Lebih Dekat dengan Papua Melalui Diskusi Beretika

Kabar Utama56 Views

Kabar Damai | Selasa, 28 Juni 2022

Jakarta | kabardamai.id | Papua merupakan salah satu etnis besar di Indonesia. Pulau Papua berada di ujung timur Kepulauan Indonesia. Pulau dengan luas wilayah 312.224 km2 ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Oleh sebab itu, banyak sektor-sektor penting yang mengalami ketertinggalan dibandingkan wilayah-wilayah di Indonesia lainnya. Sektor-sektor yang masih mengalami ketertinggalan diantaranya pendidikan dan kesehetan. Disamping itu, peran feminis dan pemuda menjadi hal yang diperhatikan pula di Papua.

John Manangsang Wally sebagai Penulis Dunia dalam ‘Genggaman Papua’  membagikan mengenai pendidikan dan posisi geopolitik global Papua. Menurut John Manangsang Wally, pendidikan di Papua umumnya baru berorientasi pada output atau kuantitas lulusan (yaitu hanya berapa orang saja yg akan diluluskan).

“Pendidikan di Papua belum pada outcome atau dampak yang didapat dari output (katakanlah seperti, yang penting lulus saja). Pendidikan di sini tidak terfokus pada kemandirian dan kemampuan berkompetisi. Akibatnya, pelajar yang telah lulus sekolah tidak memiliki karakteristik mandiri dan tidak memiliki niat juang berkompetisi dalam hal apapun,” ungkap John, dalam Diskusi Beretika (Disket) yang diselenggarakan oleh ICRP, Kamis (26/03/2022).

Problematika Pendidikan di Papua

Ada banyak permasalahan pada pendidikan di Papua. Permasalahan tersebut ialah, banyaknya anak-anak di Papua yang tidak sekolah. Menurut Dr. John Manangsang Wally, diperkirakan ada 500.000 anak Papua tidak sekolah, padahal penduduk Papua berjumlah tidak sampai 5 juta. Permasalahan lainnya yaitu, angka usia sekolah di Papua cukup rendah, hanya 5,76-7,60 tahun. Tidak hanya itu, angka putus sekolah di Papua dari sd, smp dan sma sangatlah tinggi. Begitu juga dengan angka kekurangan guru yang tinggi.

menurut John Manangsang Wally, Alasan di balik permasalahan pendidikan di Papua ini, disebabkan oleh kurangnya sosial ekonomi keluarga, aksebilitas dan transportasi yang kurang, fasilitas tidak memadai, kesempatan kecil, persiapan kurang maksimal serta biaya pendidikan yang tidak bersahabat.

“Penerapan kurikulum yang kurang memadai juga mempengaruhi pendidikan di Papua. Kurikulum tersebut ialah, terlalu umum, kurangnya muatan lokal sehingga mengakibatkan anak didik kurang mengenal dirinya sendiri dan kurang menghayati nilai budaya, norma, etika, hukum dan spiritualnya,” terangnya.

Akibat dari pola pendidikan yang seperti ini mengakibatkan generasi Papua menjadi generasi yang setengah matang, tidak cukup mengakar pada nilai budaya dan mental spiritualnya, tetapi juga tidak cukup kuat dengan budaya dan mental spiritual baru yang diberikan dalam pendidikan, menjadi orang yang ambivalen, kurang integritas diri, kurang rasa percaya diri/minder dan lain-lain.

John juga berharap pendidikan di Papua kedepannya adalah, mampu menghasilkan lulusan generasi baru atau yang biasa disebut dengan generasi emas. Generasi ini diharapkan memiliki karakter yang baik, sosial budaya religius yang baik dan benar, mempunyai keterampilan dan keahlian, inovatif kreatif dan produktif.

Dalam mengatasi pendidikan di Papua yang berorientasi pada outcome, John Manangsang Wally memberikan tawaran solusi yang mungkin bisa membantunya. Tawaran solusi tersebut meliputi, jaring potensi atau bakat anak-anak Papua sejak dini, memberi stimulasi dan motivasi dini, pendampingan dan pelatihan, perlunya pendidikan berpola asrama agar membentuk karakteristik pelajar di Papua serta pengabdian masyarakt dan uji kelayakan studi selanjutnya.

