Pencegahan Lintas Gender dalam Anti Korupsi

Kabar Puan84 Views

Kabar Damai I Kamis, 23 September 2021

Jakarta I kabardamai.id I Tertangkapnya Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menambah daftar pejabat perempuan yang tersandung perkara antirasuah.

Hal ini pun mencuri perhatian publik dan dinilai pentingnya pencegahan perilaku anti korupsi di ranah gender. Sebab, belakangan kasus korupsi tak lagi mengenal gender dari segi pelakunya. Program antikorupsi yang digerakkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK), terus digencarkan.

Semua Gender Berpotensi Korupsi

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tibiko Zamar menyatakan setuju bahwa, saat ini pelaku korupsi yang terjaring OTT KPK tak lagi mengenal gender. Bila dulu pelaku korupsi identik dengan laki-laki, saat ini mulai banyak perempuan yang juga masuk ke dalam lingkarannya.

Dikutp melalui Asumsi.co , Biko mengungkapkan “Kami sepakat kalau saat ini korupsi tidak ada kaitannya dengan gender, semua punya potensi yang sama meski KPK sudah ada kampanye ‘Saya Perempuan Anti Korupsi’,” kata Biko melalui sambungan telepon, Rabu (22/9/2021).

Baca Juga: Perempuan di Mata Asghar Ali Engineer

Ia mengungkapkan, selama ini dalam perkara korupsi, perempuan sering dianggap sebagai pihak penadah dari hasil korupsi yang dilakukan laki-laki.

“Asumsi di masyarakat karena perempuan dianggap sebagai pihak yang menstimulus praktik korupsi. Meski itu semua juga bergantung pada pribadinya,” jelas Biko.

Menurutnya, perempuan memang lebih menjadi sorotan publik bila terlibat kasus korupsi. Sebab, selama ini mereka dianggap sebagai figur yang punya peran ganda, terutama yang juga punya peranan sebagai ibu di dalam keluarganya.

“Sebagai seorang ibu, perempuan dianggap masyarakat semestinya punya integritas dan menjadi contoh bagi anaknya misalnya,” tuturnya.

Anti Korupsi Lintas Gender

Tibiko Zamar mengungkapkan, data ICW tahun 2015 hingga 2020 yang mengidentifikasi dari total 1.298 terdakwa korupsi, 1.170 orang di antaranya adalah laki-laki dan perempuan ada 128 orang.

“Memang mayoritas sampai sekarang masih didominasi laki-laki. Cuma, bukan berarti perempuan tidak terjerat kasus korupsi. Data kami menyebutkan, perempuan bisa terjerat kasus korupsi karena dia punya kesempatan untuk melakukan tindakan tersebut. Itu sih motifnya,” terangnya.

Sementara dari segi usia, dominan perempuan yg terjerat korupsi di atas usia 36 tahun, meski ada juga yang berasal dari kelompok usia di bawah 30 tahun.

Ia menambahkan, berdasarkan data yang sama, pelaku korupsi baik laki-laki dan perempuan yang secara kategori divonis korupsi, dominan dari kalangan aparatur sipil negara (ASN).

“Kategori divonis, artinya sudah masuk pada putusan, mayoritas perangkat desa, dari unsur pemerintah daerah atau pemda. Angka cukup tinggi sebetulnya dari data 2015 sampai 2020 pelaku paling banyak dari ASN,” terangnya.

Menurutnya, pencegahan korupsi tak mengenal gender. Pencegahan terhadap perilaku ini merupakan tanggung jawab semua pihak dan antar gender perlu saling bekerja sama.

“Tentu ini menjadi tanggung jawab semua pihak, tak peduli gender karena masing-masing punya peluang yang sama. Penting untuk saling mengingatkan karena yang dipertaruhkan juga bukanlah gender, tapi lembaga atau identitas pekerjaan mereka yang jadi taruhannya kalau tersandung korupsi,” ungkap dia.

Perempuan Sebagai Agen Anti Korupsi

Aktivis dari Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) Gita Putri Damayana mengamini pentingnya seluruh gender, termasuk perempuan sebagai agen pencegahan korupsi. Langkah ini, kata dia, merupakan bagian yang sudah dilakukan oleh PIA.

“Dari sejak berdiri tahun 2015, kami sering mengadakan program yang mengedukasi dengan cara menyentuh akarnya, yaitu dari keluarga. Jadi menanamkan, membuat keluarga itu memiliki nilai-nilai integritas yang kuat agar tidak tergoda melakukan korupsi,” jelasnya saat dihubungi terpisah.

Gita menerangkan, program itu dilakukan dengan aktivitas sederhana seperti melalui gim interaktif, hingga melibatkan kalangan perempuan dalam diskusi anti korupsi sebagai bagian kurikulum di sekolah.

“Termasuk kegiatan diskusi. Dari situ ngobrol dengan pejabat daerah baik di kepolisian atau kejaksaan, sambil mengedukasi pentingnya menghindari perilaku korupsi,” ucapnya.

Lebih jauh, ia mengungkapkan perempuan penting menjadi agen pencegahan korupsi. Sebab, mereka memiliki peran ganda di masyarakat.

“Perempuan punya beban ganda, yaitu di satu sisi, memiliki peran publik bekerja di luar rumah dan di satu sisi peran domestik. Jadi, kami berusaha mengisi peran domestik perempuan ini. Terutama mereka yang adalah kalangan ibu, senantiasa menjadi contoh baik bagi anak-anaknya,” pungkas Gita.

 

Penulis: Ai Siti Rahayu

Diolah dari berbagai sumber

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *