Mengatasi Quarter Life Crisis Menurut Quraish Shihab

Kabar Damai | Minggu, 27 Februari 2022

Jakarta I Kabardamai.id I Setiap orang hidup sesuai dengan ritme dan pembawaan masing-masing, berbagai fase dalam hidup yang dilalui beragam sesuai situasi dan kondisi setiap individu tersebut. Termasuk ketika tengah berada pada fase quarter life crisis.

Quarter life crisis merupakan fase ragu dan takut akan sesuatu dalam hidupnya, biasanya terjadi pada anak muda pada usia 20-30 tahun yang merasa krisis emosional, beban dan penuh dengan fikiran bahwa apa yang direncanakan dan atau dicita-citakan seolah sulit untuk digapai, fase ini lumrah dan banyak dialami oleh banyak remaja termasuk yang ada di Indonesia.

Seiring dengan banyaknya anak muda yang tengah berada pada fase ini, melalui kanal shihab dan shihab, Quraish Shihab menjawab bagaimana cara menangani quarter life crisis atau rasa takut dan khawatir pada diri seseorang.

Ia menyatakan bahwa rasa khawatir dan rasa takut adalah manusiawi, tidak ada orang yang tidak merasa takut, tetapi ada kiat yang harus dilakukan untuk paling tidak mengurangi rasa takut itu.

“Kita tidak boleh menghilangkan rasa takut karena hilangnya rasa takut dapat menyebabkan hilangnya kehati-hatian, kecerobohan. Tetapi dalam waktu yang sama kita tidak perlu membesar-besarkan rasa takut,” ungkapnya.

Baca Juga: Menghadapi Quarter Life Crisis: Keresahan Mencari Arti Kehidupan

Ia juga menambahkan bahwa jika sedang takut, tanyakan apa yang sedang ditakuti. Berbicara tentang takut maka harus mencari apa sebabnya karena takut itu bisa jadi tidak bisa dihindari sebab ada acara untuk menghindarinya.

“Ketika ada yang gagal lalu depresi adalah hal yang salah. Bisalah untuk mencontoh semut yang dapat memikul lebih besar dari badannya, sekian kali jatuh dan kemudian berhasil,” tambahnya.

Menurutnya pula, jangan terlalu membesarkan rasa takut padahal belum terjadi, bisa jadi apa yang ditakuti tidak terjadi. Ia juga turut menyampaikan sebuah pesan yang berbunyi jika seseorang merasa takut akan sesuatu bisa jadi rasa takut itu lebih berbahaya dan lebih besar dampaknya daripada ketakutan yang terjadi.

“Disini peranan optimisme, peranan kembali kepada Tuhan. Apalagi jika yang ditakuti tidak dapat dihindari. Agama berkata kaitkan dirimu kepada Tuhan,” tuturnya.

Menurutnya, optimisme harus selalu ada, begitu tidak ada optimisme tidak ada artinya hidup ini dan jangan pernah tidak mentoleransi diri. Orang yang tidak mentoleransi dirinya, kegagalannya ia bawa mati.

“Semua orang bisa gagal, toleransi dirimu, ini adalah pecut supaya saya bisa lebih berhasil. Itu cara yang diajarkan agama supaya kita tidak mengidap rasa takut dan keresahan yang berlebihan. Seperti kata Al-quran, setiap kesulitan itu ada kemudahan yang penting anda mencari (kemudahan itu-red),” paparnya.

Terakhir, ia berpesan agar setiap orang untuk selalu optimis. “Tidak ada orang yang ingin ke puncak akan langsung di puncak, karena ia akan melewati dan berada di lereng gunung. Jadi jangan pesimis, harus optimis,” pungkasnya.

Penulis: Rio Pratama

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *