Oleh: Pdt Iswari Setyanti
Mujizat Tuhan: Mengatasi Halangan-Halangan Manusiawi
Meskipun iman Bartimeus kuat yang nampak dari seruanNya kepada Yesus meminta belas kasihan, namun ada halangan rintangan yang juga kuat dari orang banyak disekitarnya. 10:48 Banyak orang menegornya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru:
“Anak Daud, kasihanilah aku!” 10:49 Lalu Yesus berhenti dan berkata: “Panggillah dia!” Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya: “Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau.” 10:50 Lalu ia menanggalkan jubahnya, ia segera berdiri dan pergi mendapatkan Yesus.
Nampaknya orang banyak menganggap Bartimeus bukan sebagai seorang manusia yang harus dimanusiakan kehadirannya, melainkan dianggap penganggu. Karena dianggap sebagai pengganggu, maka banyak orang menegor Bartimeus supaya ia diam.
Inilah halangan manusiawi terbesar yaitu menghalangi orang untuk datang kepada Yesus, dan menganggap orang lemah dan tak berdaya hanya sebagai penganggu saja. Kata “menegor” menggunakan kata “epitimao” yang artinya menghardik, membentak dengan tujuan menegur dan berniat menghukum.
Hardikan orang banyak untuk membuat Bartimeus diam ternyata tak menyurutkan dirinya berseru semakin keras kepada Yesus: Anak Daud, kasihinilah aku. Setiap orang yang ingin mengalami mujizat Tuhan tidak perlu kecil hati dengan halangan-halangan manusiawi, namun perlu berani menghadapi halangan-halangan itu dan terus berseru mengharapkan belas kasih Kristus dalam hidup.
Baca Juga: Mujizat Tuhan: Dari Pinggir Jalan Ke Sepanjang JalanNYA (Markus 10:46-52)
Sebutan Yesus, Anak Daud dalam kondisi Bartimeus penting karena di Perjanjian Lama bahwa orang pada saat itu ‘orang buta dan orang timpang tidak boleh masuk ke Yerusalem’ hanya menjadi semacam larangan yang mengikat di suatu era atau kondisi atau kalangan tertentu.
Tidak lama setelah ungkapan itu muncul, Mefiboset yang timpang (2 Sam. 4:4), anak Yonathan, sahabat Daud, pergi menghadap Daud (2 Sam. 9). Dimana? Ya pasti di kota dan istana Daud di Yerusalem. Bahkan 2 Sam 9:13 menuliskan ‘Demikianlah Mefiboset diam di Yerusalem, sebab ia tetap makan sehidangan dengan raja.
Adapun kedua kakinya timpang.’ Dalam Perjanjian Baru pun, yaitu di Matius 21 dikatakan, ‘maka datanglah orang-orang buta dan orang-orang timpang kepada-Nya dalam Bait Allah itu dan mereka disembuhkan-Nya (Matt. 21:14).
- Mujizat Tuhan: Melalui Sapaan yang Memanusiakan dan Menjawab Kebutuhan Utama
Tuhan Yesus menyapa Bartimeus dengan sapaan keilahaian dan kemanusiaan. 10:51 Tanya Yesus kepadanya: “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Jawab orang buta itu: “Rabuni, supaya aku dapat melihat!” Menarik sekali karena kebutuhan Bartimeus adalah dapat melihat.
Dia tidak minta uang, dia tidak minta barang. Dia berharap bisa melihat supaya dia bisa lebih mandiri, tidak bergantung pada orang lain, dan bisa lebih bermanfaat bagi orang lain/sesama. Pertanyaan Yesus ini penting karena bertanya dari perspektif Bartimieus apa yang sebenarnya dia kehendaki supaya Tuhan Yesus perbuat baginya.
Apa pentingnya pertanyaan itu? Yesus menghargai Bartimieus sebaga pribadi dan menghargai eksistensi kemanusiaan Bartimieus dengan kuasa IlahiNya. Yesus berbelas kasih dan partisipatoris (melibatkan kemanusiaan Bartimeus) Istilah orang Jawa “diuwongke” atau dimanusiakan. Pertanyaan Yesus juga bersifat pemberdayaan dengan memanusiakannya.
10:52 Lalu kata Yesus kepadanya: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Bartimius mengalami mujizat, dari buta jadi melihat/melek matanya.
Mujizat juga terjadi dia berubah profesi dari pengemis pinggir jalan menjadi pengikut Yesus disepanjang jalan perjalanan hidupnya (Markus 10:52, Matius 4:19) dimana pada kelanjutanya Bartimeus menjadi penjala manusia. Bartimius lebih dihargai orang-orang disekitarnya setelah dia bisa melihat, seharusnya penghargaan diberikan kepada siapa saja tanpa melihat keadaan/keterbatasan.
Cara Yesus membuat mujizatNya dilakukan dengan cara memanusiakan manusia, menemukan kebutuhan secara tepat, menolong dengan pemberdayaan. Mujizat dipinggir jalan itu akhirnya menjadi mujizat di sepanjang jalan hidup Bartimeus dan jalanNya.
Pertanyaan dan Refleksi
- Bagaimana kita seharusnya memandang orang yang memiliki keterbatasan, kelemahan atau orang yang memiliki strata sosial lebih rendah dari kita? Adakah kita peduli atau acuh tak acuh kepada mereka?
- Bagaimana kita memahami mujizat Tuhan, apa yang Saudara alami sebagai halangan-halangan untuk mengalami mujizatNya?
- Langkah dan tindakan apa yang harus kita lakukan supaya kita dan orang-orang disekitar kita juga mengalami mujizat Tuhan?
“Mujizat adalah menjalani keseharian dengan sukacita dan mampu menemukan apa yang kita butuhkan, dan mengerjakan, mendoakan apa yang sudah dan akan Tuhan berikan dengan cara biasa-biasa ataupun luar biasa”
Pdt Iswari Setyanti,Pendeta Jemaat GKI Pamulang