Maskulinitas dan Dilematik Laki-Laki Sebagai Korban Kekerasan Seksual

Kabar Utama121 Views

Kabar Damai I Senin, 27 Desember 2021

Jakarta I kabardamai.id I Kasus kekerasan seksual kerap kali identik dengan perempuan sebagai korban dan laki-laki sebagai pelaku. Pada kenyatannya, perempuan maupun laki-laki sama-sama berpotensi menjadi korban kekerasan seksual. Berdasarkan Catahu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2018, mayoritas korban kekerasan seksual adalah  laki-laki yakni sebanyak 122 dengan rata-rata korbannya masih berstatus pelajar SD dan SMP.

Contoh kasus yang menjadikan laki-laki sebagai korban kekerasan seksual seperti kasus Gilang bungkus sebagai predator fetish kain jarik. Kasus ini merupakan salah satu contoh tindakan kekerasan seksual dengan dalih keoentingan riset. korban diarahkan untuk melakukan hal-hal yang dikehendaki pelaku, dengan maksud memuaskan hasrat seksual tanpa disadari oleh korban.

Kasus kekerasan seksual terhadap laki-laki juga sempatt dialami oleh MS uang merupakan pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). MS menjadi menjadi korban kekerasan seksual 7 teman kantornya. Korban diduga mengalami tindakan-tindakan pelecahan serta perundungan sehingga berdampak kepada kesehatan mentalnya.

Dilansir dari Tirto.id, laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual bukan hanya mereka yang memiliki karakteristik jauh dari maskulin melainkan juga mereka yang tampak maskulin. Kekerasan seksual lebih mengarah ke persoalan relasi kuasa misalnya dari senior ke junior ataupun pemakluman tindakan kekerasan seksual dengan berbagai alasan seperti “bercanda”.

Laki-laki yang mengalami kekerasan seksual kerap enggan melapor dikarenakan kehawatiran munculnya stigma di masyarakat seperti dicemooh, dicap sebagai orang yang lemah, bahkan gay. Stigma akan keraguan terhadap maskulinitas yang terkonstuk dalam pikiran masyarakat tersebut membuat laki-laki sebagai korban kekerasan memilih tetap diam.

Baca Juga: Maskulinitas: Alasan Boyband KPop Sulit Diminati Laki-Laki

Persoalan ini menjadi masalah yang sangat besar karena kekerasan seksual dapat berdampak negatif pada kondisi sosio emosional, fisik, dan kognisi korban. Korban lebih mudah marah, cemas, takut, malu, depresi, atau bahkan melukai dirinya sendiri.

Menurut pandangan Kepala Bidang Pemantauan dan Kajian Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Reza Indragiri Amriel kekerasan seksual yang didiamkan dapat memicu sang korban untuk menjadi predator seks di kemudian hari. Persoalan ini tentunya menjadi hal yang problematik mengingat laki-laki juga merupakan mayoritas pelaku kekerasan seksual.

Harus adanya perubahan dalam masyrakat terutama mengenai konsep maskulinitas dan stigma terhadap korban kekerasan seksual. Masyarakat harus mampu mengubah cara pandang terutama pada kekerasan seksual yang menimpa laki-laki. Hal ini khsusunya untuk menghindari terjadinya kekerasan seksual yang terus-terus terulang karena tidak adanya pelaporan dan penanganan.

 

Penulis: Ai Siti Rahayu

Diolah dari berbagai sumber

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *