Kabar Damai | Senin, 04 Juli 2022
Jakarta | kabardamai.id | Lukman Hakim Saifuddin sebagai Pencetus Moderasi Beragama mengatakan bahwa benar bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan galat satu dasar negara Pancasila. Namun sila ketuhanan yang terdapat pada pada Pancasila itu hanyalah perilaku politik buat melabuhkan warga beragama pada Indonesia yang dijadikan indera propaganda menurut golongan insan Pancasila buat memperjuangkan negara Pancasila Indonesia.
“Perkara intoleransi pada kota Yogyakarta contohnya terus semakin tinggi pada 10 tahun terakhir sehingga dibutuhkan kiprah dan ketegasan serta keberanian rakyat buat terlibat melawan perilaku intoleran dan menangkal ancaman radikalisme,” ungkap Lukman Hakim Saifudin dalam Obrolan Pena yang diselenggarakan oleh Satu Pena, Kamis (23/06/2022) .
Selain itu, Lukman menyebutkan pihak polisi terus melakukan penyelidikan perkara perusakan masjid dan pembakaran bangunan pada luar masjid milik jemaah Ahmadiyah pada Kabupaten Sintang, terdapat 16 orang masyarakat yang sudah ditetapkan menjadi tersangka.
Polisi juga telah melakukan gelar masalah perkara perusakan makam Cemoro kembar pada Kelurahan Mojo kecamatan pasarkliwon Solo Jawa Tengah serta memutuskan tujuan yang terlibat menjadi orang yang berhadapan menggunakan aturan radikalisme, diyakini sebagai klimaks menurut perilaku intoleransi fanatisme.
Ajaran kepercayaan sebagian masyarakat menurut pendapat Vero & rekrutan anggota mantan teroris Sofyan Sauri, menyebut mereka gerombolan teroris ketika mereka lebih senang menanamkan bibit radikalisme lewat internet dan media umum.
Mereka menegaskan penggunaan kata sapaan atau sambutan Assalamualaikum, Shalom serta Namo Buddhaya itu harus dibawa karena memang semua itu lengkap menceriman orang-orang di negara kita Indonesia. Misalnya saja orang-orang luar yang datang ke sebuah kampung, sebut saja Kampung Sawah, kalau mereka minum am air Kampung Sawah, makan makanan yang ada di Kampung Sawah, maka mereka harus mengikuti tradisi adat istiadat yang ada di Kampung Sawah.
“Singkatnya saja dalam Negara Indonesia, orang Islam ada di gereja maupun orang Kristen ada di mushola dan masjid, ternyata ketika orang itu sudah tahu datang dan masuk, mereka menyadari bahwa Gereja itu ada bukan hanya untuk orang Kristen dan Masjid untuk orang Islam saja tetapi gereja itu juga ada untuk berdampak dengan lingkungan,” jelas Lukman.
Gereja hadir karena ada lingkungan di sekitar kita saling menghormati keyakinan kita, kalau misalnya dia orang Kristen otomtais kita harus menghormati ibadahnya, kalau kita orang Islam itu berarti tergolong menghormati agamanya sehingga kita tidak saling menjelek-jelekkan agama yang satu dengan agama yang lain.
Lukman Saifuddin juga menjelaskan tentang moderasi beragama tentu ini sebenarnya substansi materi muatannya konten yang ada dalam moderasi beragama, itu sama sekali tidak ada yang baru. Karena itulah sesungguhnya yang diajarkan oleh para pemuka agama para pendahulu kita orang-orang tua kita terkait dengan bagaimana kita bisa memahami dan mengamalkan inti pokok ajaran agama yang kita anut dengan cara yang tidak berlebih-lebihan atau melampaui batas.
Ini adalah pesan yang selalu ada pada setiap agama dan menjadi pesan utama sehingga sebenarnya tidak ada yang baru sama dalam ajaran agama, bahwa kita harus bertoleransi terhadap perbedaan, bahwa kita harus lebih mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, inti pokok ajaran agama itu harus lebih didahulukan, misalnya membangun kemaslahatan bersama atau melestarikan lingkungan misalnya, banyak sekali inti pokok ajaran agama yang ada pada setiap agama kita.
Menurut Lukman, itulah mungkin yang menjadi seakan-akan baru karena istilahnya moderasi beragama ini memang istilah yang baru beberapa tahun terakhir kita dengar yang sebenarnya dimaksudkan bagaimana kita umat beragama di Indonesia ini memiliki cara pandang sikap dan praktik beragama yang tidak berlebih-lebihan, yang tidak melampaui batas, jadi cara keberagamaan kita ini yang perlu dimoderasi bukan agamanya itu sendiri.