Menurut John, “Pemerintah perlu menanggapinya dengan serius dan memperhatikan pendidikan yang berorientasi pada outcome dan kompetitif. Alokasi pembiayaan untuk murid, guru dan sarana prasarana juga perlu diperhatikan denga sungguh-sungguh. Pendampingan dan evaluasi berkelanjutan dan fasilitas lapangan kerja (bukan menyediakan, namun menyiapkan).

Papua dalam Posisi Geoplotik Global

John Manangsang Wally juga kemudian memaparkan  tentang Papua dalam posisi geopolitik global. Perspektif geopolitik lama seperti penyuguhan peta Papua yang terletak di ujung timur Indonesia atau bumi membuat nilai daya tarik di Papua menjadi rendah, padahal sebenarnya Papua tidak seperti itu.

Letak Papua yang sebenarnya adalah berada di episentrum, pusat bumi atau lintasan dunia. Papua terletak di antara 4 benua (kecuali Eropa) dan 3 samudra. Namun, meskipun tidak terletak di antara benua Eropa, Papua pernah dikuasai Eropa selama kurang lebih ratusan tahun dan pernah dijual oleh Portugis kepada belanda. Melihat hal ini, tentunya Papua memiliki daya tarik yang luar biasa.

“Papua yang dianggap remeh oleh kebanyakan orang, sebenarnya adalah luar biasa. Papua merupakan anugerah indah yang diberikan Tuhan untuk bangsa ini, bangsa Indonesia. Hal ini perlu disyukuri dan diresponi dengan baik oleh masyarakat Indonesia,” tegas John.

Kualitas Pelayanan Kesehatan di Papua

Anggraymun HM Arwam dalam sesi yang sama juga membahas mengenai kesehatan di Tanah Papua. Menurut Anggraymun HM Arwam, kesehatan di Papua berbicara mengenai kualitas bukan kuantitas. Hal itu berarti, tenaga kesehatan di Papua tergolong cukup dalam segi kuantitas namun kurang dalam segi kualitas. Peningkatan mutu sumber daya manusia untuk tenaga kesehatan di Papua menjadi hal penting yang perlu diperhatikan secara lebih.

“Disamping itu, masalah alat-alat medis yang kurang disadari oleh tenaga kesehatan di Papua menjadi alasan kurangnya tunjangan kesehatan yang memadai di Papua,” tambah Anggraymun.

Pada pembahasan yang ketiga, dibawakan oleh Daniel O Telenggen dari Pemuda Papua Alumni dr. Humber College Toronto Canada, ia membagikan mengenai peran pemuda di Papua. Menurut Daniel O Telenggen, pemuda di Papua memiliki daya besar dalam menciptakan suatu perubahan.

Daniel menekankan bahwa para pemuda di Papua harus mampu menganalisis, “Maka dari itu, pemuda di Papua harus memiliki suatu kemampuan dalam menganalisis suatu permasalahan yang ada. Pemuda di Papua juga diharapkan mampu bekerja dengan giat dalam mengembangkan inovatif dan berpikir kreatif.”

Tidak hanya itu, pemuda di Papua harus bisa menjadi generasi emas yang mampu mengubah Papua menjadi lebih berkembang. Dalam memenuhi hal itu, pemuda di Papua harus memulainya dari belajar. Maka dari itu, pemuda Papua harus memiliki niat baca yang tinggi agar mendapat pengetahuan beserta wawasan yang luas.

Pada pembahasan yang terakhir, dibawakan oleh Erepina Suhuniap AMD dari Peduli Perempuan Yahukimo Papua yang membagikan mengenai posisi perempuan di Papua.

“Di Papua, perempuan sulit mendapat kemajuan dan kedudukan, di bidang-bidang tertentu, perempuan sulit mendapatkan kesempatan untuk unjuk gigi,” tutup Erepina.

 

Penulis: Lodriko Sinaga dan Timmy, Mahasiswa Universitas Kristen Duta Wacana

Editor: Ai Siti Rahayu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *