Kabar Damai I Kamis, 08 Juli 2021
Jakarta I Kabardamai.id I Penggeneralisasian terhadap istilah kafir kepada kelompok yang tidak seagama masih kerap kita temukan, termasuk di Indonesia. Hal ini turut berpengaruh pada pola perilaku sosial dan bermasyarakat.
Bahkan lebih jauh, perilaku ekstrem juga dapat dilakukan karena pandangan tersebut. Hal ini tidak terlepas dari pandangan dan juga keyakinan yang menganggap bahwa definisi kafir masa lalu tetap sama kondisinya hingga saat ini.
Ustadz M. Ibnu Syahroji, Pendakwah Digital melalui kanal youtube NU Online meluruskan permasahahan tersebut.
Menurutnya, hal ini tidak terlepas dari salah arti surah yang ada dalam Al-quran dan menganggapnya sangat general.
“Didalam Al-quran surah Al-fath ayat 29 disebutkan bahwa salah satu sifat nabi itu keras kepada orang-orang kafir dan penuh kasih sayang kepada orang-orang muslim. Teks ayat tersebut seringkali salah diartikan oleh umat Islam khususnya yang ada di Indonesia ini,”.
“Sebagian dari kita menganggap bahwa teks itu berlaku secara general. Padahal jika kita melihat dari azbabunnuzul ayat tersebut itu masih erat kaitannya dengan kondisi Madinah saat itu,” ungkapnya.
Baca Juga: Agama Cinta Prinsip Setiap Agama
Ia juga menambahkan bahwa ayat tersebut sebenarnya ada karena ada latar belakang serta kronologi kejadian yang seharusnya juga turut dipahami pula.
“Ayat tersebut sesungguhnya ditujukan secara spesifik kepada Yahudi Bani Israil dan ada kronologi yang melatarbelakanginya,” tambahnya.
Hal ini tidak terlepas dari penghianatan yang mereka lakukan terhadap umat Islam sehingga menyebabkan kekecewaan dan kemarahan Rasulullah.
“Bani Qainuqa yang mayoritas beragama Yahudi adalah komunitas yang hidup di Madinah yang melanggar perjanjian atau piagam Madinah untuk bersama-sama menjaga keimanan disana,”.
“Disaat pasukan Rasulullah SWT menghalau pasukan kurais Mekah yang mengepung kota Madinah, ternyata dari belakang Bani Qainuqa itu membukakan akses bagi orang-orang kurais Mekah untuk bisa masuk ke Madinah,” ujarnya.
Penghianatan tersebut sama saja telah melanggar kesepakatan yang telah disetujui bersama, yaitu Piagam Madinah.
“Itu artinya Yahudi Bani Qainuqa pada saat itu melakukan sebuah penghianatan terhadap Piagam Madinah yang sudah ditandatangani oleh kelompok Islam yang diwakili oleh Nabi Muhammad juga Nasrani dan Yahudi yang saat itu hidup berdampingan di Madinah,” tambahnya lagi.
Berdasarkan kronologi diatas, Ibnu Syahroji berharap agar muslim di Indonesia dapat memahami konteks dan kronologi sebenar-benarnya agar tidak salah persepsi dan melakukan hal yang tidak semestinya.
“Oleh karena itu, umat muslim yang ada di Indonesia. Janganlah kita salah memahami ayat tersebut. Artinya dalam hal ini kerasnya Nabi Muhammad bukan atas dasar Keyahudian yang dianut oleh bangsa Qainuqa,”.
“Tetapi kerasnya Nabi Muhammad itu lebih karena kekafiran mereka akibat mereka melanggar perjanjian damai yang sudah berlangsung antara komunitas Nasrani, Muslim dan Yahudi yang hidup di Madinah saat itu,” tuturnya.
Yang paling penting untuk ditekankan tentang hal ini ialah, nabi keras karena penghiatan bukan kepada keyakinan mereka.
“Oleh karena itu, adalah wajar apabila nabi sangat keras kepada penghianatan yang sudah dilakukan. Keras terhadap penghianatannya bukan keras terhadap status keyakinan mereka,”.
“Terbukti ketika pertama kali Rasulullah SWT datang ke Madinah beliau diterima dengan baik dan menerima dengan baik keberadaan komunitas Nasrani dan Yahudi yang ada di Madinah,” pungkasnya.
Penulis: Rio Pratama