Memutus Daftar Panjang Kriminalisasi Kepada Pejuang Lingkungan Hidup

Kabar Utama16 Views

Kabar Damai I Jumat, 04 Februari 2022

Jakarta I Kabardamai.id I Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan tindakan kepolisian resor (Polres) Seluma yang melakukan pemanggilan terhadap Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Bengkulu pada tanggal 27 Januari 2022 lalu. Pemanggilan tersebut dilakukan terkait aksi tolak tambang pasir besi yang dilakukan WALHI Bengkulu bersama warga Seluma di lokasi pertambangan PT Faming Levto Bakti Abadi (PT FLBA).

Sebelumnya aksi penolakan warga Seluma terhadap tambang pasir besi di Seluma dilakukan pada tanggal 23 Desember 2021, warga Seluma menginap di lokasi tambang pasir besi hingga dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian pada tanggal 27 Desember 2021 yang mengakibatkan sejumlah warga menjadi korban tindak kekerasan oleh aparat. Bahkan setidaknya terdapat 9 orang yang ditangkap oleh pihak Kepolisian dan dibawa ke Polres Seluma.[1] Selain itu, WALHI Bengkulu juga pernah melaporkan PT FLBA ke Polda Bengkulu pada tanggal 8 Desember 2021 dengan dugaan aktivitas pertambangan ilegal PT FLBA.

Pemanggilan terhadap Direktur WALHI Bengkulu tentu saja menambah daftar panjang upaya kriminalisasi Kepolisian terhadap pejuang lingkungan hidup. Kami mencatat dalam kurun waktu 2021, setidaknya terdapat 25 kasus kriminalisasi terhadap aktivis yang sedang memperjuangkan hak atas lingkungannya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 94 orang ditangkap meliputi masyarakat adat, warga sipil hingga pendamping hukum masyarakat.

Baca Juga: Demokrasi Lingkungan Hidup dan Keadilan Iklim dalam Pandangan Islam

Adapun dasar pemanggilan Direktur WALHI Bengkulu adalah untuk dimintai keterangannya terkait dengan adanya laporan dugaan tindak pidana merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan pasir besi milik PT FLBA di Desa Pasar Seluma Kec. Seluma Selatan, Kabupaten Seluma, Bengkulu.

Polres Seluma juga menggunakan Pasal 162 UU Nomor 3 tahun 2020 (Revisi UU Minerba)[2] sebagai dasar pemanggilan tersebut. Hal ini semakin mempertegas bahwa ketentuan pidana tersebut sangat problematis dan bersifat opresif. Kepolisian juga akan semakin mudah untuk mempidanakan secara paksa pejuang lingkungan yang menolak kehadiran aktivitas pertambangan yang dapat merusak lingkungan.

Upaya aparat kepolisian dalam menghentikan perjuangan rakyat melawan pertambangan berupa pemidanaan merupakan tindakan pelecehan terhadap Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang menyatakan bahwa “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”

Berdasarkan hal tersebut, KontraS mendesak :

  1. Kepolisian Resor Seluma menghentikan proses penyelidikan atas laporan dugaan tindak pidana merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan pasir besi milik PT FLBA;
  2. Komnas HAM untuk responsif menyikapi upaya kriminalisasi terhadap Pembela HAM, khususnya dalam kasus ini pejuang lingkungan hidup.

Sumber: Kontras.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *