by

Pancasila Bukan Alat Untuk Memukul Pihak Lain

Kabar Damai I Jumat, 25 Juni 2021

Jakarta I Kabardamai.id I Pancasila merupakan ideologi terbaik bagi bangsa Indonesia. Ideologi yang pas sesuai dengan nilai luhur kemasyarakatan yang telah ada sejak dahulu dan terus menurun pada berbagai generasi hingga saat ini.

Berbicara tentang pancasila dan kedudukannya sebagai ideologi negara menjadikannya sebagai pandangan hidup masyarakat. Pancasila sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari kata Panca yang artinya lima dan Sila yang artinya asas atau prinsip. Jadi, pancasila merupakan lima asas atau prinsip pedoman dalam bernegara.

Lahirnya pancasila ditandai dengan pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan). Dalam pidato tersebut, Soekarno memaparkan tentang konsep dan asas pancasila sebagai dasar negara.

Lahirnya pancasila juga tidak terlepas dari peristiwa kekalahan Jepang dalam perang pasifik. Darisana, Jepang mencari cara untuk mencuri hari masyarakat Indonesia dan berjanji akan memberikan kemerdekaan serta sekaligus mendirikan lembaga yang akan mengurusi upaya atau janji kemerdekaan tersebut.

Baca Juga: Indikator Nilai-Nilai Pancasila dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Setelah usulan Soekarno tentang lima dasar negara diungkapkannya, kemudian ditindaklanjuti dengan membuat UUD dengan berlandaskan lima sila yang ada. Setelah melalui proses yang panjang, pancasila sendiri kemudian baru disahkan pada 18 Agustus 1945 pada sidang PPKI.

Sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, pancasila sangat relevan dan sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Bahkan, terdengar pula banyak pernyataan jika pancasila cocok dijadikan sebagai ideologi dunia.

Pancasila kini dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini tergantung bagaimana kemudian masyarakat itu sendiri membawa dan mengamalkannya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena kemudian dapat pula dianggapnya pancasila sebagai sarana untuk memukul pihak lain.

Perihal permasalahan diatas, publik menganggap bahwa menginklusifitaskan pancasila menjadi solusi. Hal ini dibenarkan oleh Rima Agristina, Deputi Pengendalian dan Evaluasi BPIB yang ditemani  Bonar Tigor Naipospos, Wakil Ketua SETARA Instutute dalam kanal youtube Suara Setara.

“Saya sangat setuju dengan pandangan itu, jadi kita mengurangi eksklusifitas dan lebih banyak inklusifitas dalam berpancasila. Bagaimana menerapkannya yaitu sesuai dengan minat dan bakat dari generasi muda,”.

“Ini yang dilakukan juga oleh BPIP dengan merangkul berbagai organisasi pemuda seperti lintas iman, terkait seni budaya, permainan, olahraga organisasi yang berkaitan dengan nasionalisme ini kita temukan dan berdialog,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan  bahwa apa yang telah BPIB lakukan tersebut kemudian dikenal dengan pancasila dalam tindakan.

“Kami mengajak mereka pada giat produktif dalam berbagai bentuk.Itulah yang kami sebut pancasila dalam tindakan,” tambahnya.

Terdiri dari berbagai elemen masyarakat khususnya pemuda yang paham dan sadar akan pentingnya pengamalam pancasila khususnya dalam rangka mengimplementasikannya dalam berbagai bidang, Rima berharap hal tersebut kemudian tidak hanya sebatas dalam rangka untuk tayang dan terekspos media namun lebih jauh juga memberikan dampak baik bagi masyarakat khususnya dalam bidang ekonomi.

BPIB dalam merangkul generasi muda menurut Rima juga dilakukan melalu berbagai kegiatan. Pelibatan pemuda dalam berbagai giat dan menerima materi difasilitasi oleh BPIP dan kemudian diaplikasikan selanjutnya.

Lebih dari satu tahun lamanya Indonesia dan dunia dibalut gelapnya pandemic Covid-19. Hal ini menjadi permasalahan karena kemudian kesulitan dalam implementasi  nilai luhur pancasila secara langsung. Kegiatan pembelajaran, upacara bendera dan masih banyak lagi yang kemudian ditiadakan adalah contoh konkretnya.

Menanggapi hal tersebut, menurut Rima implementasi nilai-nilai luhur pancasila tetap dapat dilakukan. Caranya dengan berkolabirasi dan memanfaatkan media sosial serta mengikuti perkembangan zaman secara positif.

“Pemanfaatannya masih dengan teknologi juga, kemarin kami melakukan pembelajaran bersama kementerian Kominfo melakukan digital literasi dengan melibatkan lebih dari dua ribu peserta. Mereka kita ajak bagaimana bermadia sosial, teknik persuasi, memahami kebangsaan,” terangnya.

Melalui kegiatan dan pembekalan melalui media sosial yang dilakukan oleh BPIP dengan mempertemukan generasi muda dari seluruh Indonesia juga kemudian menjadi sarana saling mengenal satu sama lain. Disana mereka saling bertukar ide dan gagasan serta saling mengenalkan daerah satu sama lain. Hal ini pada dasarnya juga merupakan sarana belajar pancasila.

“Mengenal Indonesia itu juga bicara pancasila, tanpa kita menyebut pancasila disitu kita sudah belajar pancasila,” kata Rima lagi.

Berbicara tentang tantangan pancasila, Bonar yang menambahkan pemaparan Rima menyatakan bahwa dari lima sila pancasila, yang paling mungkin menjadi tantangan adalah sila kelima yaitu persatuan Indonesia.

Sila pertama yang berbicara tentang ketuhanan memang kini kerap diganggu dengan adanya peritiwa intoleransi, walaupun demikian menurut Bonar itu bukanlah DNA dari bangsa Indonesia.

Sila kedua yang berbicara tentang kemanusiaan yang adil dan beradab adalah jati diri masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan tingginya kesadaran satu sama lain dalam saling tolong menolong, empati dan solidaritas tidak hanya dalam konteks sebangsa namun juga lebih luas dari itu.

Begitu pula dengan sila ketiga yang berbunyi persatuan Indonesia. Menurut Bonar juga dibuktikan dengan masih banyaknya masyarakat yang senantiasa berkumpul dan melakukan banyak hal bersama-sama.

Dalam konteks sila keempat yang berbicara tentang demokrasi, memang harus diakui demokrasi Indonesia masih prosedural.

Namun yang kelima yang menjadi masalah, dibuktikan dengan tingginya orang tidak mampu yang tidak mengalami penurunan, terlebih dalam masa pandemi yang membuat rakyat semakin sulit.

Dari permasalahan tersebut, menurut Bonar menjadi tugas BPIB untuk mengedukasi dan memberikan nilai pancasila tidak hanya kepada masyarakat dan generasi muda namun juga para elit.

“Tugas BPIP juga memberikan edukasi dikalangan elit, elit kita juga banyak yang disorientasi dan tidak memberikan contoh yang baik bagi masyarakat terhadap pancasila,” katanya.

Pengamalan nilai-nilai luhur pancasila harus dilakukan oleh semua golongan. Tanpa memandang latar belakang apapun. Melalui pengimplementasian yang baik dan sesuai maka akan berdampak pada hal baik pula kemudian hari. Mari membukan pancasila !

Penulis: Rio Pratama

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed