Kabar Damai I Rabu, 15 Desember 2021
Jakarta I kabardamai.id I Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) menghadirkan ruang diskusi bagi pemuda lintas agama untuk menebar toleransi dan merawat kebinekaan, melalui kegiatan “Anjangsana Pemuda Lintas Iman 2: “Hayu euy! diajar répéhrapih sareung Komunitas Sunda Wiwitan di Cigugur”
Mengunjungi kuningan rasanya tidak lengkap, jika tidak melakukan silaturahmi dengan saudara Ahmadiyah Manislor. Karena itu di hari kedua dan ketiga peserta Anjangsana Pemuda Lintas Iman melakukan kegatan Live In di Keluarga Ahmadiyah Manislor.
Proses masuknya Ahmadiyah ke Desa Manislor pada tahun 1954 dibawa oleh H. Basyari Hasan yang melalui perantara undangan kuwu E Bening dan Soekrono (Sekdes). Pada saat itu Kuwu E Bening dan pak Soekrono melakukan dialog dengan Bapak Juandi, seorang pengusaha garam di Cirebon, karena garam waktu itu susah di dapat.
Dalam dialog tersebut mereka membahas tentang agama. Dialog mereka ternyata tidak dilakukan satu kali, melainkan dilakukan dalam beberapa pertemuan. Hingga suatu ketika, dalam salah satu dialog tersebut mereka membahas tentang Islam yang dibawa oleh Ahmadiyah yang menyampaikan bahwa Imam Mahdi telah datang.
Jumlah Jemaat Ahmadiyah dari hari kehari semakin bertambah. Masjid darurat sudah tidak muat lagi dan diperlukan masjid yang lebih besar. Untuk itu kemudian Jemaat Ahmadiyah membangun sebuah masjid, masjid pertama bernama An-Nur dibangun pada tahun 1954.
Setelah pembangunan masjid An-Nur terselesaikan, selanjutnya perhatian Kuwu Bening beralih kepada pembangunan masyarakat desa Manislor. Kuwu Bening ingin memperhatikan bahwa masyarakat Ahmadi akan sanggup memperlihatkan kecakapan, kerajinan, dan kepatuhannya untuk kepentingan masyarakat.
Dengan kata lain, masyarakat Ahmadiyah akan sanggup mempraktekkan anjuran-anjuran Islam yang suci, luhur dan praktis itu di masyarakat, sebagaiman juga dulu Nabi Muhamad saw pernah mempraktekkannya di masyarakat Arab yang sebelumnya terkenal sangat buruk peradabannya. Jalan-jalan di perluas dan di tertibkan, rumah-rumah penduduk mendapat perhatian yang lebih besar lagi. Begitu pula kemajuan pengajaran dan dalam pikiran masyarakat dipergiat dengan pelajaran-pelajaran agama dan ceramah-ceramah kerohanian.
Baca Juga: GKP Jemaat Cigugur: Bina Jemaat Lestarikan Budaya
Dan karena jamaat Ahmadiyah manislor terus bertambah maka sekarang memiliki masjid dengan jumlah 12 masjid, diantaranya Masjid An-Nur dibangun Tahun 1954, masjid Al-Hikmah dibangun Tahun 1979, masjid Al-Barokah dibangun Tahun 1980, masjid Al-Taqwa dibangun Tahun 1980, masjid Al-Jihad dibangun Tahun 1982, masjid Al-Hidayah dibangun Tahun 1986, masjid Al-Falah dibangun Tahun 1988, masjid Al-Ikhlas dibangun Tahun 1995, masjid Baiturrahman dibangun Tahun 1998, masjid Nurul Islam dibangun Tahun 2001, masjid Al-Masroor dibangun Tahun 2015 dan masjid Bitun Nashr dibangun Tahun 2019. Namun saat Anjangsana kemarin Kami hanya bisa mengunjungi 8 masjid saja karena keterbatasan waktu.
Beberapa tahun kemudian setelah Ahmadiyah datang ke Desa Manislor, nampaklah perubahan-perubahan positif yang dirasakan oleh masyarakat Desa Manislor. Jalan-jalan serta lorong-lorong desa itu telah berubah menjadi tampak lebih rapih dan indah. Keinginan untuk mencari ilmu semakin meningkat, pertanian dan perdagangan masyarakat pun meningkat pula, sosial kemasyarakatan terjalin baik. Kehidupan antara jemaat Ahmadiyah Manislor sudah seperti keluaraga besar, jika seorang jemaat mempunyai pekerjaan atau ditimpa musibah mereka akan saling membantu dan tolong menolong.
Ketika Ahmadiyah mulai berkembang di desa Manislor reaksi dan perlawanan terhadap Jemaat Ahmadiya pun cukup dahsyat. Para anggota Ahmadiyah dianggap sebagai kaum yang sesat dan meyeleweng dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Mereka dihalang-halangi untuk menggunakan masjid dan diberi julukan ahmadiyah kodok. Reaksi itu muncul dan merebak bukan saja di Manislor, tetapi merembas ke daerah-daerah lainnya, bahkan diberitakan dalam media masa, seperti dalam surat kabar Sumber terbitan tanggal 5 Agustus 1954 yang menampilkan “Ahmadiyah sebagai agama baru, yaitu agama Ahmadiyah kodok.
Disebutkan bahwa agama ini di bawa oleh Kiyai dari Bandung dan mengajarkan bahwa shalat cukup dengan niat saja, orang yang meningal tidak usah dimandikan cukup dibungkus kain hitam”. Dan bahkan pembakaran, pengeboman dan penyegelan sering didapatkan oleh Jemaat Ahmadiyah Manislor.
Di Ahmadiyah Manislor Kuningan juga terdapat makam wasiat yang sengaja dibangun untuk Jemaat Ahmadi Manislor yang berwasiat mendonorkan kornea matanya, harta benda atau yang lainnya demi kemanusiaan. Pada batu nisannya juga ditulis tanggal pembaiatan dan juga nomor wasiat.
Ria Umaroh, Mahasiswa Studi Agama-agama UIN Sunan Ampel Surabaya