Menjadikan Filosofi Merdeka Belajar Sebagai Tonggak Evolusi Pendidikan Karakter di Indonesia

Kabar Damai I Senin, 16 Agustus 2021

Jakarta I kabardamai.id I Toleransi adalah sikap suatu kesadaran, bagaimana caranya kita menghargai, menghormati, peduli sesama terlebih terhadap perbedaan. Karena di Indonesia perbedaan ini bukan hal yang aneh dan tabu, jadi sikap bangsa seharusnya saling menghargai sesama, menghormati sesama dan menyanyagi.

Toleransi itu juga ketika Indonesia ibaratnya hidup dalam satu rumah, ketika kita hidup bersama maka rasa saling menyayangi itu akan membuat kita bisa hidup berdampingan selamanya.

Billy Mambrasar, Staf Khusus Presiden Kalangan Milenial dan pendiri Yayasan Kitong Bisa mengungkapkan bahwa, menurutnya anak muda Indonesia, milenial generasi Y dan Z itu sudah terindikasi jauh lebih open minded dan positif tentang perbedaan.

“Harapan saya semakin tinggi tingkat informasi bukannya makin membelah, tetapi membuat kita saling memahami dan menyayangi,” ujar Billy saat menjadi narasumber Toleransi di Kalangan Generasi Milenial via live youtube Budayasaya, Minggu (15/08/2021)

Bagi Billy,  ketika kita semakin banyak mengerti maka akan semakin toleransi. Karena di era digital saat ini, maka makin memberikan kita ruang dan panggung untuk berkomunikasi satu sama lain, komunikasi itu adalah kunci untuk saling memahami. Sehingga anak muda perlu memanfaatkan teknologi untuk saling berkomunkasi dan mengenal.

Aliran Kebatinan Perjalanan sebuah upaya menjadi bermanfaat

Turut hadir juga Jesika Putri Natasha, Generasi Muda Penghayat Kepercayaan sebagai narsumber. Jesika memaparkan bahwa, Penghayat keprcayaan sendiri memiliki 190 organisasi. Sedangkan organisasinya sendiri adalah ajaran yang bernama Aliran Kebatinan Perjalanan berasal dari sunda.

“Tempat ibadah kami adalah Pasewakan, hanya Pasewakan itu bagi kita hanya dipakai untuk acara-acara seperti ritualan terus Selasa Kliwon seperti Anggoro Kasih dan lainnya. Sedangkan untuk ibadah itu semelek mata dipotong tidur, jadi kita selalu beranggapan bahwa kemana pun dan siapapun dan sedang apapun kita, kita selalu berhadapan dengan Tuhan. Jadi kita bisa berdoa setiap saat, “ terang Jesika berbagi cerita tentang apa itu Penghayat Kepercayaan.

Aliran Kebatinan Perjalanan, adalah aliran itu bukan sekte atau mengarah pada hal sesat, aliran kebatinan itu lihat dari kata aliran yang bisa disamakan dengan air, aliran adalah air yang mengalir dari hulu ke hilir dan tanpa pamrih berjalan dan bermanfaat untuk manusia, hewan, dan tumbuhan. Sedangkan kebatinan adalah semua orang di dunia yang masih bernafas, kebatinan itu hidup, perjalanan adalah suatu yang berjalan dari mulai kita hidup hingga kembali pada tuhan.

Baca Juga: Menjadikan Pancasila Sebagai Inspirasi, Inovasi dan Prestasi

Jesika melanjutkan makna lengkap dari Aliran Kebatinan Perjalanan, “Jadi aliran kebatinan perjalanan adalah bagaimana caranya kita hidup kita dilahirkan ke alam dunia harus sadar bahwa kita harus bermanfaat bagi hewan, tumbuhan maupun manusia yang ada di sekeliling kita.”

Kembali kepada Billy, dia lalu menjelaskan bahwa Kitong Bisa bergerak dari Papua. Yayasan Kitong Bisa itu memiliki beberapa pusat belajar salah satunya di Papua Barat, Fak-Fak tepatnya di Teluk Patipi disana ada Islam Kristen, Katolik. Tempat belajar mereka dirikan di wilayah Kristen, dengan sistem belajar informal maka pemebelajaran diadakan setiap akhir pekan, yaitu hari minggu.

“Hari Minggu adalah hari ibadahnya Kristen, menariknya disana anak muslim mendayung sekitar setengah jam untuk mendatangi tempat belajar di daerah Kristen tersebut, dan mereka duduk di depan gereja berjejer menunggu Kristen selesai ibadah. Setelah teman Kristen selesai ibadah mereka keluar dan menggandeng tangan teman kristennya masuk ke tempat belajar,” cerita Billy berbagi pengalaman toleransi dari Yayasan Kitong Bisa.

Toleransi dalam diri anak Indonesia

Billy kembali menambahkan bahwa toleransi itu sudah ada sejak lahir dalam diri anak-anak Indonesia. “Sebenarnya yang diajarkan secara terstruktur dan sistematis adalah intoleransi, karena gennya bangsa Indonesia adalah toleransi, gen yang ada dalam darah kita dan budaya kita adalah toleransi. Itu sudah ada sari dulu sekali,” tuturnya.

Jesika sendiri sebagai pemuda Penghayat, secara pengalaman seringkali mengikuti acara lintas iman, banyak pemuda dari agama atau kepercayaan lain  mendekati dia  untuk bertanya. Dan pertanyaan dari mereka adalah pertanyaan agar mereka tahu dan tidak salah paham,  tentunya Jesika juga terbuka menjawab pertanyaan teman lain dari lintas iman. Karena dengan kita berbicara mereka tidak akan salah menilai kita.

Menurut Billy level Pendidikan tertinggi adalah toleransi, tapi diatasnya lagi adalah cinta kasih. Pondasinya toleransi adalah cinta kasih.  Ketika kita memiliki cinta kasih, apapun perbedaanya kita akan memiliki rasa penuh sayang.

“Di Yayasan kitong bisa sendiri kami memiliki kurikulum yang dinamakan respect terdiri dari 7 karakter utama yang harus dibangun dalam diri seorang anak selama mereka belajar di pusat belajar Yayasan kitong bisa. Salah satunya dalah culture di dalam cultre ada agama yang diajarkan, di dalam situ kita mengajarkan mereka untuk bertanya dan menjawab pertanyaan tidak dengan benar dan salah tetapi dengan mengapa,” terang Billy.

Kita harus melihat perbedaan itu sebagai sebuah keindahan yang siap untuk kita display, pamerkan, karena negara lain tidak punya kemajemukan seperti Indonesia. Bagian dari Pendidikan karakter itu salah satunya adalah Pendidikan karakter yang salah satunya adalah Pendidikan toleransi sedini mungkin.

Artinya harus ada  kolaborasi disini biar bagaimana bisa secara tersistem dari kecil anak-anak Indonesia sudah belajar tentang perbedaan, secara berjenjang secara bertahap. Sehingga ketika mereka SMA kuliah mereka tidak lagi bertanya Pancasila itu apa? Toleransi itu apa? Jangan sampai mereka kebingungan melakukan konseptualisasi, tapi dari kecil mereka belajar secara terstruktur bukan hanya teori.

Harapan untuk generasi muda

Jesika berharap untuk pemuda dari agama lain atau kepercayaan lain, kalau kita tahu arti dari toleransi dan perbedaan jangan hanya diketahui saja tetapi terapkan, karena tidak ada kenyataan yang melebihi daripada perbuatan.

“Jadi sesuatu yang kita ketahui harus dilaksanakan jangan seperti tong kosong nyaring bunyinya, karena Indonesia itu butuh perwujudan,” pungkas Jesika.

Terakhir Billy juga berharap dengan adanya filosofi merdeka belajar menjadi tonggak evolusi pendidikan Indonesia khususnya pendidikan karakter. Termasuk Pendidikan toleransi berbasis praktik.

Penulis: Ai Siti Rahayu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *