Merefleksikan Pemikiran Blaise Pascal Terhadap Isu Kekerasan Berbasis Online

Oleh: Nicholas Banjarnahor

Blaise Pascal adalah seorang filsuf agama yang berasal dari Prancis. Hidup Blaise Pascal berubah ketika ia mendapatkan pengalaman religius yang disebut “night of fire”. Pengalaman religius ini membuat Pascal kembali memahami Tuhan dan iman sebagai orang Kristen. Ada dua pemikiran Blaise Pascal yang bisa dipakai untuk membahas isu kekerasan berbasis online, yaitu:

  • Human beings, by their own nature, always have the power to sin and to resist grace, and since the time of their corruption they always have an unfortunate depth of concupiscence which infinitely increases this power of resistance. Nevertheless, when it pleases God to touch them with his mercy, He makes them do what he wants them to do and in the manner in which he wishes them to act, without this infallibility of God’s operation destroying in any way the natural freedom of human beings.
  • That is how God disposes the free will of human beings without imposing any necessity on them, and how free will, which can always resist grace but does not always wish to do so, directs itself both freely and infallibly towards God.

Pada saat ini kekerasan yang terjadi memiliki perbedaan dengan zaman yang sebelumnya. Kekerasan pada zaman dahulu sering terjadi dengan mem-bully secara “langsung”. Bully-an yang terjadi dengan mengejek fisik, suku, agama. Bully-an tersebut dapat menyebabkan trauma pada seseorang.

 Kekerasan yang terjadi pada saat ini sudah berlangsung secara online. Kekerasan tersebut sudah terjadi melalui media sosial. Melalui media sosial ini, bisa dapat kita lihat bahwa kekerasan itu memiliki rekam jejak yang akan dilihat oleh orang lainnya.

Kebebasan pada saat ini sudah tak terbatas, dikarenakan jaringan yang sangat cepat dan informasi dengan cepat. Kebebasan ini harus dimaknai juga dengan hal-hal yang positif. Kekerasan bisa terjadi baik secara fisik maupun non-fisik. Kekerasan fisik seringkali kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Pukulan, cacian, hinaan, dan lain halnya banyak sekali terjadi. 

Di zaman yang semakin berkembang ini, kekerasan pun mulai beragam. Seorang filsuf, Blaise Pascal menjelaskan bahwa manusia, menurut kodratnya sendiri, selalu memiliki kekuatan untuk berbuat dosa dan menolak anugerah, mereka “manusia” selalu memiliki nafsu yang tidak menguntungkan yang secara tak terbatas meningkatkan kekuatan perlawanan. Namun demikian, ketika Tuhan berkenan untuk menyentuh mereka dengan belas kasihan-Nya, Dia membuat mereka melakukan apa yang ingin mereka lakukan dan dengan cara di mana Dia ingin mereka bertindak. 

Baca Juga: Kepemimpinan Perempuan: Gusti Melani Terpilih Pimpin Forhati Kubu Raya

Penjelasan yang pertama ini menjelaskan bahwa mereka yang melakukan kekerasan itu bisa saja diperingati oleh Tuhan untuk tidak melakukan tindakan kekerasan yang akan dilakukan. 

Blaise Pascal juga menjelaskan begitulah cara Tuhan mengatur kehendak bebas manusia tanpa memaksakan kebutuhan apa pun pada mereka, dan bagaimana kehendak bebas, yang selalu dapat menolak anugerah tetapi tidak selalu ingin melakukannya, mengarahkan dirinya sendiri baik secara bebas maupun tanpa kesalahan kepada Tuhan.

 Ini menjelaskan bahwa kehendak bebas yang ada pada manusia membuat manusia bisa saja melakukan tindakan kekerasan. Tetapi, manusia juga bisa mengambil sikap untuk tidak melakukan tindakan kekerasan tersebut. 

Kehendak bebas yang dimiliki manusia harus digunakan dengan baik. Manusia sebagai makhluk yang memiliki hati dan pikiran seharusnya bisa mengambil keputusan yang seharusnya dilakukan. Alkitab menjelaskan bagaimana menggunakan kehendak bebas dengan benar. 

Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. 

  • Yohanes 15: 7

Jelas bahwa Yesus mengajarkan bagaimana supaya kehendak bebas yang dimiliki manusia tidak digunakan sembarangan sehingga bisa jatuh ke dalam dosa (melakukan kekerasan berbasis online). 

Supaya tidak salah dalam menggunakan kehendak bebas yang diberikan Tuhan kepada manusia, maka manusia harus benar-benar hidup dekat dengan Tuhan. Setiap keputusan yang diambil akan selaras dengan firman Tuhan. Jangan lah kiranya manusia tersesat dalam mengambil keputusan kehendak bebasnya. 

Nicholas Banjarnahor Mahasiswa Filsafat dan Teologi STFT Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *