Kabar Damai I Kamis, 12 Agustus 2021
Jakarta I Kabardamai.id I Umat Islam baru saja memperingati tahun barunya, walaupun dilalui dengan keheningan akibat pandemic covid-19, namun suka cita menyambut 1 Muharram tetap dirasakan dalam diri masing-masing.
Yenny Wahid melalui kanal youtube pribadinya menjelaskan korelasi antara tahun baru Islam dan juga dalam rangka mengenang hijrah Nabi Muhammad serta syiar Walisongo di tanah Jawa.
Menurut Yenny, peringatan tahun baru Islam dibanyak daerah di Indonesia lekat dengan peringatan yang dibarengi berbagai tradisi lokal yang ada.
“Setiap tahun peringatan 1 Muharram selalu diwarnai dengan berbagai macam tradisi. Mulai dari tradisi Topo Bisu dan Mubeng Beteng di Yogyakarta, tradisi Pawai Kebo Bule di Solo, Pawai Obor di Garut hingga Tabut di Bengkulu. Tradisi-tradisi ini menunjukkan betapa kayanya Indonesia,” ungkapnya.
Baca Juga: Enam Desa di Kudus Diusulkan Jadi Desa “Warisan Sejarah”
Menurutnya pula, dari setiap tradisi yang kerap diselenggarakan memiliki keunikan dan maknanya masing-masing pula.
“Masing-masing memiliki makna dan sejarah yang tidak bisa dilepaskan dari asal mula peringatan 1 Muharram sebagai tahun baru dalam penanggalan Islam,” tambahnya.
Yenny menjelaskan, tradisi Tobo Bisu, Mubeng Beteng di Yogyakarta misalnya. Tradisi ini diprakarsai oleh Sultan Agung, Raja Mataram Islam pertama. Dulunya ritual dilakukan para prajurit keraton dalam rangka pengamanan. Sebagai tradisi, Mubeng Beteng tidak mengalami perubahan sedikitpun sejak pertama kali dilakukan. Berjalan kaki mengelilingi banteng keraton dimalam hari dari sisi kiri atau barat keraton sesuai falsafah Jawa yang artinya adalah ngiwakke’ atau membuang hal-hal buruk.
Tradisi ini sangat erat kaitannya dengan perayaan malam satu sura’ itu sendiri. Pada masa Kerajaan Mataram Islam, Sultan Agung ingin menyatukan dua masyarakat Jawa yang terpecah karena berbeda keyakinan antara kepercayaan Kejawen dengan Kepercayaan Islam. Maka beliau lalu membuat sistem penanggalan dengan menggabungkan kalender saka atau Jawa Hindu dengan kalender Islam.
Dari tradisi tersebut, menjadi salah satu pengingat tentang dakwah yang dilakukan Walisongo dalam menyebarkan Islam.
“Ini mengingatkan kita dengan misi Walisongo dalam menyebarkan agama Islam pada abad ke 14 ditanah Jawa. Para wali berdakwah dengan cara-cara unik dan tanpa paksaan. Para wali Allah ini berdakwah dengan lemah lembut dengan memanfaatkan tradisi lokal sehingga dapat menarik hati masyarakat Jawa,” tuturnya.
Lebih jauh, menurutnya meski saat ini beragam tradisi ini terpaksa ditidakan akibat pandemi, bukan berarti tradisi ini tidak penting atau lantas kehilangan makna. Justru moment tahun baru ini, kita bisa memaknainya dengan lebih dalam. Dengan berdiam diri di rumah saja, saling menjaga, saling peduli sambil memanjatkan doa agar pandemic segera berakhir.
“Karena esensi dari tahun baru 1 Muharram itu sendiri adalah bagaimana kita menyambut tahun yang baru dengan sebuah lembaran baru,” kata Yenny.
Selain memberikan ucapan peringatan tahun baru Islam, dalam pernyatan tersebut Yenny juga mengajak masyarakat untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik.
“Membuang hal-hal buruk dan mengisinya dengan perbuatan-perbuatan baik sesuai dalil yang artinya memelihara tradisi lama yang baik dan tradisi baru yang lebih baik lagi,”.
“Marilah kita meninggalkan semua sifat buruk pada diri sendiri dan berhijrah dengan memperbanyak perbuatan baik, saling menolong dengan orang-orang disekitar kita. Agar kita bersama-sama segera keluar dari pandemi ini dan menyongsong kehidupan yang lebih baik,” pungkasnya.
Penulis: Rio Pratama