Pandangan Pdt. Timotius Setijanto, GKJ Krapyak, terhadap Remaja Kristen yang Berpacaran Beda Agama

Oleh : Timotius

Siapa sih di era sekarang yang tidak tahu apa itu pacaran? Pacaran adalah hubungan keterikatan antara laki-laki dan perempuan yang didasari pada rasa saling mencintai. Namun, dalam berpacaran tidak selamanya berjalan mulus sampai ke tahap pernikahan. Ada banyak permasalahan yang dihadapi dalam menjalin berpacaran, hal ini terjadi karena ada faktor yang mempengaruhinya seperti hilangnya komitmen berpacaran, cinta bertepuk sebelah tangan, orang tua tidak merestui, perbedaan suku, perbedaan agama dan lain-lain. Permasalahan yang sangat populer dalam berpacaran di kalangan remaja adalah pacaran beda agama.

Sejak zaman dulu, pacaran beda agama memang sudah sering terjadi. Pacaran beda agama seringkali mendapat kecaman, baik dari masyarakat sekitar atau pun dari pihak keluarga sendiri. Namun disamping itu beberapa lainnya mendukung saja dan sebagian lain bersikap cuek. Pada artikel kali ini, saya akan membahas tentang pandangan seorang pendeta terhadap pacaran beda agama yang dilakukan oleh remaja Kristen dengan Islam.

Usia remaja adalah usia ketika seseorang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Salah satunya adalah rasa ingin tahu untuk berpacaran. Rasa keinginan berpacaran ini mendorong mereka untuk mencoba berpacaran dengan siapapun yang mereka cintai dan mencintai mereka tanpa mempertimbangkan tujuan dari berpacaran atau biasa dikenal sebagai cinta monyet.

Baca Juga: Konsep Hak-hak Berkeyakinan dan Pluralitas Nilai-nilai Spritualitas

Maka dari itu, seringkali kita jumpai banyak anak remaja menjalin hubungan memandang perbedaan yang ada, seperti agama. Padahal pacaran beda agama ini memiliki dampak yang luas bagi lingkungan sekitar maupun keluarga yang terlibat.

Dalam menanggapi hal ini, saya mencoba bertanya kepada Pdt. Timotius Setijanto dari GKJ Krapyak di Semarang. Beliau adalah alumni dari Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta angkatan 1991 dan ditahbiskan pada tahun 1998. Menurut beliau, pacaran beda agama yang dialami oleh remaja Kristen adalah hal yang wajar karena melihat bahwa usia remaja adalah usia yang labil.

Baginya, orang berpacaran adalah soal hati dan pilihan hidupnya. Oleh karena itu perbedaan suku, bangsa dan agama mestinya tidak bisa menghalanginya. Namun hal ini diatur secara sosial dan hukum sehingga mereka yang menentukan untuk hubungan cintanya ingin dilanjut atau tidak. Hal terpenting dalam berpacaran menurut beliau adalah komitmen masing-masing terhadap cinta, relasi dan imannya dengan saling menghormati keyakinan dari pilihannya masing-masing.

Kesimpulannya, pacaran bukan perkara saling menyayangi saja namun disamping itu perlu mempertimbangkan hukum agama dan sosial. Oleh karena itu, mengenai perkara pacaran beda agama ini kembali kepada keputusan pribadi masing-masing. Agama, suku, adat dan budaya menjadi pertimbangan, namun bukan berarti menjadi penghalang atau batu sandungan untuk memutuskan menjalin hubungan ppacaran beda agama.

 

Timotius, Mahasiswa jurusan Filsafat Keilahian, UKDW

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *