Para Waria Belajar Agama di Pesantren Al-Fatah Yogyakarta

Kabar Utama110 Views

Yogyakarta | kabardamai.id | Pesantren Al Fatah Yogyakarta adalah tempat bagi para waria untuk belajar agama. Pesantren tersebut juga sekaligus menjadi bukti bahwa waria juga perlu beribadah. Waria juga manusia yang memiliki hak untuk beribadah.

Stigma kerap menerpa para waria dan membuat para waria minder untuk bisa masuk masjid atau musala untuk melaksanakan ibadah. Alih-alih belajar agama, para waria justru menghindari beribadah dengan banyak orang demi menghindari tuduhan, fitnah, dan stigma yang dialamatkan kepada mereka.

Untuk itu, Pesantren Al Fatah sengaja dikhususkan sebagai tempat para waria belajar agama. Di pesantren tersebut, ada sebuah pendopo utama rumah lawas berbentuk Joglo. Ruangan tersebut dijadikan sebagai tempat di mana pusat kegiatan pesantren dilakukan.

Dalam pendopo tersebut, para santri yang semuanya waria melaksanakan kegiatan mengaji dan sembahyang. Ruangan tersebut tidak besar diisi oleh beberapa mahasiswa dan santri di sore hari.

Bangunan joglo yang terletak di kawasan Kabupaten Bantul tersebut tidak dibangun khusus untuk dijadikan sebagai pesantren. Bangunan tersebut adalah rumah pribadi milik Shinta.

Sejak 2014, rumah joglo tersebut dimanfaatkan sebagai pesantren setelah pesantren yang sama di Notoyudan dipindahkan. Shinta adalah salah satu waria yang juga aktif dalam kegiatan di pesantren Al-Fatah.

Selain Shinta, ada juga enam orang waria lain yang menjadi pengurus Al Fatah. Kini, ada sekitar 40-an waria yang bergabung di pesantren tersebut.

Pada bulan biasa mereka berkegiatan setiap hari Minggu. Saat Ramadan, kegiatan diadakan dua kali dalam sepekan, yakni pada hari Rabu dan Minggu.

Kegiatan yang mereka lakukan diantaranya adalah mengaji, belajar fiqih, membaca Alquran, dan membaca kitab kuning. Kegiatan yang dilakukan didampingi oleh Ustaz.

Shinta menyatakan kepada Tirto.id bahwa waria sebagai mahluk ciptaan Tuhan punya tanggung jawab untuk bisa beribadah dan tunduk sebagai hamba. Oleh karena itu, ia percaya agama Islam juga menerima waria yang juga mahluk ciptaan Tuhan.

Baginya, agama Islam adalah agama rahmatan lil alamin dan para waria ingin membuktikan bahwa agama Islam hadir untuk merahmati orang-orang, termasuk waria. Sebab pada dasarnya, menjadi waria bukanlah pilihan.

Shinta melanjutkan bahwa menjadi waria adalah takdir yang tidak bisa diingkari. Sepahit apa pun hidup sebagai waria, maka harus dijalani dengan penuh tanggung jawab yaitu beribadah dan menyembah Allah Swt.[AAJ/Tirto.id]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *