Moderasi Beragama di Indonesia

Oleh: Lita Aprilia

Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku, agama, ras, dan budaya. Keberagaman tersebut merupakan kekuatan yang dimiliki Indonesia, namun dalam implementasinya, dinamika ekspresi keberagamaan di era demokrasi terkadang berpotensi memunculkan ketegangan dan konflik antar masyarakat, antar umat beragama atau bahkan internal umat beragama. Oleh karena itu, diperlukan moderasi salah satunya moderasi beragama untuk menjaga keharmonisan bangsa.

“Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Moderasi merupakan kebajikan yang mendorong terciptanya harmoni sosial dan keseimbangan dalam kehidupan secara personal, keluarga dan masyarakat,” tutur Wakil Presiden (Wapres) K. H. Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan kuncinya pada acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Indonesia Tahun 2020 melalui konferensi video di kediaman resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta Pusat, Selasa (03/11/2020).

Pada kesempatan yang sama, Wapres pun mencontohkan beberapa ketegangan antar umat beragama yang pernah terjadi di Indonesia seperti perdebatan atas pendirian rumah ibadah, penodaan agama, penyiaran agama, dan kontestasi politik yang dihubungkan dengan agama. Namun ia melihat, ketegangan tersebut dapat diselesaikan dengan baik dengan hadirnya FKUB di berbagai daerah di Indonesia.

“Secara umum FKUB telah berhasil melaksanakan peran yang baik dalam membangun kerukunan umat beragama, terutama dalam penyelesaian sengketa rumah ibadah, penyiaran agama, dan persoalan lain yang mengarah pada gangguan kerukunan umat beragama,” ungkap Wapres.

“Bahkan dalam beberapa kasus, FKUB juga memiliki peran strategis untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat. FKUB menjadi sebuah wadah resolusi konflik yang efektif dan dipercaya oleh masyarakat”, tambahnya.

Oleh karena itu Wapres mengimbau, agar FKUB dapat terus menjadi wadah resolusi konflik yang dipercaya oleh masyarakat sehingga dapat menjaga terciptanya kerukunan beragama di Indonesia.

 

Mengapa Penting Moderasi Beragama?

Ini adalah sebuah pertanyaan yang sering diajukan: mengapa kita, bangsa Indonesia khususnya, membutuhkan perspektif moderasi dalam beragama?

Secara umum, jawabannya adalah karena keragaman dalam beragama itu niscaya, tidak mungkin dihilangkan. Ide dasar moderasi adalah untuk mencari persamaan dan bukan mempertajam perbedaan.

Tujuan penulisan ini adalah memahami keragaman budaya pada bangsa Indonesia, bagaimana moderasi dalam keragaman bangsa Indonesia dan bagaimana peran penyuluh agama dalam keragaman bangsa Indonesia.

Penyuluh agama merupakan salah satu jabatan fungsional di Kementerian Agama Republik Indonesia. Penyuluh Agama adalah ujung tombak pemerintah dalam menyampaikan pesan-pesan agama maupun pesan-pesan program pemerintah.

Peran penyuluh agama dalam masyarakat sangat penting karena sebagian masyarakat masih memandang pentingnya sosok ideal sebagai figur atau patron dalam kehidupan masyarakat, oleh karena itu penyuluh agama memiliki potensi untuk didudukkan sebagai figur atau tokoh agama di masyarakat.

Baca Juga: Bangun 6 Rumah Ibadah, UP Dinilai Kuatkan Toleransi dan Moderasi Beragama

Menurut teori strukturisasi, eksistensi penyuluh agama dapat dilihat sebagai agen yang dapat membentuk struktur dalam masyarakat. Aktifitas para penyuluh agama melalui praktik atau tindakan yang berulang- ulang akan menjadi contoh atau sebagai aktor. Penyuluh agama sebagai agen akan mengem- bangkan kebiasaan sehari-hari yang tak hanya memberikan perasaan aman kepada aktor, tetapi juga memungkinkan mereka menghadapi kehidupan sosial mereka secara efisien.

Untuk menumbuhkan motivasi dan melakukan tindakan-tindakan membangun kesadaran dan sikap moderasi beragama tersebut, penyuluh agama diharapkan berfungsi sebagai :

1] informatif dan edukatif; penyuluh agama memposisikan sebagai juru dakwah yang berkewajiban mendakwahkan ajaran agamanya, menyampaikan penerangan agama dan mendidik masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai ajaran agama

2] Fungsi Konsultatif : penyuluh agama menyediakan dirinya untuk turut memikirkan dan memecah-kan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, baik secara pribadi, keluarga maupun sebagai masyarakat umum.

3] Fungsi administratif: penyuluh agama memiliki tugas untuk merencanakan, melaporkan dan mengevaluasi pelaksanaan penyuluhan dan bimbingan yang telah dilakukannya (Amirulloh, 2016).

Moderasi Islam lebih mengedepankan persaudaraan yang berlandaskan pada asas kemanusiaan, bukan hanya pada asas keimanan atau kebangsaan. Pemahaman seperti itu menemukan momentumnya dalam dunia Islam secara umum yang sedang dilanda krisis kemanusiaan dan Indonesia secara khusus yang juga masih mengisahkan sejumlah persoalan kemanusian akibat dari sikap yang kurang moderat dalam beragama. Konsekuensi- nya, perkembangan hukum Islam menjadi dinamis dan sesuai zaman (Fahrudin, 2019). Pendekatan kultural juga dapat diterapkan. Kearifan lokal berasal dari dua kata : arif berarti cerdik, pandai dan bijaksana (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dengan awalan ”ke” dan akhiran ”an” maka berarti kearifan atau kebijaksanaan yang tumbuh yang berbeda antara satu dengan lainnya perlu diperhatikan.

Kearifan lokal bermakna bijaksanaan atau nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kekayaan-kekayaan budaya lokal seperti tradisi, pepatah pepitih dan semboyan hidup juga perlu diperhatikan, sehingga menjadi modal dalam membangun keharmonisan. Dengan menggunakan pendekatan kearifan lokal atau local wisdom, maka beragam bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman dan wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas perlu juga diperhatikan.

Namun yang perlu diperhatikan, bahwa wacana kearifan lokal juga bersandingan dengan wacana perubahan, modernisasi dan relevansinya. Hal ini karena kearifan lokal terkait dengan ekspresi kebudayaan asli dalam konteks geografis dan kultural juga selalu dituntut untuk mampu merespon perubahan-perubahan masyarakat.

Untuk itu, upaya yang dilakukan sesuai pendapat Mas’ud, (2018) perlunya mengembang- kan wawasan multikultural bagi segenap unsur dan lapisan masyarakat,serta peningkatan dialog dan kerja sama intern dan antarumat beragama dengan pemerintah dalam pembinaan kerukunan umat beragama. Pasalnya, Buku Moderasi Beragama yang disusun Kementerian Agama mencatat bahwa ada empat indikator moderasi beragama yaitu(1) komitmen kebangsaan, (2) toleransi,  (3) anti-kekerasan dan (4) akomodatif terhadap kebudayaan lokal.

Dalam kehidupan multikultural diperlukan pemahaman dan kesadaran multibudaya yang menghargai perbedaan, kemajemukan dan sekaligus kemauan berinteraksi dengan siapapun secara adil.Menghadapi keragaman, maka diperlu- kan sikap moderasi, bentuk moderasi ini bisa berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Sikap moderasi berupa pengakuan atas keberadaan pihak lain, pemilikan sikap toleran, penghormatan atas perbedaan pendapat, dan tidak memaksakan kehendak dengan cara kekerasan. Diperlukan peran pemerintah, tokoh masyarakat, dan para penyuluh agama untuk mensosialisasikan,menumbuhkembangkan wawasan moderasi beragama terhadap masyarakat Indonesia untuk terwujudnya keharmonisan dan kedamaian.

Karena itulah, saya meyakini moderasi beragama adalah membangun masyarakat. Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad memaparkan sejumlah program organisasi itu, yang mendorong masyarakat memiliki peran dengan bersikap moderat.

“Masyarakat yang dicita-citakan adalah yang menjunjung tinggi kemajemukan agama, dan pemihakan terhadap kepentingan seluruh elemen masyarakat, perdamaian dan nir kekerasan, serta menjadi tenda besar bagi golongan masyarakat tanpa diskriminasi,” kata Dadang yang juga Guru Besar Sosiologi Agama, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung.

Oleh: Lita Aprilia, Siswi SMAN 1 Pontianak

Sumber :

https://www.kominfo.go.id/content/detail/30558/moderasi-beragama-kunci-terciptanya-toleransi-dan-kerukunan-bangsa/0/berita

 

https://www.iainpare.ac.id/moderasi-beragama-sebagai-perekat/

 

https://bdksurabaya.e-journal.id/bdksurabaya/article/download/82/45

 

Moderasi Beragama: Islam sebagai Etika Sosial – UNINUS

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *