Kabar Damai | Jumat, 1 September 2023
Yogyakarta| kabardamai.id |Penutupan Pelatihan Kepemimpinan Pemuda Lintas Agama (PKPLA) Kota Yogyakarta-Magelang batal menggunakan api unggun, Sabtu (12/8). Pasalnya, PKPLA mengusung konsep yang ramah lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan salah satu materi yang membahas perihal perancangan organisasi yang adil, damai, peduli lingkungan dan berkelanjutan.
Linda Desyana Koswara, Manajer Program PKPLA mengatakan pelatihan ini mendorong pemuda untuk kritis terhadap problematika yang terjadi, termasuk perihal lingkungan. Lebih lanjut, menurutnya, pemateri berhasil memantik peserta untuk memberikan solusi dan menanamkan nilai-nilai praktis yang menyasar pada penanggulangan isu krisis iklim.
“Dengan dibatalkannya api unggun pada rangkaian program itu membantu teman-teman peserta ikut merasakan dan berpikir kritis. Tidak adanya api unggun adalah hal baik karena tidak ada polusi udara yang mengganggu masyarakat sekitar,” ujar Linda, Jumat (18/8).
Lebih lanjut, ia menekankan tujuan programnya untuk menciptakan suasana yang toleran terhadap keberagaman, namun juga didukung oleh lingkungan yang nyaman. Isu sosial dan lingkungan semestinya berjalan beriringan agar menciptakan keseimbangan.
Yanedi Jagau, salah satu pemateri PKPLA bercerita peserta yang hadir menyenggol percakapan sulit tentang iklim dan cuaca musim kemarau sembari bercanda dan tertawa lepas. Ia yang saat itu menjadi pemateri soal lingkungan akhirnya menyimpulkan bahwa peserta PKPLA sadar betul tentang kepemimpinan dan cerdas dalam memahami iklim.
“Salah satu peserta PKPLA nyeletuk saya melihat di pinggir sawah di dusun Kasihan Jogja terdapat sampah plastik dan ranting serta potongan kayu dibakar, padahal sekarang kemarau. Lalu salah seorang peserta berkata kenapa kita harus bakar ranting pohon, atas dasar upacara api unggun, kita harus punya cara lain!” ungkap Yanedi, Sabtu (19/8).
Nadiya Galang Kaharap, Peserta PKPLA yang berasal dari Palangka Raya mengatakan penggunaan kayu bakar bakar untuk api unggun riskan terjadi kebakaran. Lanjutnya, kayu-kayu dari hutan itu sebaiknya dibiarkan habis secara alami agar menjadi pupuk.
“Lebih baik kita melakukan penghijauan, lalu api unggun itu kan juga menimbulkan asap. Kita tahu bahwa asap itu kan terdiri partikel halus ini yang dapat menembus dan menyebabkan penyakit di dalam paru-paru,” ucap Nadiya, Jumat (18/8).
Berbeda dengan Nadiya, Peserta PKPLA asal Nias, Ahmad Zamzami justru melihat esensi dari penggunaan api unggun. Ia memaparkan makna filosofis dari api unggun yang mencerminkan kobaran semangat. Menurutnya, api yang panas itu adalah simbol kekuatan dan cahayanya mengandung arti persaudaraan serta persatuan.
“Nah kalau memang penggunaan kayu bakar bisa digantikan dengan lilin yang lebih sedikit dampak terhadap lingkungannya, namun tujuannya/esensi sama seperti menggunakan kayu bakar, itu akan lebih baik,” tandas Zamzami, Jumat (18/8).
Reporter: Nurul Sayyidah Hapidoh