Kabar Damai | Minggu, 29 Mei 2022
Jakarta I Kabardamai.id I Juru Bicara Ahmadiyah, Yendra Budiyana dalam kanal Cokro TV menjawab pertanyaan tentang Ahmadiyah yang tidak diketahui oleh khalayak atau masyarakat yang ada.
Ia menuturkan, hampir rata-rata persekusi terhadap Ahmadiyah berawal dari persepsi bahwa muslim Ahmadiyah tidak meyakini Muhammad sebagai nabi terakhir dan juga soal kitab sucinya yang bukan Al-quran.
Menanggapi hal tersebut, Yendar mengungkapkan diera keterbukaan informasi akan banyak hal sangat mudah untuk mengecek kebenarannya baik berupa kitab suci, pendiri Ahmadiyah dan lain sebagainya. Jelas dituliskan dalam website baik Ahmadiyah yang ada di Indonesia maupun dunia menyatakan bahwa nabi orang Ahmadiyah adalah Muhammad.
Sangat jelas juga bahwa kitab suci Ahmadiyah adalah Alquran, bahkan tafsir dan sakah satu tulisan khalifah Ahmadiyah dijadikan rujukan departemen Kementerian Agama yang masih ada tentang pentingnya Al-quran diturunkan. Bahkan, Ahmadiyah menjadi satu-satunya organisasi yang konsen menerjemahkan Alquran dalam 100 bahasa didunia yang saat ini sudah sampai pada tujuh puluh empat bahasa termasuk bahasa Indonesia yang bahkan di Indonesia sudah ada dalam bahasa Sunda, Jawa bahkan bahasa Bali.
Konsen menerjemahkan Alquran dalam beberapa bahasa karena jelas bahwa Islam meyakini Islam sebagai agama terakhir, Alquran sebagai kitab suci terakhir dan keyakinan tentang Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam yangmana seluruh manusia harus mengerti, oleh karenanya harus diterjemahkan dalam berbagai bahasa.
Siapa dan Mengapa Ahmadiyah Didirikan?
Hal yang sangat mendasar tentang Hazrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai pendiri Ahmadiyah yangmana Ahmadiyah adalah pergerakan dalam Islam yang diyakini bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah Imam Mahdi yang dijanjikan oleh Muhammad akan datang diakhir zaman.
Sebetulnya hampir semua muslim meyakini akan datangnya Imam Mahdi diakhir zaman yang akan memenangkan Islam, menjadi hakim yang adil dan sebagainya. Perbedaannya adalah sebagian golongan Islam yang lain masih menunggu sedangkan Ahmadiyah meyakini sudah datang dalam wujud pendiri Ahmadiyah dan meyakini bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah Imam Mahdi yang dijanjikan seperti yang dijanjikan oleh Muhammad.
“Perihal syariat, Ahmadiyah meyakini syariat Islam atas dasar keyakinan bahwa Islam adalah agama terakhir dan Alquran adalah kitab suci yang terakhir,” ujarnya.
Berkaitan dengan peristiwa persekusi terhadap Ahmadiyah di Indonesia, karena adanya persepsi yang diterima oleh publik terutama karena disokong oleh media dan sosial media. Permasalahan Ahmadiyah yang kemudian menjadikan Ahmadiyah dipersekusi adalah karena masyarakat tidak tahu Ahmadiyah dan tidak mau tahu tentang Ahmadiyah.
Baca Juga: Ahmadi Talk: Menjawab Bagaimana Khalifah Ahmadiyah Dipilih?
Persepsi yang sudah sedemikian lupa diangkat oleh pejabat publik dan pembuat keputusan bahwa Ahmadiyah bukanlah Islam. Hal ini menyebabkan masyarakat melakukan persekuasi sehingga persekusi yang ada lebih banyak disebabkan oleh pemahaman yang salah.
Ditanya mengapa ada pihak yang menyebarkan kebencian terhadap Ahmadiyah, Yendra mengungkapkan bahwa isu agama adalah hal yang mudah dan murah digoreng, strategis dalam memobilisasi masa, membuat orang menjadi popular dan membuat keuntungan atas kepentingan yang ada.
Perihal mengapa ditengah diskriminasi Ahmadiyah tidak melawan, Yendra menuturkan bahwa saat ini Islam dalam era yang damai, bukan dalam era Rasul yang harus berperang dan melakukan perlawanan menggunakan kekerasan. Ditengah era yang maju atau disebut dengan era pena yang dapat dilakukan dengan sosial media, video dan sebagainya sebagai counter narasi.
“Kekerasan dilawan dengan kekerasan adalah bukan solusi, yang paling penting mencontoh bagaimana Rasul dipersekusi lebih dari Ahmadiyah dan beliau membalasnya dengan kebaikan,” ujarnya.
Penulis: Rio Pratama