“Karena inti ajaran agama itu pastilah sebenarnya datang dari Tuhan sehingga tidak perlu kita persoalkan, tapi yang perlu kita jaga agar tetap moderat artinya tidak berada pada salah satu kutub nya yang ekstrim tidak berlebih-lebihan dan tidak melampaui batas itu adalah cara kita memahami agama cara kita mengamalkan ajaran agama dan itu diperlukan karena memang realitas keIndonesiaan ini sangat khas dalam konteks kehidupan keagamaannya,” bebernya.
Baca Juga: Moderasi Beragama Pada Masa Rasulullah
Bagaimana warga bangsa itu menyikapi agama sebagai sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan keseharian kita, sekalipun itu jadi moderat beragama. Itu salah satu cara memahami dan mengamalkan agama yang moderat, semakin memiliki tingkat relevansi dan urgensi yang tinggi ketika konteksnya itu berada di Indonesia di nusantara ini, sebuah bangsa yang sangat agamis yang hidup dalam negara ketuhanan begitu juga warganya, itu tidak bisa dipisahkan dari nilai-nilai agama nah oleh karenanya cara beragama itu menjadi penting.
Yang terakhir, Lukman menegaskan apabila inti pokok ajaran agama itu diingkari, dikesampingkan atau dilanggar atau tidak tentu, kita seharusnya tahu setiap agama itu berisi ajaran-ajaran nilai-nilai norma. Sekian banyak ajaran nilai-nilai yang yang di diajarkan oleh agama secara simplistis kita bisa bedakan kedalam dua kategori kebesaran itu ya Jadi ada ajaran ajaran agama yang masuk katagori yang universal, ini ajaran yang inti yang pokok atau substansial, yang esensial, yang dalam istilah agama Islam itu yang universal, inti sementara ada juga ajaran-ajaran agama yang sifatnya particular atau tidak pokok begitu.
Jadi kalau yang universal itu particular. Misalnya jadi yang universal ini diyakini kebenarannya oleh semua umat beragama, tidak peduli siapapun dia, apa rasnya, apa etnisnya, apa suku bangsanya, apa agama yang dipeluknya, maka ketika menyikapi ajaran agama yang masuk dalam kategori universal ini setiap kita semua akan meyakini bahwa itu ajaran yang benar dan karenanya setiap orang dengan apapun agamanya, itu akan berupaya untuk menegakkannya.
Menegakkan nilai-nilai yang masuk dalam kategori universal itu tidak ada perbedaan pandangan terkait dengan nilai-nilai universal, misalnya menegakkan keadilan itu semua agama, semua umat beragama, pasti meyakini bahwa menegakkan hal itu adalah inti pokok ajaran agama, memenuhi hak-hak dasar manusia, melindungi harkat derajat martabat kemanusiaan, memanusiakan manusia, itulah pilar utama agama dalam membangun kemaslahatan bersama itu.
Merusak fasilitas umum atau merusak benda-benda maslahat yang mendatangkan kebermanfaatan, tidak ada agama yang mengajarkan seperti itu, semua agama pasti mengajarkan membangun kemaslahatan seperti menghormati yang tua, melindungi yang kecil, menebarkan kasih sayang, mewujudkan kedamaian, itu sangat banyak sekali pesan-pesan utama moderasi beragama.
Lebihnya lagi kita ingin memfokuskan bagaimana umat beragama ini memiliki cara pandang, sikap praktek beragama dalam kehidupan bersama, yang mengejawantah atau menjelmakan inti pokok ajaran agama ini, tentu banyak sekali inti pokok ajaran agama, akan tetapi yang ingin lebih dikedepankan oleh moderasi beragama itu adalah melindungi martabat kemanusiaan memanusiakan manusia dan membangun kemaslahatan.
Itulah mengapa dua hal ini yang lebih ingin dikedepankan, bukan berarti hanya dua ini saja, tapi dua ini yang dalam konteks kekinian perlu lebih diberikan perhatian yang lebih besar, karena inilah yang menjadi inti persoalan umat beragama ketika dia memiliki cara pandang sikap dan praktek beragama yang justru mengingkari inti pokok ajaran agamanya itu sendiri, yaitu tidak memanusiakan manusia dan merusak kemaslahatan bersama.
“Itulah praktek keberagamaan yang kita rasakan,” tutupnya.
Penulis: Lodriko Geovandi Sinaga, Mahasiswa Fakultas Teologi Prodi Filsafat Keilahian, Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
Editor: Ai Siti Rahayu